Monday, August 22, 2011

Menjadi Kreditor Yang Efektif Dalam Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)an Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)


Akan bermanfaat bagi anda untuk membaca kolom ini jika anda berada dalam situasi dimana ada seseorang atau perusahaan yang berhutang kepada anda berada dalam suatu proses hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Kolom ini akan memberikan gambaran umum tentang bagaimana proses kepailitan dan PKPU berjalan dan bagaimana anda bisa terlibat di dalam proses tersebut dengan baik.

Bagaimana proses ini dimulai?
Proses ini biasanya dimulai dari inisiatif Debitor ataupun seseorang atau perusahaan yang meminjamkan uang kepada debitor. Tujuan Pemohon adalah adanya Pernyataan Pailit atau debitor berada dalam proses PKPU. Jika Pengadilan menganggap bahwa permohonan dapat dikabulkan, maka Pengadilan akan menunjuk seorang Hakim Pengawas. Dalam proses kepailitan, Pengadilan juga menunjuk seorang kurator dan dalam proses PKPU, Pengadilan juga menunjuk seorang Pengurus.

Apa yang dimaksud dengan proses kepailitan?
Ini adalah suatu proses dimana seorang Debitor yang mempunyai kesulitan untuk membayar utangnya diurus oleh kurator yang bertugas untuk menjual aset debitor tersebut dan membayarkannya kepada kreditor. Apabila memungkinkan, debitor dapat mengajukan perdamaian untuk menghindari terjadinya pailit.

Apa yang dimaksud dengan PKPU?
Ini adalah suatu proses dimana pengadilan melarang kreditor untuk memaksa debitor dalam membayar utangnya pada jangka waktu tertentu. Pada jangka waktu tersebut, debitor dapat mengajukan rencana perdamaian dengan para kreditornya.

Siapa yang mengurus debitor selama masa pailit berlangsung?
Seorang kurator akan mengurus debitor adalam perkara kepailitan. Keberadan kurator dalam perkara kepailitan juga melindungi kepentingan-kepentingan kreditor agar hak-hak kreditor terlindungi sesuai dengan ketentuan yang ada. Mereka adalah seseorang yang mempunyai surat izin untuk menjadi kurator yang dikeluarkan oleh Departemen Hukum dan HAM RI. Dalam beberapa hal (misalnya ketika pemohon kepailitan tidak menunjuk kurator perorangan), maka Balai Harta Peninggalan (BHP) akan ditunjuk sebagai kurator.

Siapa yang mengurus debitor setelah permohonan PKPU dikabulkan?
Dalam hal ini, debitor dibantu oleh seorang Pengurus. Akan tetapi, pihak manajemen debitor dapat mengurus sendiri dibawah pengawasan Pengurus.

Kapan Pengadilan terlibat?
Jika Pengadilan Niaga mengabulkan permohonan pailit atau PKPU, maka Pengadilan Niaga menunjuk seorang Hakim Pengawas untuk mengawasi tugas kurator. Sementara, Hakim Pengawas akan dimonitor oleh Majelis Hakim yang memutus perkara tersebut.

Bagaimana hak-hak kreditor terpengaruh?
Baik dalam proses kepailitan maupun PKPU, kreditor dilarang untuk menagih utangnya kepada debitor. Mereka harus melaporkan mengenai utangnya tersebut kepada kurator atau pengurus. Secara hukum, baik hak-hak debitor maupun hak-hak kreditor harus diajukan dan dilaksanakan oleh kurator atau pengurus.

Apakah semua kreditor diperlakukan sama?
Tidak. Undang-undang Kepailitan (UU No. 37 Tahun 2004) menyediakan hak-hak istimewa bagi kreditor yang haknya dijamin oleh Hak Tanggungan atau Gadai dan juga bagi krediotr-kreditor yang berdasarkan undang-undang lain diberikan prioritas khusus, seperti para pekerja yang gajinya belum dibayar dan juga pemerintah untuk tagihan pajak. Kreditor-kreditor yang tidak mempunyai hak khusus, biasa disebut “kreditor konkuren”, berlaku perlakuan yang sama.

Apa yang dimaksud dengan Rapat Kreditor?
Rapat Kreditor merupakan forum resmi bagi para kreditor untuk memutuskan berbagai hal yang berkaitan dengan kepailitan atau PKPU yang terjadi. Rapat tersebut dipimpin oleh seorang Hakim Pengawas.

Apa yang dimaksud dengan Rapat Kreditor Pertama?
Rapat Kreditor Pertama adalah rapat kreditor yang pertama kali dilakukan pasca putusan pernyataan pailit. Penentuan waktu dan tanggal Rapat Kreditur Pertama ini pada umumnya dilakukan bersamaan dengan dibacakannya putusan pernyataan pailit. Rapat tersebut harus dilaksanakan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah pengambilan putusan pernyataan pailit tersebut. Rapat ini merupakan kesempatan bagi para kreditur agar dapat mengetahui proses kepailitan dan bagi kurator adalah untuk mengajukan laporan pertama atas apa yang dilakukannya dalam mengambil alih harta pailit debitor. Ada kemungkinan bagi debitor untuk dipanggil melalui surat panggilan oleh juru sita untuk menghadiri rapat berdasarkan Pasal 110 Undang-undang Kepailitan.

Apa yang dimaksud dengan Rapat Verifikasi?
Ini adalah salah satu tipe dari rapat kreditor. Rapat verifikasi atau rapat pencocokan piutang diadakan untuk menentukan status dari piutang masing-masing kreditor terhadap debitornya. Rapat ini juga dipimpin oleh seorang Hakim Pengawas. Panggilan untuk rapat akan dikirimkan langsung kepada seluruh kreditor dan juga diterbitkan dalam 2 (dua) surat kabar.

Hal-hal apa saja yang dapat dibahas dalam Rapat Kreditor?
Sebagai tambahan dari Rapat Verifikasi, seluruh kreditor dapat dipanggil untuk bertemu dan mendiskusikan hal-hal berikut ini, antara lain:
· Usul untuk mengajukan perpanjangan waktu PKPU menjadi 270 hari;
· Usul untuk pemecatan atau penggantian kurator;
· Usul untuk pembubaran atau penggantian panitia kreditor sementara (yang telah ditunjuk oleh Pengadilan sebelumnya) dan menggantinya dengan panitia kreditor tetap;
· Usul untuk menyetujui rencana perdamaianl dan atau
· Cara menjual harta atau aset debitor dalam perkara kepailitan.

Apa yang dimaksud dengan Panitia Kreditor?
Pada tahap awal, Pengadilan dapat menunjuk Panitia Kreditor Sementara. Setelahnya, para kreditor dapat meminta penunjukan kreditor lain atau berbeda untuk duduk dalam kepanitiaan. Panitia kreditor memberikan saran kepada kurator atau pengurus dalam menjalankan proses kepailitan atau PKPU.

Bagaimana kreditor dapat mencari informasi mengenai perkara kepailitan yang sedang berlangsung?
Berdasarkan UU Kepailitan dan PKPU, berkas-berkas dokumen terkait dengan kepailitan harus tersedia bagi kepentingan publik dan/atau kreditor. Berkas-berkas tersebut dapat difotokopi dengan dikenakan biaya yang harus dibayarkan kepada Panitera (Pasal 112 UU Kepailitan).
Dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan perkara kepailitan dan PKPU juga ada yang dapat diakses melalui internet. Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat telah memulai usaha ini, begitu juga dengan beberapa kurator. Tanya kurator Anda apakah dia membuat suatu situs/lokasi yang murah di internet dimana kreditor dapat mengetahui lebih banyak mengenai perkara dan bagaimana perkara tersebut mempengaruhi piutangnya.

Apa yang dimaksud dengan rencana perdamaian?
Rencana perdamaian adalah perjanjian antara debitor dan para kreditornya mengenai penyesuaian jumlah piutang (yang diajukan kreditor) dengan jumlah utang yang diajukan debitor, dalam rangka menghindari terjadinya likuidasi. Perjanjian perdamaian dapat diajukan dalam perkara kepailitan maupun perkara PKPU. Perjanjian tersebut harus disetujui oleh para kreditor konkuren dengan melakukan pemungutan suara dalam rapat kreditor, dan untuk beberapa kriteria juga harus disetujui oleh Pengadilan. Jika disetujui, maka akan mengikat seluruh kreditor konkuren. Jika kreditor atau Pengadilan menolak rencana perdamaian, maka debitor akan dilikuidasi.

