Monday, January 24, 2011

Notaris Diminta Waspadai Pencucian Uang Lewat Pembelian Saham

Mengantisipasi tindak pidana pencucian uang, Departemen Hukum dan HAM (Depkumham) menghimbau notaris agar tidak sembarangan mengeluarkan akta pendirian Perseroan Terbatas (PT). Ada kemungkinan uang hasil kejahatan dicuci di PT dengan cara membeli saham, terang Syamsudin Manan Sinaga, Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Depkumham, saat ditemui usai rapat evaluasi dengan Tim Asia Pacific Group on Money Laundering Mutual Evaluation, Rabu (7/11) di Gedung Depkumham, Jalan Rasuna Said Kuningan.

Menurut Syamsudin, modus pembelian saham memudahkan pelaku pencucian uang untuk memindahkan uangnya. Jika berbentuk saham, otomatis itu (uang hasil kejahatan) menjadi sah, sehingga mudah dipindahkan sesuai keinginan pelaku tindak pidana, terang mantan hakim itu.

Notaris selaku pencatat besaran modal dan saham dalam akta PT menjadi ujung tombak dalam menyaring pendirian perseroan yang mencurigakan. Jika ada transaksi yang mencurigakan hati-hati. Jangan gampang membuat akta, tegas Syamsudin.

PPATK sendiri sudah mewanti-wanti berbagai modus pencucian uang, termasuk pendirian shell company, investasi di pasar modal, atau bisnis narkotika. Notaris sebagai profesi yang tugasnya terkait pendirian perusahaan dan jual beli saham diminta mewaspadai kemungkinan terjadinya pencucian uang.

Apalagi kepolisian, kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi sudah kerap meminta data perseroan kepada Ditjen AHU. Mungkin mereka mencurigai ada perseroan melakukan perbuatan melawan hukum, kemungkinan berkaitan dengan pencucian uang, terangnya.

Begitupula dengan pendirian yayasan. Transaksi pencucian uang bisa dilacak dari modal dan aliran dana yang mengucur ke yayasan. Syamsudin mencontohkan, pendirian yayasan minimal bermodalkan Rp20 juta. Jika modal yang dimasukan berlebih, harus dicurigai dana itu dialirkan untuk kegiatan apa. Jangan sampai yayasan dipakai untuk menerima bantuan yang digunakan untuk kepentingan yang melawan hukum, tegas Syamsudin. Sebab, prinsipnya yayasan bergerak di bidang  social, keagamaan, dan kemanusiaan.

Syamsudin menuturkan Tim Asia Pacific Group sempat mengkhawatirkan  pengawasan terhadap yayasan. Pasalnya, monitoring kegiatan yayasan hanya dilakukan oleh masyarakat dan instansi yang mengeluarkan izin pendirian yayasan.

Menjawab itu, Syamsudin menegaskan tidak perlu ada kekhawatiran. Meski masyarakat tidak melaporkan kegiatan yayasan yang melenceng ke kepolisian. Demi kepentingan hukum  jaksa dapat melaporkan yayasan ke pengadilan untuk diminta  pertanggungjawaban baik perdata atau pidana, tegas anggota Majelis Pengawas Notaris Pusat itu.

Cekal
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Imigrasi, Baasyir Ahmad Barmawi, menyatakan pihak imigrasi hanya berperan sebagai pendukung dalam memerangi kejahatan pencucian uang. Dukungan itu dilakukan lewat sistem cekal (cegah dan tangkal) terhadap pelaku kejahatan. Imigrasi akan memasukkan orang yang menjadi tersangka atau terdakwa dalam daftar cekal atas permintaan institusi yang menangani kasus pencucian uang. Kita mensupport institusi itu untuk mencekal, kata Baasyir.

Saat ini, imigrasi tengah mengintegrasikan semua data paspor, visa, dan izin tinggal dengan sistem cekal. Baasyir menargetkan akan selesai pertengahan Desember 2007. Saat ditanya, berapa jumlah orang yang dicekal terkait dengan pencucian uang, Baasyir tidak bisa memberi jawaban pasti Kami tidak tahu masalah itu secara detail, katanya. Baasyir menyatakan imigrasi hanya memiliki data jumlah orang yang dicekal.

Hingga Oktober 2007, Ditjen Imigrasi menerima 546 permintaan pencegahan ke luar negeri. Permintaan itu antara lain dari Depkumham 19 orang, Depkeu 67 orang, Kejagung 391 orang, Polri 6 orang, dan dari KPK 63 orang. Sedangkan jumlah permintaan penangkalan masuk ke Indonesia total ada 1.088 orang, yaitu Depkumham 985 orang, dari Kejagung 90 orang, dan dari TNI ada 13 orang.

Puas
Tim Asia Pacific Group on Money Laundering menyatakan puas dengan langkah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkumham) dalam memerangi tindak pidana pencucian uang. "Mereka puas dengan apa yang sudah dilakukan dari sisi regulasi yang akan dibuat dan sedang dibahas di DPR tentang revisi UU TPPU (Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang), juga terorisme. Juga di tingkat aplikasi dan kebijakan," kata Syamsudin.

Tim pengawas tindak pidana pencucian uang untuk Asia Pasifik melakukan pengawasan terhadap sembilan negara yang pernah masuk daftar Non Cooperative Countries and Territories (NCCTs). Pada 2001, Indonesia dimasukkan dalam daftar hitam NCCTs bersama Cook Islands, Mesir, Guatemala, Myanmar, Nauru, Nigeria, Filipina, dan Ukraina.

Pada Februari 2005, Indonesia resmi keluar dari daftar hitam itu. Keberhasilan ini diklaim sebagai hasil jerih payah Indonesia karena telah berusaha memenuhi 40 ketentuan yang telah direkomendasikan FATF (Financial Action Task Force). Keberhasilan ini juga dinilai merupakan hasil kesuksesan lobi yang telah dilakukan pemerintah Indonesia terhadap negara-negara anggota FATF. Jika Indonesia meningkatkan upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang, persepsi negara asing terhadap Indonesia akan semakin baik, tandas Syamsudin. 

Sumber: http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol17939/notaris-diminta-waspadai-pencucian-uang-lewat-pembelian-saham

No comments:

Post a Comment

No SARA please..