Thursday, May 19, 2011

Jenis - Jenis Sita

A.     SITA JAMINAN

1.      Conservatoir Beslag.
Penyitaan atas suatu barang untuk menjaga kemungkinan agar  barang tersebut  tidak dihilangkan/dipindah tangankan selama perkara masih berlangsung dan belum adanya putus  pengadilan atau belum mempunyai kekuatan hukum tetap, yang mana barang tersebut  antara lain adalah benda bergerak dan benda tidak bergerak, dengan tujuan untuk melindungi kepentingan penggugat agar gugatannya tidak hampa (illusoir).

2.      Sita Revindicatoir.
Sita yang dilakukan terhadap barang/benda bergerak milik penggugat yang ada di tangan atau dibawah kekuasaan tergugat dengan melawan hukum.

3.      Sita Marital.
Sita yang dilakukan terhadap seluruh barang/benda milik bersama suami isteri yang meliputi benda bergerak dan benda tidak bergerak.
Hak Mengajukan Sita Marital
·            Hak mengajukan gugatan Marital Beslag timbul apabila terjadi perceraian;
·            Marital Beslag harus meliput seluruh harta, baik yang ada di tangan isteri maupun  ditangan suami;
·            Marital Beslag tidak menjangkau harta pribadi, sepanjang harta pribadi tersebut berada di tangan tergugat;
·            Permohonan sita marital yang diajukan secara parcial/sebagian tidak dapat diterima.

4.      Sita Persamaan.
Sita yang dilakukan atas barang yang terhadapnya telah diletakkan sita yang lain atau terhadap barang yang digunakan, karena barang tersebut tidak dapat lagi diletakkan sita jaminan.

5.      Sita atas surat-surat berharga.
Sita yang dilakukan atas surat-surat berharga seperti tabungan, cek, saham, obligasi, wesel, dll.

6.      Rejdende Beslag.
Bentuk khusus dari sita jaminan yang ditandai dengan kekhususan dari segi objek sitaan, penjagaan serta pengawasan sitaan tersebut. Objek sita ini adalah harta tergugat dalam bentuk perusahaan, hakekatnya objek sitaan adalah barang tidak bergerak.

7.      Sita atas pihak ketiga.
Sita terhadap barang-barang yang berada ditangan pihak ketiga dengan maksud untuk menghindari itikad tidak baik tergugat dengan cara menitipkannya kepada pihak ketiga.

B.     SITA EKSEKUSI
Sita yang dilakukan setelah perkara mempunyai kekuatan hukum tetap atas barang yang belum diletakkan sita jaminan, sedangkan terhadap barang yang sebelumnya telah diletakkan sita, maka ketika putusan mempunyai kekuatan hukum tetap otomatis menjadi sita eksekusi.

Perbedaan Sita Jaminan dengan Sita Eksekusi :

·        Sita Jaminan dimaksudkan agar gugatan tidak hampa, sedangkan sita eksekusi dimaksudkan agar harta tersebut dapat dilelang untuk memenuhi melaksanaan putusan pengadilan;
·        Sita Jaminan hanya bisa dilakukan sebelum mempunyai kekuatan hukum tetap, sedangkan Sita Eksekusi hanya dapat dilakukan setelah mempunyai kekuatan hukum tetap;
·        Sita jaminan dapat diterapkan dalam beberapa jenis, yaitu : Sengketa Milik, Utang Piutang, dan Ganti Rugi, sedangkan Sita Eksekusi dapat dilakukan terhadap jenis perkara sengketa utang piutang dan ganti rugi, serta sengketa hak milik yang sebelumnya belum diletakkan sita jaminan;
·        Kewenangan memerintahkan sita jaminan ada pada Ketua Majelis Hakim, sedangkan sita eksekusi ada pada Ketua Pengadilan.


Persamaan Sita Jaminan dan Sita Eksekusi :

·        Pelaksanaan dimulai dari barang bergerak, bila belum mencukupi, baru dilakukan terhadap barang tidak bergerak;
·        Persamaan dalam tatacara sita;
·        Pendaftaran berita acara sita;
·        Larangan memindahkan atau membebani harta tersita;
Larangan menyita hewan dan perkakas yang sungguh-sungguh dipakai sebagai alat mata pencaharian.