Apa pengaruh rencana perdamaian yang telah disetujui bagi kreditor preferen atau kreditor yang mempunyai hak-hak khusus?
Secara umum, kecuali jika kreditor dengan sukarela setuju untuk mengabaikan atau memodifikasi hak-hak mereka, mereka tidak terpengaruh dengan adanya rencana perdamaian.

Apa yang akan terjadi jika Debitor tidak dapat memenuhi kewajiban yang telah ditentukan dalam rencana perdamaian?
Debitor akan dilikuidasi.

Apa yang dimaksud dengan likuidasi?
Likuidasi adalah proses penjualan hampir seluruh aset atau harta debitor. Semua benda harus dijual di muka umum, contohnya melalui lelang atau tender di Balai Lelang Negara.

Apa yang terjadi setelah proses likuidasi?
Proses dari hasil penjualan aset yang tidak ada jaminannya diberikan kepada para kreditor berdasarkan jenis piutang masing-masing. Tipe jaminan yang berbeda memiliki hak yang berbeda juga tergantung Undang-undang Kepailitan dan PKPU dan juga peraturan lainnya. Kreditor yang tidak mempunyai hak istimewa disebut dengan kreditor konkuren. Mereka dibayar setelah seluruh kreditor preferen dilunasi piutangnya.

Apa yang terjadi pada hasil penjualan harta debitor yang berada dalam hak tanggungan atau gadai?
Terlepas dari apakah kurator atau kreditor sendiri yang melaksanakan penjualan, kreditor yang mempunyai piutang yang lebih dulu dibanding kreditor preferen yang lain (misalnya pemerintah untuk tagihan pajak) dapat meminta hasil penjualan untuk dibayarkan kepada kreditor yang memiliki piutang yang terlebih dahulu.

Pembayaran apa yang dapat diharapkan oleh kreditor jika terjadi likuidasi?
Praktek menunjukan bahwa kreditor konkuren biasanya hanya menerima sedikit presentasi dari piutang mereka. Pembayaran bagi kreditor preferen biasanya tergantung pada nilai jaminan piutang mereka.

Mana yang lebih dari sudut pandang kreditor konkuren: rencana perdamaian atau likuidasi?
Secara umum, likuidasi lebih merupakan proses yang dapat diperkirakan dibandingkan dengan rencana perdamaian. Tapi hasilnya biasanya rendah, terutama bagi kreditor konkuren.
Dalam rencana perdamaian, debitor atau kurator akan menawarkan pembayaran yang lebih besar jika dibandingkan dengan pembayaran yang didapat melalui proses likuidasi, tapi dengan jangka waktu yang lebih lama. Selama masa waktu tersebut, bisa saja terjadi sesuatu hal yang buruk terhadap perusahaan debitor dan rencana perdamaian menjadi gagal. Jika hal tersebut terjadi, maka kreditor konkuren kemungkinan akan dibayar lebih rendah lagi.

Bagaimana cara agar kreditor mengetahui bahwa kurator dan pengurus melakukan pekerjaan dengan baik?
Minimal, kreditor harus memastikan bahwa kurator memasukkan semua laporan yang diwajibkan menurut undang-undang (misalnya, laporan mengenai harta debitor) kepada panitera. Jika hal ini tidak terjadi, maka anda mempunyai alasan untuk khawatir dan dapat menyampaikannya pada Hakim Pengawas.

Apa Kreditor dapat lakukan jika Kurator dan Pengurus tidak bekerja dengan baik?
Secara umum, masalah apapun yang timbul harus dibicarakan dengan musyawarah. Tapi jika pendekatan ini tidak berhasil, maka kreditor mempunyai hak untuk memberhentikan kurator. Berdasarkan undang-undang, Pengadilan harus mengganti kurator jika diinginkan oleh lebih dari setengah jumlah kreditor konkuren yang memegang lebih dari dari setengah jumlah keseluruhan piutang. Hal yang sama juga berlaku bagi perkara PKPU, meskipun dalam perkara PKPU, memecat/mengganti Pengurus bukan merupakan kewajiban dari Pengadilan.

Apa yang dapat dilakukan oleh kreditor untuk memastikan bahwa tagihan kreditor yang lainnya adalah sah?
Seorang kreditor dapat meninjau kembali daftar tagihan yang sementara itu telah diputuskan oleh kurator untuk diterima. Kurator wajib untuk mengizinkan seorang kreditor untuk meninjau kembali daftar tersebut pada minggu sebelum rapat verifikasi. Kreditor tersebut dapat menyatakan keberatannya terhadap tagihan seorang kreditor pada rapat verifikasi. Sebagai alternatif, ia juga dapat memohon kepada kurator untuk meminta kreditor yang tagihannya dipertanyakan untuk mengucapkan sumpah berkaitan dengan keabsahan jumlah tagihannya. Mengucapkan sumpah palsu berkenaan dengan tagihan dalam perkara kepailitan dapat dikenakan hukuman penjara. Lihat di bawah ini.

Apa sanksi bagi kreditor yang menyampaikan tagihan palsu atau yang jumlahnya dibesarkan dalam suatu sidang perkara kepailitan?
Menurut Pasal 400 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), seorang kreditor yang dinyatakan bersalah karena mengajukan tagihan palsu atau yang jumlahnya dibesarkan dalam suatu sidang perkara kepailitan dapat dihukum penjaran 5 (lima) tahun dan 6 (enam) bulan.

Apa saja hak-hak kreditor terhadap debitor setelah rencana perdamaian tersebut?
Jumlah piutang kreditor konkuren terhadap debitor ditentukan oleh rencana perdamaian yang telah disetujui, terlepas dari apakah kreditor tersebut menyetujui atau tidak. Kemampuan rencana perdamaian untuk mengikat hampir seluruh kreditor merupakan hal yang sangat efektif untuk menghindari likuidasi dan memungkinkan debitor untuk meneruskan usahanya. Hal seperti ini tidak mungkin terjadi di luar proses kepailitan.

Apa saja hak-hak kreditor terhadap debitor setelah proses likuidasi?
Secara teori, kreditor masih dapat menagih piutangnya jika piutang tersebut tidak seluruhnya dibayarkan melalui proses likuidasi. Namun, untuk menagih debitor perorangan akan sulit kecuali jika debitor tersebut bisa cepat mempunyai harta kembali. Untuk menagih badan hukum (misalnya perusahaan) harus dilihat dulu bagaimana status hukum perusahaan tersebut setelah proses kepailitan berakhir, misalnya bisa saja terjadi perusahaan tersebut telah dicoret dari daftar perusahaan.

Apa saja hak-hak kreditor terhadap penanggung dan sesama debitor?
Kreditor tetap dapat menagih kepada penanggung atau sesama debitor untuk piutang yang belum terbayarkan berdasarkan rencana perdamaian.