Gugatan Dalam Rekonpensi (Gugat Balik Atau Gugat Balasan)

Gugatan rekonpensi harus diajukan bersama-­sama dengan jawaban selambat-lambatnya sebe­lum pemeriksaan mengenai pembuktian, baik ja­waban secara tertulis maupun lisan (pasal 132 b HIR/pasal 158 Rbg).
Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak diajukan gugatan dalam rekonpensi, maka dalam pemeriksaan tingkat banding tidak diizinkan lagi untuk mengajukan gugatan balik.
Kedua gugatan (dalam konpensi dan dalam re­konpensi diperiksa bersama-sama dan diputus dalam satu putusan.
Akan tetapi Hakim dapat memeriksa gugatan yang satu terlebih dahulu, yaitu jika gugatan yang satu ini dapat diselesaikan terlebih dahulu dari yang lain, yang mungkin masih menung­gu saksi yang ada diluar negeri atau saksi yang sakit, kedua perkara itu tetap diadili oleh majelis Hakim yang sama.
Antara gugatan dalam konpensi dan gugatan dalam rekonpensi tidak diharuskan ada hubung­an. Gugatan dalam rekonpensi dapat berdiri sen­diri dan oleh tergugat sebenarnya dapat diaju­kan tersendiri, menurut acara biasa kapan saja.
Apabila gugatan konpensi dicabut, maka gugatan rekonpensi tidak bisa dilanjutkan.

Sumber: Mahkamah Agung, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan (Buku II), Cet. II, 1997.

YURISPRUDENSI Tentang Gugatan Rekonpensi

  1. Putusan MA-RI No.476.K/Sip/1972, tanggal 22 Oktober 1973 :
    Karena Penggugat asal bukan pihak yang bersangkutan dalam perkara (i.e. bukanlah pemilik persil terperkara), maka gugatan Rekonpensi terhadapnya tidak mungkin dikabulkan;

  1. Putusan MA-RI No.239.K/Sip/1968, tanggal 15 Maret 1969 :
    Gugatan Rekonpensi dapat diajukan selama masih berlangsung jawab-menjawab, karena dalam Pasal 158 RBg./132 HIR hanya disebut “jawaban” saja dan misalnya Duplik-pun merupakan jawaban, meskipun jawaban pertama;

  1. Putusan MA-RI No.642.K/Sip/1972, tanggal 18 April 1973 :
    Karena gugatan Rekonpensi diajukan setelah 8 kali sidang dan setelah pendengaran saksi-saksi, gugatan Rekonpensi tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima;

  1. Putusan MA-RI No.1057.K/Sip/1973, tanggal 25 Maret 1973
    Karena gugatan dalam Rekonpensasi tidak didasarkan atas inti gugatan dalam kompetensi melainkan berdiri sendiri (terpisah), dengan tidak dapat diterimanya gugatan dalam Konpensi, tidak dengan sendirinya gugatan dalam Rekonpensi ikut tidak dapat diterima;

  1. Putusan MA-RI No.551.K/Sip/1974, tanggal 10 Juli 1975 :
    Karena Surat Kuasa Penggugat dalam Konpensi tidak memenuhi syarat yang ditentukan Undang-undang, sehingga formalitas dalam mengajukan gugatan tidak dipenuhi, dengan sendirinya gugatan Rekonpensi dari Tergugat untuk seluruhnya tidak perlu dipertimbangkan dan harus pula dinyatakan tidak dapat diterima;

  1. Putusan MA-RI No.466.K/Sip/1973, tanggal 28 Nopember 1973 :
    Karena gugatan dalam Konpensi ditujukan kepada Tergugat dalam Konpensi pribadi, gugatan Rekonpensi yang diajukan oleh Penggugat dalam Rekonpensi/Tergugat dalam Konpensi dalam kedudukannya yang berhubungan dengan perusahaan Citrawati tersebut berdasarkan Pasal 131 a HIR harus dinyatakan dapat diterima;

  1. Putusan MA-RI No.291.K/Sip/1978, tanggal 24 April 1979 :
    Karena pengadilan Negeri belum memeriksa dan memutus dalam tingkat pertama mengenai gugatan balik (Rekonpensi) dalam perkara ini, kepadanya diperintahkan untuk membuka kembali sidang dalam perkara ini untuk memeriksa dan memutus gugatan balik tersebut;

  1. Putusan MA-RI No.1527.K/Sip/1976, tanggal 2 Agustus 1977 :
    Karena gugatan Rekonpensi yang telah diputus oleh Judex Facti sangat erat hubungannya dengan gugatan Konpensi; sedang gugatan Konpensi ini tidak/belum diperiksa, karena dinyatakan tidak dapat diterima; maka gugatan Rekonpensi mestinya tidak dapat diperiksa dan diputus sebelum gugatan Kompensinya diperiksa/diputus;

  1. Putusan MA-RI No.512.K/Sip/1972, tanggal 14 April 1973 :
    Dalam amar putusan Pengadilan Tinggi yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri yang ada gugatan Konpensi da Rekonpensi, juga harus menyebutkan “Dalam Konpensi”;

  1. Putusan MA-RI No.1069.K/Sip/19772, tanggal 2 April 1973 :
    Penolakan gugatan Konpensi, tidak harus bersifat penolakan gugatan dalam Rekonpensi;

  1. Putusan MA-RI No.550.K/Sip/1979,
    Petitum tentang ganti rugi harus dinyatakan tidak dapat diterima karena tidak diadakan rincian mengenai kerugian-kerugian yang dituntut; Gugatan Rekonpensi harus dinyatakan tidak dapat diterima karena dalam gugatan balik dituntut pula orang-orang yang tidak menjadi pihak dalam perkara ini;

  1. Putusan MA-RI No.209.K/Sip/1970, tanggal 6 Maret 1971 :
    Suatu tuntutan baru (Rekonpensi) tidak dapat diajukan dalam tingkat kasasi;

  1. Putusan MA-RI No.104.K/Sip/1968,
    Dengan tidak memberi putusan terhadap tuntutan dalam Rekonpensi, Pengadilan telah tidak melaksanakan Ps.132 b HIR dan putusan Pengadilan yang bersangkutan harus dibatalkan;

  1. Putusan MA-RI No.631.K/Sip/1973, tanggal 13 Agustus 1973 :
    Karena Pengadilan Tinggi belum memutuskan gugatan Rekonpensi, putusan Pengadilan Tinggi harus diperbaiki dan MA-RI akan memeriksa dan memutus sendiri gugatan Rekonpensi tersebut.

  1. Putusan MA-RI No.1043.K/Sip/1972, tanggal 11 Juni 1973 :
    Dengan diajukannya permohonan banding oleh Penggugat asal/Tergugat dalam Rekonpensi, perkara harus diperiksa secara keseluruhannya, baik dalam Konpensi maupun dalam Rekonpensi;

  1. Putusan MA-RI No.1176.K/Pdt/1986, tanggal 29 Pebruari 1988 :
    Belum waktunya mengajukan gugatan Rekonpensi.
    Bahwa dalam gugatan Rekonpensi Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi tidak salah menerapkan hukum, karena dalam persidangan Neraca dan perhitungan Laba-Rugi belum dibuat sehingga belum waktunya untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan;

  1. Putusan MA-RI No.3306.K/Pdt/1986, tanggal 14 Mei 1987 :
    - Gugatan Rekonpensi harus disebut secara tegas;
    - Terhadap alasan Pemohon Kasasi II.
    Meskipun menurut RID tidak secara tegas ditentukan syarat-syarat untuk gugatan, tetapi pihak lawan harus mengerti ada gugatan Rekonpensi diajukan terhadapnya;

  1. Putusan MA-RI No.1057.K/Sip/1973, tanggal 25 Maret 1976 :
    Pertimbangan Pengadilan Tinggi yang dibenarkan Mahkamah Agung. Karena Pembanding I tidak dapat membuktikan adanya kerugian materiil akibat perbuatan Terbanding I, gugatan Rekonpensi (ganti rugi karena PMH) harus ditolak;
Sumber : http://konsultasihukum2.wordpress.com/2010/10/30/yurisprudensi-tentang-gugatan-rekonpensi/

Asas-Asas Hukum Acara di Indonesia (PTUN,Pidana,Perdata)


Asas dalam Hukum Acara PTUN

  • “Asas praduga rechtmatig (benar menurut hukum, presumptio iustea causa), asas ini menganggap bahwa setiap tindakan penguasa selalu harus dianggap berdasarkan hukum (benar) sampai ada pembatalan. Dalam asas ini gugatan tidak menunda pelaksanaan KTUN yang digugat (Pasal 67 ayat (1) UU No.5 tahun 1986);
  • “Asas pembuktian bebas”. Hakimlah yang menetapkan beban pembuktian. Hal ini berbeda dengan ketentuan 1865 BW (lihat Pasal 101, dibatasi ketentun Pasal 100;
  • ”Asas keaktifan hakim (dominus litis)”. Keaktifan hakim dimaksudkan untuk mengimbangi kedudukan para pihak yang tidak berimbang (lihat Pasal 58, 63, ayat (1) dan (2), Pasal 80 dan Pasal 85)
  • ”Asas putusan pengadilan mempunyai kekuatan mengikat (erga omnes)”. Sengketa TUN adalah sengketa hukum publik. Dengan demikian putusan pengadilan berlaku bagi siapa saja-tidak hanya bagi para pihak yang bersengketa;
  • dan asas-asas peradilan lainnya, mislny : asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan, obyektif.
  • “Asas para pihak harus didengar (audi et alteram partem)”, para pihak mempunyai kedudukan yang sama;
  • “Asas kesatuan beracara” (dalam perkara yang sejenis);
  • “Asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang bebas” (Pasal 24 UUD 1945 Jo.Pasal 1 UU No. 4 2004);
  • “Asas sidang terbuka untuk umum”~putusan mempunyai kekuatan hukum jika diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum (Pasal 70 UU PTUN);
  • “Asas pengadilan berjenjang” (tingkat pertama (PTUN), banding (PT TUN), dan Kasasi (MA), dimungkinkan pula PK (MA);
  • “Asas pengadilan sebagai upaya terakhir (ultimum remidium)”, sengketa sedapat mungkin diselesaikan melalui upaya administrasi (musyawarah mufakat), jika belum puas, maka ditempuh upaya peradilan (Pasal 48 UU PTUN);
  • “Asas obyektivitas”, lihat Pasal 78 dan 79 UU PTUN).
  • Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.