Hal-hal perlu diketahui oleh Kreditor dalam perkara kepailitan dan PKPU:
  • Mengetahui proses apa yang sedang dialami oleh debitor. Seperti yang telah dikemukakan di atas, terdapat 2 (dua) proses yang berbeda bagi debitor yang tidak dapat membayar kreditornya: kepailitan atau PKPU. Dalam beberapa hal, kedua proses tersebut berhubungan (keduanya dapat membicarakan mengenai rencana perdamaian), tapi persamaan tersebut justru membuat mengetahui perbedaan diantara kedua proses tersebut menjadi penting. 
  • Mengetahui anda jenis kreditor yang mana. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnnya, setiap kreditor mempunyai kedudukan yang berbeda-beda dalam kedua proses ini. Kreditor preferen biasanya dibayar lebih banyak tapi mempunyai sedikit suara dalam hal menyetujui rencana perdamaian. Kreditor yang terus akan mempunyai hubungan dengan debitor (misalnya pemasok) perlu memastian status dari kontrak mereka setelah proses dimulai. Kreditor konkuren akan dibayar terakhir tapi mereka mempunyai lebih banyak kontrol dibandingkan dengan kreditor yang lain selama proses berlangsung. 
  • Pastikan anda mendaftarkan piutang anda tepat waktu. Kreditor harus mendaftarkan piutang mereka dengan resmi kepada kurator dalam tenggang waktu tertentu yang ditetapkan, meskipun mereka yakin bahwa piutang mereka tercatat di buku debitor. Setelah proses kepailitan dimulai, kurator diwajibkan untuk mengeluarkan surat panggilan danmenerbitkan pengumuman di surat kabar mengenai hal tersebut. Tapi jangan hanya mengandalkan surat panggilan atau membaca surat kabar, anda sebaiknya mengontak kurator untuk mengetahui batas waktu pengajuan piutang. Saran ini juga berlaku bagu kreditor dalam perkara PKPU. Kreditor harus mendaftarkan piutang mereka sebelum rapat mengenai rencana perdamaian dilaksanakan. 
  • Pastikan anda mendaftarkan piutang anda dengan benar (dan menerima tanda buktinya). Kreditor harus mendaftarkan keterangan tertulis mengenai piutang mereka yang ditujukan kepada kurator atau pengurus. Keterangan tersebut harus memuat jumlah uang yang menjadi utang pada saat tanggal dimana proses kepailitan dan PKPU dimulai, dan berikut jumlah yang yang timbul dari bunga, dan sebagainya. Keterangan tersebut juga harus menjelaskan mengenai properti atau benda yang telah dijadikan jaminan oleh debitor atas utangnya. Jika menurut undang-undang tertentu, anda termasuk pada jenis kreditor preferen maka anda juga harus menjelaskannya. Kreditor harus memastikan menerima tanda bukti, dengan tanggal dan tandatangan yang jelas, dari kurator atau pengurus yang akan membuktikan bahw apiutang anda telah tercatat.
  • Gunakan advokat atau pengacara. Proses kepailitan dan PKPU cukup sulit dan kompleks. Kecuali, anda sering terlibat dalam perkara-perkara kepailitan dan PKPU sebelumnya, maka anda butuh saran atau opini hukum sehingga anda dapat berpartisipasi dengan efektif (KOLOM INI SAJA TIDAK CUKUP). Tapi biaya untuk Advokat atau Pengacara memang terkadang mahal dan jumlah piutang yang seharusnya diterima bisa saja lebih kecil dibandingkan dengan jumlah biaya yang harus dikeluarkan. Untuk mengatasi hal ini, anda dapat bergabung dengan kreditor lain untuk menyewa satu orang Advokat atau Pengacara sehingga dapat memangkas jumlah biaya yang harus dibayarkan oleh masing-masing kreditor.

Contoh Surat Penangguhan Penahanan






[Kota, tgl Surat…]
No : 16/ pdn-pp/ 2009
Lamp :  - Fotocopy surat kuasa
- Surat keterangan menjamin


Kepada Yth.
Bapak/Ibu Kepala Kepolisian Republik Indonesia Sektor […].
Di […].

Hal : Permohonan Penangguhan Penahanan

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan dibawah ini,saya :
[   , SH ] Advokat berkantor di […], sebagai kuasa hukum dari :

  1. Nama : […]    Umur : […]   Pekerjaan : […]   Alamat : […]
  2. Nama : […]    Umur : […]   Pekerjaan : […]   Alamat : […]
  3. Nama : […]    Umur : […]   Pekerjaan : […]   Alamat : […]
 Berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal […], untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon.

Dengan ini mengajukan permohonan kepada Bapak/Ibu Kepala Kepolisian Republik Indonesia Sektor […] yang menangani perkara ini untuk Penangguhan Penahanan atau Peralihan Terhadap Jenis Penahanan lainnya terhadap klien kami, yang ditahan oleh Kepolisian Republik Indonesia Sektor […] atas dasar perintah penahanan tertanggal […] ditahan sejak tanggal […] terkait dalam perkara terjadinya tindak pidana berdasarkan yang diatur dalam primer pasal 353 KUHP subsider pasal 351 KUHP subsider 368 KUHP.
Adapun dasar pertimbangan permohonan ini adalah sebagai berikut :
  1. Bahwa klien kami telah melalui proses pemeriksaan di tingkat penyidikan dengan baik dengan tidak mempersulit jalanya pemeriksaan.
  2. Klien kami yang bernama […] merupakan pencari nafkah satu-satunya di keluarga, selain itu tersangka masih mempunyai tanggungan anak yang masih kecil sehingga bila tetap dilakukan penahanan dapat dipastikan keluarga tersangka akan terlantar. 
  3. Klien kami yang bernama […] phobia terhadap ruang sempit, sehingga dapat menimbulkan gangguan psikis terhadap klien bila tetap dilakukan penahanan. 
  4. Klien kami yang bernama […] masih dalam tahap penyembuhan dari penyakit yang di derita dan membutuhkan perhatian medis secara intensif, sehingga bila tetap dilakukan penahanan dapat memperparah kondisi kesehatan klien kami. 
  5. Bahwa ada jaminan dari […] yang merupakan ayah dari salah satu klien kami yang bernama […] untuk menjamin bahwa klien kami tidak akan melakukan hal-hal sebagai berikut:
    • Klien kami akan aktif dan koperatif atas proses perkara ini. 
    • Klien kami tidak akan melarikan diri dan sanggup untuk menghadap sewaktu-waktu dalam proses persidangan di Pengadilan. 
    • Klien kami berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan yang serupa dan atau menghilangkan barang bukti.
Bahwa menimbang alasan-alasan tersebut di atas, dengan memperhatikan ketentuan pasal 31 ayat 1 KUHAP, kami memohon dengan hormat agar Bapak/Ibu Kepala Kepolisian Republik Indonesia Sektor […] berkenan untuk menangguhkan dan/atau mengalihkan penahanan klien kami dengan menangguhkan dan/atau mengalihkan jenis penahanannya menjadi jenis Penahanan Kota Atas permohonan ini, klien kami bersedia untuk melaksanakan wajib lapor dan tidak keluar Kota.

Demikian surat permohonan Penangguhan Penahanan kami ajukan dan atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Hormat Kuasa Hukum


[   , SH ]