Asas dalam Hukum Acara Pidana

1. Peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan
2. Presumption of innocent
3. Equality before the law
4. Pengadilan terbuka untuk umum kecuali diatur UU
5. Sidang pengadilan secara langsung dan lisan
6. Asas Akusatoir bukan Inkusatoir (pelaku sebagai subjek bukan objek)
7. Asas Legalitas dan Oportunitas (sebagai pengecualian)
8. Tersangka/ terdakwa wajib mendapatkan bantuan hukum
9. Fair Trial (pengadilan yang adil dan tidak memihak)
10. Peradilan dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan tetap
11.Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan dengan perintah tertulis
12. Ganti rugi dan rehabilitasi
13. Persidangan dengan hadirnya terdakwa

Asas-asas dalam Hukum Acara Perdata

A. Asas Kebebasan Hakim
B. Hakim Bersifat Menunggu
C. Peradilan Terbuka Untuk Umum
D. Asas Hakim Bersikap Pasif ( Tut Wuri )
E. Asas Kesamaan ( Audi et Alteram Partem)
F. Asas Obyektivitas
G. Putusan Disertai Alasan
H. Tidak ada keharusan untuk mewakilkan
I. Beracara Dikenakan Biaya
J. Peradilan dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
K. Peradilan dilakukan dengan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan
untuk asas Hukum acara Mahkamah konstitusi,mungkin untuk hari selanjutnya akan saya posting di blog ini.

Sumber:
http://rudini76ban.wordpress.com/2009/10/29/asas-asas-hukum-acara-di-indonesia-ptunpidanaperdata/

Wednesday, May 18, 2011

Sekilas Tentang Hukum Acara Perdata (Point-point Penting yang harus Dikuasai)

Pengertian
Wirjono Projodikoro=== rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata

Sumber Hukum Acara Perdata:
  1. RV (reglement op de Burgerlijk Rechtsvordering)untuk golongan Eropa
  2. HIR (Herzeine Indlandsch Reglement) unutk golongan Bumiputera daerah Jawa dan Madura
  3. RBg (Reglement voor de Buitengewesten) untukgolongan Bumiputera luar Jawa dan Madura.
UU No 1 Tahun 1974 tentang Pokok Perkawinan
UU No 4 Tahun 2004 tentang Pokok Kehakiman
UU No 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung
4. Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku ke-IV
tentang Pembuktian dan Daluarsa
5. Yurisprudensi.
6. SEMA
7. Hukum Adat
8. Doktrin

Asas-asas HAP :
Hakim bersifat menunggu=inisiatif mengajukan tuntutan hak diserahkan sepenuhnya kepada yang berkepentingan===Pasal 118 HIR/142 RBg
2. Hakim bersifat Pasif=== ruang lingkup atau luas pokok perkara ditentukan para pihak berperkara tidak hakim. Hakim tidak boleh menjatuhkan putusan melebihi dari yang dituntut
3. Persidangan terbuka untuk umum===setiap orang dibolehkan hadir dan mendengarkan pemeriksaan perkara, walaupun ada beberapa perkara yang dilakukan pemeriksaannya secara tertutup. Contoh dalam perkara perceraian
4. Mendengarkan kedua belah pihak
5. Putusan harus disertai dengan alasanalasan.
6. Berperkara dikenai biaya.
7. Beracara tidak harus diwakilkan=== bias langsung pihak yang berperkara beracara di pengadilan atau dapat diwakilkan.

Perbedaan H.A.Pidana dengan H.A.perdata:
1.Dasar timbulnya perkara
Perdata :timbulnya perkara krn terjadi pelanggaran hak yang diatur dalam hukum perdata.
Pidana : timbulnya perkara krn terjadi pelanggaran terhadap perintah atau larangan yang diatur dlm hkm pidana
2. Inisiatif berperkara
Perdata : datang dari salah satu pihak yang merasa dirugikan
Pidana : datang penguasa negara/pemerintah melalui aparat penegak hukum seperti polisi dan jaksa
3.Istilah yang digunakan
Perdata : yang mengajukan gugatan=== penggugat pihak lawannya/digugat ===== tergugat
Pidana : yang mengajukan perkara ke pengadilan ==== jaksa/penuntut umum
pihak yang disangka === tersangka=== terdakwa===terpidana
4. Tugas hakim dalam beracara
Perdata : mencari kebenaran formil ==== mencari kebenaran sesungguhnya yang didasarkan apa yang dikemukakan oleh para pihak dan tidak boleh melebihi dari itu.
Pidana :mencari kebenaran materil ==== tidak terbatas apa saja yang telah dilakukan terdakwa melainkan lebih dari itu. Harus diselidiki sampai latar belakang perbuatan terdakwa. Hakim mencari kebenaran materil secara mutlak dan tuntas
5. Perdamaian
Perdata : dikenal adanya perdamaian
Pidana : tidak dikenal perdamaian
6. Sumpah decissoire
Perdata : ada sumpah decissoire yaitu sumpah yang dimintakan oleh satu pihak kepada pihak lawannya tentang kebenaran suatu peristiwa.
Pidana : tidak dikenal sumpah decissoire.
7. Hukuman
Perdata : kewajiban untuk memenuhi prestasi (melakukan memberikan dan tidak melakukan sesuatu
Pidana : hukuman badan ( kurungan, penjara dan mati), denda dan
hak..

Syarat dan isi gugatan dalam Perkara perdata
• Syarat gugatan :
1. Gugatan dalam bentuk tertulis.
2. Diajukan oleh orang yang berkepentingan.
3. diajukan ke pengadilan yang berwenang
• Isi gugatan :
Menurut Pasal 8 BRv gugatan memuat :
1. Identitas para pihak
2. Dasar atau dalil gugatan/ posita /fundamentum petendi berisi tentang peristiwa dan hubungan hukum
3. Tuntutan/petitum terdiri dari tuntutan primer dan
tuntutan subsider/tambahan

Pemeriksaan perkara :
• Pengajuan gugatan
• Penetapan hari sidang dan pemanggilan
• Persidangan pertama : a. gugatan gugur b. verstek  c. perdamaian
• Pembacaan gugatan
• Jawaban tergugat :  a. mengakui  b. membantah c. referte d. eksepsi :- materil – formil
• Rekonvensi
• Repliek dan dupliek
• Intervensi
• Pembuktian
• Kesimpulan
• Putusan Hakim

Teori Pembuktian
Ada 3 teori pembuktian yaitu :
1. Pembuktian bebas : di mana tidak menghendaki adanya ketentuanketentuan yang mengikat hakim, sehingga penilaian pembuktian seberapa dapat diserahkan kepada hakim.
2. Pembuktian negatif : harus ada ketentuan-ketentuan yang mengikat
hakim bersifat negatif, hakim terbatas sepanjang yang dibolehkan undang-undang.
3. Pembuktian positif: hakim diwajibkan melakukan segala tindakan dalam pembuktian kecuali yang dilarang dalam undang-undang.

Pengajuan gugatan
1. Diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang berwenang.
2. Diajukan secara tertulis atau lisan
3. Bayar preskot biaya perkara
4. Panitera mendaftarkan dalam buku register perkara dan memberi nomor perkara
5. Gugatan akan disampaikan kepada ketua pengadilan negeri.
6. Ketua pengadilan menetapkan majelis hakim

Verstek
• Pengertian : putusan yang dijatuhkan di luar hadirnya tergugat
• Syarat acara verstek :
a. Tergugat telah dipanggil dengan sah dan patut
- yang melaksanakan pemangilan juru sita
- surat panggilan
- jarak waktu pemanggilan dengan hari sidang yaitu 8 hari apabila jaraknya tidak jauh, 14 hari apabila jaraknya agak jauh dan 20 hari apabila jaraknya jauh (Pasal 122 HIR/10Rv)
b. Tergugat tidak hadir tanpa alasan yang sah
c. Tergugat tidak mengajukan eksepsi kompetensi

Bentuk PutusanVerstek
1. Menggabulkan gugatan penggugat, terdiri dari :
a. mengabulkan seluruh gugatan
b. mengabulkan sebagian gugatan
• Hal ini terjadi jika gugatn beralasan dan tidak melawan hukum.
2. Gugatan tidak dapat diterima, apabila : gugatan melawan hokum atau ketertiban dan kesusilaan (unlawful)
• Gugatan ini dapat diajukan kembali tidak berlaku asas nebis in idem
3. Gugatan ditolak apabila gugatan tidak beralasan
• Gugatan ini tidak dapat diajukan kembali
Upaya hukum dari verstek adalah verzet/perlawanan

Macam-macam Alat Bukti
• Pasal 164 HIR/284 RBG, ada 5 alat bukti yaitu :
1. Bukti tulisan/surat
2. Saksi
3. Persangkaan
4. Pengakuan
5. Sumpah
• Di luar Pasal 164 HIR/284 RBg :
1. Keterangan ahli
2. Pemeriksaan di tempat

Alat bukti tertulis/surat
• Dasar hukumnya Pasal 165, 167 HIR/285-305 RBg, stb No 29 Tahun 1867.
• Pengertian : surat adalah alat bukti tertulis yang memuat tanda-tanda baca di mana menyatakan pikiran seseorang.