Perlindungan Pihak Ketiga Yang Beritikad Baik

Oleh : Wasis Priyanto

 
Tidak selamanya otang tahu akan permasalahan yang terjadi pada orang lain. Begitu juga dalam proses jual beli. Karena kelihaian seorang penjual dalam menutupi dan mengeas barang jualannya, seorang pembeli bisa tidak mengetahui cacata dalam barang yang di beli. Cacat disini bisa diartikan beragam, bisa barangnya menag kualitas buruk, atau bahkan barang yang dijual sejatinya bukan milik penjual.
Sudah menjadi suatu norma hukum, bahwa pihak ketiga yang beritikad baik dilindungi oleh undang-undang. Dalam sebuah yurisprudensi memang diambil sebuah kaidah hukum " bahwa pihak pembeli yang beritikad baik harus dilindungi dan Jual beli yang dilakukan hanya pura-pura (proforma) saja hanya mengikat terhadap yang membuat perjanjian, dan tidak mengikat sama sekali kepada pihak ketiga yang membeli dengan itikad baik" ( vide Putusan Mahkamah Agung RI nomor 3201K//Pdt/1991 tertanggal 30 Januari 1996;).
Contoh kasus.
Sdr. Rudi adalah bersaudara kakak beradik dengan sdr.Dian. Rudi seorang pegawai yang sering pindah-pindah tugas. Rudi memiliki sebidang tanah yang ada di kota kelahirannya hasil dari warisan orang tuanya. Rudi yang sering pindah-pindah tugas akhir tidak bisa mengurusi tanah yang dimiliki tersebut. Dian yang merupakan adik dari Rudi akhirnya mengurusi tanah tersebut bahkan dari tanah tersebut bisa digunakan untuk sebuah usaha.
Bulan berganti Bulan, tahun berganti tahun, ternyata Dian bertindak curang. Dian membalikan tanah Rudi yang di kuasainya menjadi namanya. Setelah tanah atas namanya. Dian menjaminkan ke Bank dengan hak Tanggungan. Namun ternyata Dian tidak bisa membayar tagihannya ke bank dan akhirnya jatuh tempo. Terhadap Tanah yang dibebani dengan hak tanggungan tersebut mengajukan ke PUPN untuk melelang tanah tersebut. Dan dari proses lelang tersebut sebagai pemenang adalah sdr. Hadi.
Setelah pensiun sdr.rudi pulang kampung, namun sesampai di kampung halam kaget pulang kepalang. Karena tanahnya ternyata sudah dikuasai dan diusahakan oleh sdr. Hadi. Setelah mnegetahui bagaimana proses terjadinya hal tersebut, Sdr. Rudi mengajukan gugatan ke Pengadilan dengan Sdr. Dian sebagai tergugat I, Pihak BPN sebagai tergugat II, Pihak Bank sebagai tergugat III, PUPN sebagai tergugat IV, dan Sdr. Hadi sebagai tergugat V;
Yang menjadi pertanyaan bagaimana perlindungan sdr, Hadi sebagai pihak ketiga yang bertikiad baik sebagai pemenang lelang. Apakah tanah yang telah dia kuasai harus diserahkan kepada pemilik asal yaitu sdr. Rudi?
Pembahasan
Dalam perjanjian jual beli, perjanjian jual beli barang milik orang lain dianggap batal, hal tersebut sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1471 KUH Perdata menyatakan :
"Jual beli barang orang lain adalah batal, dan dapat memberikan dasar untuk penggantian ya, kerugian dan bunga, jika si pembeli tidak telah mengetahui barang itu kepunyaan orang lain;"
Berkaitan dengan kasus tersebut, apakah jula beli lelang yang dimenangkan oleh sdr. Hadi batal, sedangkan kalau dilihat tanah yang dijual belikan adalah milik sdr. Rudi?. Perlu kita lihat bahwa yang menjadi obyek jual beli adalah sebidang tanah, dan tentunya pasal 1471 KUH Perdata tidak bisa diterapkan terhadap jual beli tanah, karena mengenai tanah sudah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 : Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) menyebutkan bahwa :
"Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama."
Sistem jual beli tanah dalam hukum adat menganut sistem tunai/konkrit/terang/nyata artinya setiap hubungan harus terlihat nyata. Hal ini karena masyarakat adat masih sangat sederhana, sehingga dalam transaksi jual tanah tersebut baru mengikat apabila transaksi tersebut terlihat secara konkrit dan nyata telah terjadi yaitu dibuktikan dengan adanya pertukaran, berupa penyerahan tanah sebagai objek dengan sekaligus penyerahan uang secara tunai sebagai pembayaran.
Imam Soetiknyo dalam bukunya Politik Agraria Nasional, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1987 hlm 67 ) memberi pengertian "terang" yang menjelaskan bahwa pengalihan hak atas tanah menurut adat, harus dengan dukungan (medewerking) Kepala Suku/Masyarakat hukum/Desa agar perbuatan itu terang dan sahnya (rechtsgeldigheid) ditanggung Kepala Suku/Masyarakat Hukum/Desa tersebut. Selain daripada itu Kepala Adat juga harus menjamin agar hak-hak ahli waris, para tetangga (buren recht) dan hak sesama suku tidak dilanggar apabila tanah hak milik adat tersebut akan di lepas atau dijual akad;
Menurut H. Atja Sondjaja, dalam makalah Beberapa Permasalahan Hukum yang disampaikan dalam Rakernas Mahkamah Agung RI di Palembang tanggal 06 s.d 10 Oktober 2010, hal 11 menyebutkan "pelelangan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturn yang berlaku, tidak dapat dibatalkan (pembeli yang beritikad baik harus dilindungi)". Hal tersebut merupakan bentuk perlindungan hukum terhadap lelang yang dilakukan oleh BPPn dan PUPN;
Pendapat H.Atja Sondjaja tersebut sejalan dengan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 4039 K/Pdt/2001 yang dalam pertimbangannya menyebutkan sebagai berikut :
  1. bahwa hak tanggungan atas obyek sengketa ini telah dilakukan pelelangan sesuai dengan prosedur yang ada, walaupun kemudian dapat dibuktikan dengan putusan pidana bahwa pihak yang menjaminkan (Tergugat I) tidak berhak untuk menjaminkan obyek sengketa tersebut ;
  2. bahwa oleh karena pelelangan terjadi sebelum adanya putusan perkara pidana, maka pelelangan atas obyek sengketa adalah sah dan dengan demikian pembeli lelang harus dilindungi ;
  3. bahwa oleh karena pelelangan atas obyek sengketa adalah sah, maka yang harus bertanggungjawab atas kerugian yang diderita oleh para Penggugat adalah Tergugat I. Sedangkan Turut Tergugat I dan II harus dilepaskan dari tanggungjawab atas tuntutan Penggugat tersebut ;
Kembali pada contoh kasus tersebut diatas, jika pelaksanaan lelang yang mana dilakukan sesuai dengan aturan, dimana Sdr.hadi sebagai pemenang lelang, maka lelang tersebut tidak dapat dibatalkan, dan tanah tetap dikuasai oleh sdr. Hadi. (ini adalah bentuk perlindungan hukum terhadap pihak ketiga yang beritikad baik.
Yang menjadi pertanyaan lebih lanjut, bagaimana perlingdungan hukum terhadap sdr.Rudi atas tindakan sdr.Dian yang menjual tanahny?
Atas permasalahan tersebut, Penulis berpendapat, bahwa apabila sdr.Rudi bisa membuktikan itu adalah tanah miliknya namun dijual oleh sdr.Dian, maka sdr.Rudi bisa mendapatkan ganti kerugian dari sdr.Dian, baik itu ganti rugi materiil yang tanahnya telah di jual, dang anti rugi imateriil yang dialaminya.
Sdr.Rudi tidak mungkin mendapatkan tanahnya lagi , karena tanah sudah dikuasai oleh sdr.hadi sebagai pihak ketiga yang beritikad baik yang membeli lewat pelelangan.
Demikian ini pembahasan mengenai perlindungan hukum terhadap pihak ketiga yang beritikad baik, semoga bermanfaat

Wednesday, July 13, 2011

Tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

UU KEPAILITAN & PKPU

BAB II

TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN
PEMBAYARAN UTANG

Bagian 1

Pemberian Penangguhan Pembayaran dan Akibat-Akibatnya Pasal 212 Debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pambayaran utang, dengan maksud pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren. Pasal 213 (1) Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sebagaimana dimaksud Pasal 212 harus diajukan debitur kepada Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dengan ditandatangani olehnya dan oleh penasihat hukumnya, dan disertai daftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93, beserta surat-surat bukti selayaknya.

(2) Pada surat permohonan tersebut diatas dapat dilampirkan rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 212.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal 6 ayat (5) berlaku mutatis mutandis sebagai tata cara pengajuan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 214 (1) Surat permohonan berikut lampirannya, harus disediakan di kepaniteraan, agar dapat diperiksa tanpa biaya oleh umum terutama pihak yang berkepentingan.

(2) Pengadilan harus segera mengabulkan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang dan harus menunjuk seorang Hakim Pengawas dari Hakim Pengadilan serta mengangkat 1 (satu) atau lebih pengurus yang bersama dengan debitur mengurus harta debitur.

(3) Segera setelah ditetapkan putusan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang, Pengadilan melalui pengurus wajib memanggil debitur dan kreditur yang dikenal dengan surat tercatat atau melalui kurir, untuk menghadap dalam sidang yang diselenggarakan paling lambat pada hari ke 45 (empat puluh lima) terhitung setelah putusan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang ditetapkan. Pasal 215 (1) Pengurus wajib segera mengumumkan putusan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang dalam Berita Negara dan dalam 1 (satu) atau lebih surat kabar harian yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas dan pengumuman itu juga harus memuat undangan untuk hadir pada persidangan yang merupakan rapat permusyawaratan hakim berikut, tanggal, tempat dan waktu sidang tersebut, nama Hakim Pengawas dan nama serta alamat pengurus.

(2) Apabila pada surat permohonan dilampirkan rencana perdamaian, maka hal ini harus disebutkan dalam pengumuman tersebut, dan pengumuman itu harus dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sebelum tanggal sidang yang direncanakan. Pasal 216 Putusan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang berlaku sejak tanggal penundaan kewajiban pambayaran utang tersebut ditetapkan dan berlangsung sampai dengan tanggal sidang yang dimaksudkan dalam Pasal 215 ayat (1) diselenggarakan. Pasal 217 (1) Pada hari sidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 215 ayat (1), Pengadilan harus memeriksa debitur, Hakim Pengawas, pengurus dan para kreditur yang hadir atau wakilnya yang ditunjuk berdasarkan surat kuasa, dan setiap kreditur berhak untuk hadir dalam sidang tersebut sekalipun yang bersangkutan tidak menerima panggilan untuk itu.