• Bentuk surat ada 2 yaitu :
1. Akta : surat yang diberi tanggal dan ditanda tangani.akta ini terbagi 2 yaitu :
a. Akta otentik : akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang.
Akta ini dapat dibagi 2 :
- Akta ambtelijk : pejabat yang berwenang menerangkan apa yang dilihat dan
dilakukannya.
Contoh : akta kelahiran.
- akta partai : selain pejabat menerangkan apa yang dilihat dan dilakukannya, pihak
yang berkepentingan juga mengakuinya dengan membubuhkan tanda tangan
mereka.
Contoh : akta jual beli.

Bentuk-bentuk upaya hukum
1. Upaya hukum biasa :a. Verzet b. Banding c. Kasasi
2. Upaya hukum luar biasa : a. Peninjauan kembali b. derdenverzet

Bentuk-bentuk Eksekusi
• Ada 3 macam :
1. Membayar sejumlah uang (Pasal 197 HIR/208 RBg
Dilaksanakan melalui penjualan lelang terhadap barang-barang milik yang kalah perkara.
2. Melakukan suatu perbuatan tertentu (Pasal 225 HIR/259 RBg).
Eksekusi ini dapat dinilai dengan sejumlah uang dengan mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan yang memutus perkara.
3. Eksekusi Riil/ mengosongkan benda tetap (Pasal 1033 BRv).

Proses pelaksanaan eksekusi
• Diajukan oleh pihak yang menang.
• Diberitahukan kepada pihak yang kalah.
• Jika pihak yang kalah lalai atau tidak mau melaksanakan di panggil ke pengadilan.
• Selambat-lambatnya 8 hari putusan hakim harus dilaksanakan.
• Jika tidak dilaksanakan maka dilakukan sita eksekutorial.
• Jika putusan membayar sejumlah uang barang sita akan dilelang .
• Pelelangan dapat dilakukan oleh pengadilan atau kantor lelang negara.

Monday, May 16, 2011

Handphone dan Radiasi

Pada masyarakat modern, Handphone (HP) sudah menjadi sebuah kebutuhan primer. Padahal penggunaan HP itu sendiri ternyata menimbulkan radiasi yang cukup berbahaya bagi kesehatan. Karena pada HP terdapat transmitter yang mengubah suara menjadi gelombang sinusoidal kontinu yang kemudian dipancarkan keluar melalui antenna dan gelombang ini berfluktuasi melalui udara. Gelombang RF(radio frequency) inilah yang menimbulkan radiasi elektromagnetik.


Apa itu radiasi?

Radiasi adalah energi yang berpindah melalui ruang dalam bentuk gelombang atau partikel. Hal ini terjadi secara alami dan selalu terjadi di sekitar kita. Beberapa ahli mengtakan radiasi dalam skala kecil merupakan hal yang baik dalam ilmu kedokteran untuk memerangi dan mendiagnosis beberapa penyakit.


Radiasi dan Handphone Anda

Jenis radiasi yang dipancarkan dari HP adalah radiasi elektromagnetik. Saat berbicara melalui telepon seluler, pemancar menerima bunyi dari suara dan mengkodekannya ke dalam gelombang sinus tanpa henti. Gelombang sinus merupakan jenis dari gelombang berubah-ubah yang tanpa henti memancar keluar dari antena dan berfluktuasi dengan datar melalui angkasa.

Gelombang sinus merupakan batas pengukuran frekuensi. Frekuensi adalah
waktu perdetik yang dibutuhkan gelombang mencapai titik tertinggi dan terendahnya. Ketika pengkodean, bunyi telah di ubah ke dalam gelombang sinus dan pemancar mengirim sinyal ke antena yang akan mengirim sinyal tersebut keluar. Telepon selular mempunyai pemancar berdaya rendah. Kebanyakan telepon di mobil mempunyai pemancar berdaya 3 watt. Telepon seluler yang kita pakai bekerja pada daya 0,75 hingga 1 watt. Posisi pemancar terletak di dalam telepon selular bervariasi tergantung dari pembuatan, tapi biasanya terletak berdekatan dengan antena.

Gelombang radio yang mengirim sinyal pengkodean merupakan hasil dari
penyebaran radiasi elektromagnetik oleh antena. Fungsi antena pada kebanyakan
pemancar radio untuk mengirim gelombang radio sampai ke angkasa. Di dalam kasus
telepon seluler, gelombang tersebut terbawa oleh pemancar di menara telepon selular.

Risiko kesehatan
Meskipun sampai saat ini belum ada bukti yang meyakinkan bahwa menggunakan ponsel menyebabkan efek merugikan jangka panjang pada manusia, namun penelitian telah menunjukkan bahwa paparan gelombang RF yang dipancarkan dari ponsel dapat menyebabkan:

tumor
penurunan memori
kanker
kerusakan otak
kerusakan janin


Pencegahan

Meskipun tidak ada bukti bahwa ponsel menghasilkan tingkat radiasi yang cukup untuk menyebabkan efek buruk jangka panjang, tidak ada salahnya mengambil tindakan pencegahan sederhana untuk mengurangi tingkat radiasi dari HP anda:

• Pakailah bebas genggam (headset)
• Jauhkan handphone anda dari tubuh saat tidak digunakan
• Batasi penggunaan telepon di dalam gedung
• Batasi penggunaan telepon pada anak
*Dikutip dari beberapa sumber


http://www.dunia-fun.com/2011/05/handphone-dan-radiasi.html

Cara Melakukan Shutdown Komputer Secara Otomatis

TerminalTekno - Anda akan meninggalkan kantor namun komputer Anda masih digunakan rekan lain hingga jam kantor usai? Jangan khawatir, Anda bisa membuat komputer itu shutdown secara otomatis bila jam kantor telah lewat atau di waktu lain yang Anda inginkan.
Kalau Anda menggunakan sistem operasi Microsoft Windows, baik XP hingga Windows 7 sekalipun, berikut ini caranya:
Klik Start > Run atau Start lalu ketikkan Run di kolom Search program and files (bagi pengguna Vista atau 7). Di menu Run, ketikkan shutdown.exe -s -t 600
Shutdown.exe adalah program untuk mematikan sistem operasi dan komputer adapun -s adalah perintah tambahan untuk melakukan shutdown. Perintah tambahan -t adalah untuk menambahkan waktu yang akan dihitung mundur sebelum komputer melakukan shutdown.
Contoh 600 di atas adalah waktu yang ditentukan yakni 600 detik sebelum komputer melakukan shutdown otomatis. Angka tersebut bisa Anda modifikasi sesuai kebutuhan.
Jika komputer Anda sedang menjalankan berbagai program yang kadang akan mengganggu proses shutdown, Anda bisa beri tambahan perintah -f. Anda juga bisa menggunakan perintah -r jika Anda ingin komputer melakukan restart.
Untuk membatalkan, shutdown otomatis setelah penghitungan mundur dimulai, beri perintah shutdown.exe -a dari menu Run.

http://www.terminaltekno.com/artikel/2011/02/cara-melakukan-shutdown-komputer-secara-otomatis.html

Cara Meningkatkan Kecepatan Akses File Pada Windows 7

NTFS adalah sistem berkas sistem operasi yang dibangun dengan dasar NT. Karena Windows 7 menggunakan kernel, atau inti dari sistem operasi Windows NT, sistem operasi juga mendukung NTFS.


Sekarang, sebagai OS yang dapat menggunakan sistem file NTFS, membutuhkan cache berfungsi menyimpan informasi tentang file yang terdapat dalam folder. Seperti apa cara kerjanya? Ketika Anda membuka folder untuk pertama kalinya, Windows akan membaca dan berisi informasi rinci tentang folder yang Anda buka di dalam cache. Informasi ini kemudian akan digunakan jika Anda membuka folder yang sama di masa mendatang sehingga proses akan lebih cepat.
Dengan meningkatkan cache, tentu saja, kecepatan folder Windows Anda dalam pembacaan akan meningkat juga. Untuk melakukan hal ini, jalankan langkah-langkah berikut.

  1. Jalankan Registry Editor melalui "Start" dan ketik: regedt32.
  2. Pergi ke sub key HKEY_LOCAL_MACHINE-SYSTEM-CurrentControlSet-Control-filesystem.
  3. Pada sub kunci "Filesystem", klik tombol mouse sebelah kanan pada jendela kanan, kemudian klik "New> DWORD (32 bit) Nilai".
  4. Ubah nama DWORD Value baru dengan nama "NtfsMftZone Reservasi".
  5. Klik kanan DWORD Value NtfsMftZone Reservasi ini, kemudian pilih "Modify".
  6. Isi Data Nilai diminta oleh nilai 2.
  7. Klik "OK", tutup jendela Registry Editor, kemudian restart PC.
Selamat Mencoba.....!


http://www.wawancoys.co.cc/2010/01/how-to-access-files-faster-on-windows-7.html

Cara Mencegah Virus Menular Melalui Flashdisk

Cara Mencegah Virus Menular Melalui Flashdisk mungkin ini adalah tutorial yang sekarang anda lagi cari cari karena anda sedang kesal dengan virus yang menginfeksi komputer anda. Penularan virus melalui flashdisk memang merupakan penyebaran virus yang paling menyebalkan karena begitu flashdis dicolok virus virus yang ada di flashdisk kita ini langsung kawin dan menyebarkan keturunannya di komputer kita tanpa permisi. Apalagi bagi anda yang tidak mempunyai anti virus di komputer, wah bisa bisa operating system anda stroke melihat ulah virus virus di kompi anda dan besoknya anda langsung membawa ke tukang service dan meminta untuk di instal ulang. tersenyum lebar

Sebenarnya virus menular dari flashdisk bisa dicegah atau paling tidak mengurangi penularan dengan mematikan Fitur autorun pada system kita karena biasanya virus menular dari flashdisc menggunakan fitur autorun atau bisa disebut autoplay. 