(2) Apabila rencana perdamaian dilampirkan pada permohonan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 213 atau telah disampaikan oleh debitur sebelum sidang, maka pemungutan suara tentang rencana perdamaian dapat dilakukan, jika ketentuan dalam Pasal 252 telah dipenuhi.

(3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dipenuhi, atau jika kreditur konkuren belum dapat memberikan suara mereka mengenai rencana perdamaian maka atas permintaan debitur harus menentukan pemberian atau penolakan penundaan kewajiban pembayaran utang secara yeyap dengan maksud untuk memungkinkan debitur, pengurus dan para kreditur untuk mempertimbangkan dan menyetujui perdamaian pada rapat atau sidang yang diadakan selanjutnya.

(4) Apabila penundaan kewajiban pembayaran utang secara tetap sebagaimana dimaksud ayat (3) disetujui, maka penundaan tersebut berikut perpenjangannya tidak boleh melebihi 270 (dua ratus tujuh puluh) hari terhitung sejak putusan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang ditetapkan.

(5) Pemberian penundaan kewajiban pembayaran utang secara tetap berikut perpanjangannya ditetapkan oleh Pengadilan berdasarkan persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) kreditur konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau yang sementara diakui dari kreditur konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut, dan perselisihan yang timbul antara pengurus dan para kreditur konkuren tentang hak suara kreditur tersebut diputuskan oleh Hakim Pengawas.

(6) Apabila permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang diperiksa pada saat yang bersamaan, maka permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang harus diputuskan terlebih dahulu. Pasal 217 A (1) Jika jangka waktu penundaan sementara kewajiban pembayaran utang berakhir karena kreditur konkuren tidak menyetujui pemberian penundaan kewajiban pembayaran utang secara bertahap atau perpanjangannya sudah diberikan, tetapi sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 ayat (4) belum tercapai persetujuan terhadap rencana perdamaian, maka pengurus pada hari berakhirnya wajib memberitahukan Pengadilan, yang harus menyertakan debitur pailit selambat-lambatnya pada hari berikutnya.

(2) Pengurus wajib mengumumkan hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam surat kabar harian di mana permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang diumumkan berdasarkan Pasal 215. Pasal 217 B (1) Pengadilan harus mengangkat Panitia Kreditur apabila :

a. permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang meliputi utang dalam jumlah besar atau bersifat rumit; atau

b. pengangkatan tersebut dikehendaki oleh kreditur konkuren yang mewakili paling sedikit-(satu perdua) bagian dari seluruh tagihan yang diakui.

(2) Pengurus dalam menjalankan jabatannya wajib menerima serta mempertimbangkan rekomendasi Panitia Kreditur. Pasal 217 C (1) Panitera Pengadilan wajib mengadakan daftar umum dengan mencantumkan untuk setiap penundaan kewajiban pembayaran utang :

a. tanggal diberikan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang dan tanggal-tanggal diberikan penundaan kewajiban pembayaran utang secara tetap berikut perpanjangannya;

b. kutipan putusan Pengadilan yang menetapkan penundaan kewajiban pembayaran utang yang bersifat sementara maupun yang tetap dan perpanjangannya;

c. nama Hakim Pengawas dan pengurus yang diangkat;

d. ringkasan isi perdamaian dan pengesahan perdamaian tersebut oleh Pengadilan;

e. pengakhiran perdamaian.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan isi daftar umum tersebut ditetapkan oleh Mahkamah Agung.

(4) Panitera Pengadilan wajib menyediakan daftar umum yang dapat diperiksa oleh siapapun tanpa dipungut biaya. Pasal 217 D (1) Jika diminta oleh pengurus, Hakim Pengawas dapat mendengar saksi atau memerintahkan pemeriksaan oleh ahli untuk menjelaskan keadaan yang menyangkut penundaan kewajiban pembayaran utang, dan saksi-saksi tersebut dipanggil sesuai dengan ketentuan dalam hukum acara perdata.

(2) Dalam hal saksi tidak hadir atau menolak untuk mengangkat sumpah atau memberi keterangan, maka berlaku ketentuan dalam hukum acara perdata terhadap hal tersebut.

(3) Suami/isteri atau mantan suami/isteri, anak-anak dan keturunan selanjutnya, orang tua, kakek-nenek debitur dapat menggunakan hak mereka untuk dibebaskan dari kewajiban memberi kesaksian. Pasal 217 E (1) Dalam putusan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 214, diangkat pengurus.

(2) Pengurus yang diangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus independen dan tidak memiliki benturan kepentingan dengan debitur atau kreditur.

(3) Yang dapat menjadi pengurus sebagaimana dimaksud dalam ayat 91, adalah:

a. perorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus harta debitur;

b. telah terdaftar pada Departemen Kehakiman. (4) Pengurus bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan yang menyebabkan kerugian terhadap harta debitur. (5) Dalam putusan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang harus dicantumkan besarnya biaya pengurusan harta debitur termasuk imbalan jasa bagi pengurus berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Departemen Kehakiman.
Pasal 218, Pasal 219 dan Pasal 221 dihapus. Pasal 220 (1) Ketetapan penangguhan pembayaran yang telah dilakukan secara tetap dapat dijalankan terkebih dahulu, walaupun terhadapnya diajukan permohonan banding.

(2) Ketetapan tersebut harus diiklankan dengan cara yang ditetapkan menurut Pasal 215. Pasal 222 (1) Apabila diangkat lebih dari satu pengurus, maka untuk melakukan tindakan yang sah dan mengikat, para pengurus memerlukan persetujuan lebih dari - (satu perdua) jumlah para pengurus.

(2) Apabila suara setuju dan tidak setuju sama banyaknya, tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memperoleh persetujuan Hakim Pengawas.

(3) Pengurus yang diangkat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 214 ayat (2) dapat diganti atau ditambah oleh Hakim Pengawas atas permintaan kreditur konkuren, dan permintaan tersebut hanya dapat diajukan apabila didasarkan atas persetujuan kreditur tersebut dalam rapat kreditur dengan suara terbanyak biasa. Pasal 223 (1) Dalam putusan yang memberikan penundaan kewajiban pembayaran utang, Pengadilan dapat memasukkan ketentuan-ketentuan yang dianggap perlu untuk kepentingan para kreditur.

(2) Hakim Pengawas dapat melakukan hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setiap waktu selama adanya penundaan kewajiban pembayaran utang, berdasarkan:

a. prakarsa Hakim Pengawas;
b. permintaan pengurus; atau
c. permintaan satu atau lebih kreditur. Pasal 224 (1) Jika penundaan kewajiban pembayaran utang telah diberikan, Hakim Pengawas dapat mengangkat satu atau lebih ahli untuk melakukan pemeriksaan dan menyusun laporan tentang keadaan harta debitur dalam jangka waktu tertentu berikut perpanjangannya yang ditetapkan oleh Hakim Pengawas.

(2) Laporan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memuat pendapat yang disertai alasan yang lengkap tentang keadaan harta debitur dan dokumen yang telah diserahkan oleh debitur serta tingkat kesanggupan atau kemampuan debitur dapat memenuhi kewajibannya kepada para kreditur, dan laporan tersebut harus sedapat mungkin menunjukkan tindakan-tindakan yang harus diambil untuk dapat memenuhi tuntutan para kreditur.

(3) Para ahli harus menyediakan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) di kantor Panitera agar dapat diperiksa umum tanpa biaya, dan tiada biaya dipungut untuk menyediakan laporan tersebut.

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222 berlaku pula bagi para ahli. Pasal 225 Setiap 3 (tiga) bulan pengurus wajib melaporkan keadaan debitur, dan laporan tersebut harus disediakan pula di kantor Panitera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 ayat (3).
Jangka waktu pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperpanjang oleh Hakim Pengawas. Pasal 226 (1) Selama penundaan kewajiban pembayaran utang, tanpa diberi kewenangan oleh pengurus, maka debitur tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau pemindahan hak atas sesuatu bagian dari hartanya, dan jika debitur melanggar ketentuan ini, pengurus berhak untuk melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa harta debitur tidak dirugikan karena tindakan debitur tersebut.

(2) Kewajiban-kewajiban debitur yang dilakukan tanpa mendapatkan kewenangan dari pengurus yang timbul setelah dimulainya penundaan kewajiban pembayaran utang, hanya dapat dibebankan kepada harta debitur sepanjang hal itu menguntungkan para kreditur.

(3) Atas dasar kewenangan yang diberikan oleh pengurus, debitur dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga semata-mata dalam rangka meningkatkan nilai harta debitur.

(4) Apabila dalam melakukan pinjaman sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) perlu diberikan agunan, debitur dapat membebani hartanya dengan hak tanggungan, gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya, sepanjang pinjaman tersebut telah memperoleh persetujuan Hakim Pengawas.

(5) Pembebanan harta pailit dengan hak tanggungan, gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), hanya dapat dilakukan terhadap bagian harta debitur yang belum dijadikan jaminan utang. Pasal 227 (1) Bila debitur telah kawin dengan persatuan harta, maka yang termasuk harta kekayaan debitur ialah segala kekayaan dan beban dari persatuan harta tersebut.

(2) Dalam hal ini berlaku Pasal 60 dan Pasal 61. Pasal 228 (1) Selama berlangsungnya penundaan kewajiban pembayaran utang, debitur tidak dapat dipaksa membayar utang-utangnya sebagaimana dimaksud dalamn Pasal 231 dan semua tindakan eksekusi yang telah dimulai guna mendapatkan pelunasan utang, harus ditangguhkan.

(2) Kecuali telah ditetapkan tanggal yang lebih awal oleh Pengadilan berdasarkan permintaan pengurus, semua sitaan yang telah dipasang berakhir segera setelah ditetapkannya putusan penundaan kewajiban pembayaran utang secara tetap atau setelah persetujuan atas perdamaian telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, dan atas permintaan pengurus atau Hakim Pengawas, Pengadilan, jika masih diperlukan, wajib menetapkan pengangkatan sitaan yang telah dipasang atas barang-barang yang termasuk harta debitur.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berlaku pula terhadap eksekusi dan sitaan yang telah dimulai atas barang yang tidak dibebani agunan sekalipun eksekusi dan sitaan tersebut berkenaan dengan tagihan kreditur yang dijamin dengan hak tanggungan, gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya atau dengan hak yang harus diistimewakan berkaitan dengan kekayaan tertentu berdasarkan Undang-undang. Pasal 229 (1) Penangguhan pembayaran tidak menghentikan perkara yang sudah mulai diperiksa ataupun menghalangi pengajuan perkara yang baru.

(2) Walaupun demikian, dalam hal perkara yang semata-mata mengenai tuntutan pembayaran suatu piutang yang telah diakui oleh debitur itu sendiri, akan tetapi kreditur tidak mempunyai kepentingan untuk mendapatkan suatu putusan guna melaksanakan haknya terhadap pihak ketiga, setelah tentang pengakuan tersebut di atas dicatat, maka hakim dapat menangguhkan pengambilan putusan menganai hal itu sampai akhir penangguhan pembayaran itu.

(3) Debitur tidak boleh menjadi penggugat maupun tergugat dalam perkara-perkara mengenai hak dan kewajiban yang menyangkut harta kekayaannya, tanpa bantuan pihak pengurus. Pasal 230 (1) Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 231 A, penundaan kewajiban pembayaran utang tidak berlaku terhadap:

a. tagihan-tagihan yang dijamin dengan gadai, hak tanggungan, hak agunan atas kebendaanlainnya, atau tagihan yang diistimewakan terhadap barang-barang tertentu milik debitur;

b. tagihan biaya pemeliharaan, pengawasan atau pendidikan yang harus dibayar, dan Hakim Pengawas harus menentukan jumlah tagihan tersebut yang terkumpul sebelum penundaan kewajiban pembayaran utang yang bukan merupakan tagihan dengan hak untuk diistimewakan. (2) Dalam hal kekayaan yang diagunkan dengan hak gadai, hak tanggungan, dan hak agunan atas kebendaan lainnya tidak mencukupi untuk menjamin tagihan, maka para kreditur yang dijamin dengan agunan tersebut mendapatkan hak sebagai kreditur komkuren, termasuk mendapatkan hak untuk mengeluarkan suara selama penundaan kewajiban pembayaran utang berlaku. Pasal 231 Pembayaran semua utang lainnya yang sudaj ada sebelum pemberian penangguhan pembayaran, selama berlangsungnya penangguhan pembayaran ini, tidak boleh dilakukan selain berdasarkan perimbangan utangnya masing-masing dari semua kreditur tanpa mengurangi berlakunya kekuatan Pasal 171 ayat (3). Pasal 231 A Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 A berlaku mutatis mutandis terhadap pelaksanaan hak kreditur yang diistimewakan, dengan ketentuan bahwa penangguhan berlaku selama berlangsungnya penundaan kewajiban pembayaran utang. Pasal 232 (1) Barang siapa mempunyai utang dan piutang kepada debitur berdasarkan harta kekayaan debitur, boleh mengadakan perhitungan utang-piutang untuk pengurusannya, bila utang atau piutangnya itu telah terjadi sebelum mulai berlakunya penangguhan pembayaran itu.

(2) Tagihan yang ditujukan kepada Debitur, bila dianggap perlu, diselesaikan berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 258 dan Pasal 259. Pasal 233 (1) Seorang yang telah mengambil alih utang atau piutang dari harta kekayaan tersebut, sebelum mulai berlakunya penangguhan pembayaran, tidak boleh minta agar dilakukan perhitungan utang-piutang, bila sewaktu mengadakan pengambilalihan itu tidak dilakukan demi itikad baik.

(2) Sekali-kali tidak dapat dilakukan perhitungan utang-piutang yang pengambilalihannya terjadi kemudian sesudah ada penangguhan pembayaran.

(3) Dalam hal ini berlaku Pasal 54 dan Pasal 55. Pasal 234 (1) Dalam hal pada saat putusan penundaan kewajiban pembayaran utan ditetapkan terdapat perjanjian timbal-balik yang belum atau baru sebagian dipenuhi, maka pihak dengan siapa debitur mengadakan perjanjian dapat meminta kepada pengurus untuk memberikan kepastian mengenai kelanjutan pelaksanaan perjanjian yang bersangkutan dalam jangka waktu yang disepakati oleh pengurus dan pihak tersebut.

(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan mengenai jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Hakim Pengawas menetapkan jangka waktu tersebut.

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) pengurus tidak memberikan jawaban atau tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan perjanjian tersebut, maka perjanjian berakhir dan pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat menuntut ganti rugi sebagai kreditur konkuren.

(4) Apabila pengurus menyatakan kesanggupannya, maka pengurus memberikan jaminan atas kesanggupannya untuk melaksanakan perjanjian tersebut.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) tidak berlaku terhadap perjanjian yang mewajibkan debitur melakukan sendiri perbuatan yang diperjanjikan. Pasal 235 Bila dalam hal yang dimaksud dalam pasal yang lalu, telah diadakan perjanjian untuk menyerahkan barang-barang dagangan yang diperdagangkan di bursa dengan penyebutan tenggang waktunya, dan penyerahan itu akan dilakukan menjelang suatu saat atau dalam tenggang waktu yang ditentukan, sedangkan saat itu tiba atau tenggang waktu itu berakhir sesudah mulai berlakunya penangguhan pembayaran, maka hapuslah perjanjian itu dengan pemberian penangguhan pembayaran yang masih sementara dan pihal lawan boleh dengan begitu saja mengajukan tuntutan ganti rugi menurut ketentuan dalam Pasal 231. Jika karena terhapusnya perjanjian tersebut, harta kekayaan debitur menderita kerugian, maka pihak lawan wajib mengganti kerugiannya itu. Pasal 236 (1) segera setelah penangguhan pembayaran dimulai, debitur yang menjadi penyewa suatu barang dengan mengindahkan ketentuan dalam Pasal 226, dapat megakhiri sewa tersebut untuk sementara, asalkan pemberitahuan untuk menghentikan sewa itu dilakukan menjelang suatu waktu persetujuan itu akan berakhir menurut kelaziman setempat. Selain itu, pada waktu pemberitahuan penghentian itu harus diindahkan pula tenggang waktu yang telah diperjanjikan menurut persetujuan atau menurut kelaziman setempat, dalam pengertian bahwa sedikit-dikitnya suatu tenggang waktu selama tiga bulan sudah dianggap cukup untuk itu. Bila uang sewa telah dibayar sebelumnya, maka sewa tersebut tidak boleh dihentikan sampai menjelang hari akhir waktu untuk mana pembayaran uang muka itu telah dilakukan.

(2) Sejak dimulai penangguhan pembayaran, uang sewa menjadi utang harta kekayaan. Pasal 237 (1) Segera setelah penundaan kewajiban pembayaran utang dimulai, maka debitur berhak untuk memutuskan hubungan kerja dengan karyawannya, dengan mengindahkan ketentuan Pasal 226 dan tenggang waktu yang telah disetujui atau yang diisyaratkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan pengertian bahwa bagaimanapun juga hubungan kerja itu boleh diakhiri dengan pemberitahuan penghentian hubungan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan yang berlaku.

(2) Sejak mulai berlakunya penundaan kewajiban pembayaran utang, maka gaji serta biaya lain yang timbul dalam hubungan kerja tersebut menjadi utang harta debitur. Pasal 238 (1) Pembayaran kepada debitur yang kepadanya telah diberikan penangguhan pembayaran sementara akan tetapi hal ini belum diberitahukan atau diumumkan, untuk memenuhi perikatan yang diterbitkan sebelum adanya penangguhan pembayaran kepada debitur, membebaskan pelakunya dari harta kekayaan selama ia dapat membuktikan bahwa ia tidak tahu tentang adanya penangguhan pembayaran sementara itu.

(2) Pembayaran seperti dimaksudkan pada ayat yang lalu dan yang dilakukan sesudah adanya pengumuman tentang penangguhan pembayaran itu, tidak membebaskan harta kekayaan, kecuali bila pelakunya dapat membuktikan bahwa pengumuman penangguhan pembayaran yang telah dilakukan menurut perundang-undangan yang berlaku itu, tidak dapat diketahui di tempat tinggalnya; hal demikian ini tidak mengurangi hak para pengurus untuk membuktikan bahwa pengumuman demikian sesungguhnya dapat diketahuinya.

(3) Bagaimanapun segala pembayaran yang dilakukan kepada debitur membebaskan pelakunya terhadap harta kekayaan, sekedar yang dibayarkan membawa keuntungan bagi harta kekayaan itu. Pasal 239 Penangguhan pembayaran tidak berlaku untuk keuntungan para peserta debitur dan para penanggung. Pasal 240 (1) Setelah penundaan kewajiban pembayaran utang itu dapat diakhiri, baik atas permintaan Hakim Pengawas, atau atas permohonan pengurus atau satu atau lebih kreditur , atau atas prakarsa Pengadilan sendiri, dalam hal:

a. debitur, selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang, bertindak dengan itikad buruk dalam melakukan pengurusan terhadap hartanya;

b. debitur mencoba merugikan para krediturnya;

c. debitur melakukan pelanggaran ketentuan Pasal 226 ayat (1);

d. debitur lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diwajibkan kepadanya oleh Pengadilan pada saat atau setelah penundaan kewajiban pembayaran utang diberikan, atau lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diisyaratkan oleh para pengurus demi kepentingan harta debitur;

e. selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang, keadaan harta debitur ternyata tidak lagi memungkinkan dilanjutkannya penundaan kewajiban pembayaran utang; atau

f. keadaan debitur tidak dapat diharapkan untuk memenuhi kewajibannya terhadap para kreditur pada waktunya. (2) Dalam keadaan sebagaimana tersebut dalam ayat (1) huruf a dan e, pengurus wajib mengajukan permohonan pengakhiran penundaan kewajiban pembayaran utang.

(3) Pemohon, Debitur dan Pengurus harus didengar atau dipanggil sebagaimana mestinya, dan panggilan dikeluarkan oleh Panitera pada tanggal yang ditetapkan oleh pengadilan.

(4) Putusan Pengadilan harus memuat alasan-alasan yang menjadi dasar putusan tersebut.

(5) Jika penundaan kewajiban pembayaran utang diakhiri berdasarkan ketentuan Pasal ini, debitur harus dinyatakan pailit dalam putusan yang sama.

(6) Permohonan pengakhiran penundaan kewajiban pembayaran uatang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus selesai diperiksa dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari terhitung sejak pengajuan permohonan tersebut dan putusan Pengadilan harus diberikan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari sejak selesainya pemeriksaan. Pasal 241 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11 berlaku mutatis mutandis terhadap putusan pengakhiran penundaan kewajiban pembayaran utang. Pasal 242 Segera setelah ketetapan pencabutan penangguhan pembayaran itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti, ketetapan tersebut harus diiklankan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 215. Pasal 243 (1) Jika Pengadilan menganggap bahwa sidang permohonan pengakhiran penundaan kewajiban pembayaran utang tidak dapat diselesaikan sebelum tanggal para kreditur didengar sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 214 ayat (3), Pengadilan wajib memerintahkan agar para kreditur diberitahu secara tertulis, bahwa mereka tidak dapat didengar pada tanggal tersebut.

(2) Jika diperlukan, Pengadilan kemudian akan menetapkan selekasnya tanggal lain untuk sidang dan dalam hal demikian para kreditur wajib dipanggil oleh pengurus. Pasal 244 (1) Setiap waktu debitur berhak memohon kepada Pengadilan agar dicabut penangguhan pembayaran dengan alasan bahwa keadaan harta kini sudah sedemikian rupa, hingga ia dapat melakukan pembayaran-pembayaran lagi. Keterangan para pengurs dan para kreditur dalam hal pemberian penangguhan pembayaran secara tetap, akan didengar atau mereka dipanggil secara layak.

(2) Panggilan ini dilakukan dengan surat dinas tercatat oleh panitera menjelang hari yang telah ditetapkan oleh pengadilan. Pasal 245 (1) selama penangguh pembayaran, tidak boleh diajukan permohonan pernyataan pailit dengan begitu saja.

(2) Bila berdasarkan salah satu ketentuan dalam bab ini pernyataan pailit itu ditetapkan, maka berlaku pasal 13; bila berdasarkan ketentuan tersebut pernyataan pailit dibatalkan, berlaku pasal 12 dan pasal 14 (Rfv 217-5, 240-4, 274 dan seterusnya). Pasal 246 (1) Jika kepailitan dinyatakan sesuai dengan ketentuan bab ini, atau dalam waktu 2 (dua) bulan setelah pengakhiran suatu penundaan kewajiban pembayaran utang, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:

a. jangka waktu tersebut dalam pasal 24 dan pasal 44 harus dihitung telah dimulai sejak permulaan berlakunya penundaan kewajiban pembayaran utang;

b. kurator mempunyai kewenangan yang diberikan kepada pengurus sesuai pasal 226 ayat (1);

c. perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur, setelah diberi kewenangan oleh pengurus untuk melakukannya harus dianggap sebagai perbuatan hukum yang dialkukan oleh kurator, dan utang harta debitur yang terjadi selama berlangsungnya penundaan kewajiban pembayaran utang merupakan utang harta pailit;

d. kewajiban debitur yang timbul selama jangka waktu penundaan kewajiban pembayaran utang tanpa adanya pemberian kewenangan oleh pengurus tidak dapat dibebankan terhadap harta debitur, kecuali hal tersebut membawa akibat yang menguntungkan bagi harta debitur. (3) Apabila permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang diajukan dalam waktu 2 (dua) bulan setelah berakhirnya penundaan kewajiban pembayaran utang sebelumnya, maka ketentuan ayat (1) berlaku pula bagi jangka waktu penundaan kewajiban pembayaran utang berikutnya.

Mulai Maret 2011, Permohonan Kasasi/PK Harus Disertai Dokumen Elektronik

Upaya percepatan penyelesaian perkara terus menerus dilakukan oleh Mahkamah Agung. Kali ini, pendekatan yang tempuh MA melalui pengaturan prosedur kelengkapan berkas permohonan kasasi dan peninjauan kembali. Melalui SEMA No 14 Tahun 2010, MA mewajibkan pengadilan untuk menyertakan dokumen elektronik dalam berkas permohonan kasasi dan peninjauan kembali. Pengabaian ketentuan ini akan berakibat dikembalikannya berkas tersebut ke pengadilan pengaju, atau dengan kata lain berkas dinyatakan tidak lengkap. Ketentuan ini akan mulai berlaku 1 Maret 2010.
Lahirnya SEMA yang bertitel Dokumen Elektronik Sebagai Kelengkapan Permohonan Kasasi dan Peninjauan Kembali tersebut dilatarbelakangi pada alasan meningkatkan efisiensi proses minutasi perkara. Berdasarkan data pada kepaniteraan MA, rata-rata waktu penyelesaian berkas setelah diputus masih memerlukan waktu diatas 3 (tiga) bulan. Hal ini terjadi karena dalam penyusunan putusan, dilakukan pengetikan kembali dakwaan, memori kasasi, gugatan, dll yang jumlahnya bisa berpuluh bahwa ratusan halaman.
Beberapa poin penting dari SEMA Nomor 14 Tahun 2010 tertanggal 30 Desember 2010, adalah sebagai berikut:

Terhitung mulai tanggal 1 Maret 2011 seluruh berkas kasasi/peninjauan kembali yang diajukan ke Mahkamah Agung harus menyertakan dokumen elektronik (compact disc, flash disc, e-mail, dll) sebagai berikut:

Dokumen elektronik untuk permohonan kasasi/peninjauan kembali perkara perdata/perdata khusus/ perdata agama/tata usaha negara/pajak, meliputi: putusan pengadilan tingkat pertama, dan putusan pengadilan tingkat banding.

Dokumen elektronik untuk permohonan kasasi/peninjauan kembali perkara pidana/ pidana khusus/ militer, meliputi: putusan pengadilan tingkat pertama putusan pengadilan tingkat banding, dan surat dakwaan jaksa.

Keberadaan dokumen elektronik tersebut menjadi kelengkapan dari bundel B, sehingga apabila dokumen elektronik tersebut tidak disertakan dalam berkas, Mahkamah Agung akan menyatakan berkas tersebut tidak lengkap dan dikembalikan ke pengadilan pengaju;

Selain itu, mengingat pentingnya naskah memori kasasi/Peninjauan Kembali dalam upaya meningkatkan efisiensi proses pemberkasan, maka setiap Ketua Pengadilan diharapkan bisa mendorong agar para pihak dapat menyerahkan juga softcopy memori Kasasi/Peninjauan Kembali bersamaan dengan penyerahan berkas (hard copy) memori Kasasi/Peninjauan Kembali.

Untuk itu diperintahkan kepada seluruh Ketua Pengadilan tingkat pertama dan banding dari empat lingkungan peradilan untuk memastikan bahwa unit kerja yang berada di bawah kewenangan pembinaannya sebagai berikut:

• secara teratur menyelenggarakan pengelolaan naskah elektronik putusan pengadilannya sebagai bagian dari pengelolaan pengarsipan.

• memastikan kepatuhan pengiriman dokumen elektronik pada berkas Kasasi/ Peninjauan Kembali.

• melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi terhadap kepatuhan dan kelancaran proses pengelolaan dan pengiriman naskah elektronik di pengadilan.

Untuk detail teknis pelaksanaan prosedur pengiriman, Panitera Mahkamah Agung Republik Indonesia akan mengatur prosedur dan tata kelola naskah elektronik dan secara berkala meninjau dan mengatur ulang prosedur tersebut pada tingkat pengadilan tingkat pertama, banding dan Mahkamah Agung.

sumber ; http://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id

Monday, June 13, 2011

Prosedur Mengajukan Remisi

Remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan (lihat Pasal 1 ayat [6] PP No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan – PP 32/1999).
 
Remisi diberikan oleh Menteri Hukum dan HAM setelah mendapat pertimbangan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Pemberian Remisi ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Demikian ketentuan Pasal 34A PP No. 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas PP 32/1999 (“PP 28/2006”) dan Pasal 1 Keputusan Presiden No. 174 Tahun 1999 tentang Remisi.
 
Pihak yang berhak memperoleh remisi adalah sebagai berikut:
1.      Narapidana dan Anak Pidana (lihat Pasal 14 ayat [1] huruf i dan Pasal 22 ayat [1] UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan), dan
2.      Narapidana dan Anak Pidana yang tengah mengajukan permohonan grasi sambil menjalankan pidananya serta Narapidana dan Anak Pidana Asing (lihat Pasal 11 Keputusan Presiden No. 174 Tahun 1999 tentang Remisi).
 
Persyaratan agar dapat mengajukan Remisi adalah sebagai berikut
1.      Narapidana atau Anak Pidana berhak mendapatkan Remisi apabila:
-        Berkelakuan baik; dan
-        Telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan.
Remisi dapat pula diberikan apabila Narapidana atau Anak Pidana melakukan perbuatan yang membantu kegiatan LAPAS
2.      Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, diberikan Remisi apabila:
-        Berkelakuan baik; dan
-        Telah menjalani 1/3 (satu per tiga) masa pidana.
(Dasar hukum: Pasal 34 PP 28/2006)
 
Ada lima jenis Remisi, yaitu;
1.      Remisi Umum: diberikan pada hari peringatan kemerdekaan RI, 17 Agustus.
2.      Remisi Umum Susulan: Remisi Umum yang diberikan kepada narapidana dan anak pidanan yang pada tanggal 17 Agustus telah menjalani masa penahanan paling singkat 6 (enam) bulan dan belum menerima putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap
3.      Remisi Khusus: diberikan pada hari besar keagamaan yang dianut oleh Narapidana dan Anak Pidana yang bersangkutan. Jika terdapat lebih dari satu macam hari besar keagamaan dalam setahun untuk suatu agama tertentu, maka akan dipilih hari besar yang paling dimuliakan oleh penganut agama yang bersangkutan.
4.      Remisi Khusus Susulan: Remisi Khusus yang diberikan kepada narapida dan anak pidana yang pada hari besar keagamaan sesuai dengan agama yang dianutnya telah menjalani masa penahanan paling singkat 6 (enam) bulan dan belum menerima putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap
5.      Remisi Tambahan: kedua Remisi di atas dapat ditambah apabila Narapidana atau Anak Pidana yang bersangkutan selama menjalani pidana:
-        Berbuat jasa kepada Negara;
-        Melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi Negara atau kemanusiaan; dan
-        Melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan.
(Dasar hukum: Pasal 2 dan Pasal 3 Keputusan Presiden No. 174 Tahun 1999 tentang Remisi serta Pasal 1 Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.HH-01.PK.02.02 Tahun 2010 tentang Remisi Susulan).
 
Prosedur atau tata cara untuk mengajukan remisi adalah sebagai berikut:
A.     Remisi Umum:
1.      Usul remisi diajukan kepada Menteri Hukum dan Perundang-undangan oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Kepala Rumah Tahanan Negara, atau Kepala Cabang Rumah Tahanan Negara melalui Kepala Kantor Departemen Hukum dan HAM.
2.      Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang remisi diberitahukan kepada Narapidana dan Anak Pidana pada hari peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus bagi mereka yang diberikan remisi pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia atau pada hari besar keagamaan yang dianut oleh Narapidana dan Anak Pidana yang bersangkutan.
3.      Jika terdapat keraguan tentang hari besar keagamaan yang dianut oleh Narapidana atau Anak Pidana, Menteri Hukum dan Perundang-undangan mengkonsultasikannya dengan Menteri Agama.
(Dasar hukum: Pasal 13 Keputusan Presiden No. 174 Tahun 1999 tentang Remisi).
 
B.      Remisi Susulan:
1.      Remisi Susulan hanya diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana yang belum pernah menerima remisi.
2.      Pengusulan Remisi Susulan dilakukan oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Kepala Rumah Tahanan Negara, atau Kepala Cabang Rumah Tahanan Negara.
3.      Pengusulan Remisi Khusus dilakukan dengan mengisi formulir Remisi Umum Susulan sebagaimana terlampir dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. M.HH-01.PK.02.02 Tahun 2010 tentang Remisi Susulan.
4.      Usulan Remisi Susulan tersebut kemudian dibuatkan keputusan oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
5.      Keputusan Kanwil tersebut kemudian dilaporkan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan
6.      Remisi Susulan ditetapkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
(Dasar Hukum: Pasal 6 s.d. Pasal 9 Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.HH-01.PK.02.02 Tahun 2010 tentang Remisi Susulan).

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1425