Berikut ini adalah Cara Mencegah Virus Menular Dari Flashdisk

Matikan Fitur Autorun Atau Autoplay
Caranya mematikan fitur Autorun atau autoplay untuk mencegah virus menular dari flashdisc adalah sebagai berikut 
  • Buka Run, Klik Start -> Run atau tekan tombol berlogo windows di keyboard tahan dan tekan huruf R dan ketik "gpedit.msc" tanpa tanda kutip untuk membuka Group policy pada komputer kita.
  • Buka folder Computer configuration-> Administrative Templates-> System, pada panel sebelah kanan buka "Turn off Autoplay" seperti gambar dibawah ini dan pilih "enabled", pada bagian kolom Turn of Autoplay on : pilih "All Drives" klik apply dan langsung ok
  • Selanjutnya lakukan hal yang sama pada user configuration, yaitu Buka User Configuration-> Administrative Templates-> System, dan buka "Turn off Autoplay" dan seting seperti tadi. dan tutup Group policynya.
  • Selesai
Install Anti Virus terbaik
Untuk Cara Mencegah Virus Menular Melalui Flashdisk Anda juga harus memasang anti virus. Gunakanlah Anti Virus terbaik untuk komputer anda. Jika tidak mampu membeli saya sarankan pilih yang gratis saja seperti Avira Free Edition (recommended) dan Smadav (recomended) karena keduanya saling mendukung dan jangan lupa selalu di update.

Semoga bermanfaat.......!
 
http://www.wawancoys.co.cc/2011/04/cara-mencegah-virus-menular-melalui.html

Proteksi Folder Tanpa Software

Anda punya file yang rahasia? tapi bagaimana menyembunyikan file tersebut dari orang lain? misalkan saya kan punya video ehm..... itulah!  tapi karena dirumah saya rame dan komputer dirumah saya itu dipake oleh seluruh keluarga jadi saya harus menyembunyikan video tersebut. dulu saya pake software yang buat memprotec folder tapi udah saya uninstal karena proses lock dan membukanya lama banget. nah sekarang saya udah punya trik untuk menyembunyikan file file rahasia kita, walaupun ukurannya sangat besar cara locknya sangat cepat dan tanpa software. nah ini dia caranya :


1.      Buka notepad, kalo ngga tau ya klik Start -> All Programs -> Accessories -> Notepad   

2.      Copy dan Paste kode dibawah ini ke notepad
cls
@ECHO OFF
title Folder Locker
if EXIST "Control Panel.{21EC2020-3AEA-1069-A2DD-08002B30309D}" goto UNLOCK
if NOT EXIST Locker goto MDLOCKER
:CONFIRM
echo Are you sure you want to Lock the folder(Y/N)
set/p "cho=>"
if %cho%==Y goto LOCK
if %cho%==y goto LOCK
if %cho%==n goto END
if %cho%==N goto END
echo Invalid choice.
goto CONFIRM
:LOCK
ren Locker "Control Panel.{21EC2020-3AEA-1069-A2DD-08002B30309D}"
attrib +h +s "Control Panel.{21EC2020-3AEA-1069-A2DD-08002B30309D}"
echo Folder locked
goto End
:UNLOCK
echo Enter password to Unlock folder
set/p "pass=>"
if NOT %pass%==PASWORD KAMU goto FAIL
attrib -h -s "Control Panel.{21EC2020-3AEA-1069-A2DD-08002B30309D}"
ren "Control Panel.{21EC2020-3AEA-1069-A2DD-08002B30309D}" Locker
echo Folder Unlocked successfully
goto End
:FAIL
echo Invalid password
goto end
:MDLOCKER
md Locker
echo Locker created successfully
goto End
:End

3.      Kemudian Ganti Tulisan PASWORD KAMU yang berwarna merah diatas dengan Password yang kamu inginkan

4.      Kemudian save dengan nama terserah anda yang penting belakangnya diberi akhiran .bat tanpa spasi, misal anda akan memberi nama "Lock" tulis menjadi "Lock.bat".

5.      Double Clik file tersebut maka akan keluar folder bernama "locker", nah sekarang masukan file anda  yang rahasia kedalam folder tersebut kemudian Double Click lagi maka akan keluar perintah "are you sure you want to lock the folder (Y/N)" dan tekan Y maka folder akan hilang atau terkunci,


Untuk membukanya kembali anda tinggal buka file tersebut dan masukan pasword trus tekan enter.

Selamat mencoba........!
http://www.wawancoys.co.cc/2010/01/protect-folders-with-password.html


TRIK MEMASUKKAN NOMOR CDMA KE NOMER GSM

Teknologi HandPhone CDMA dan GSM terkadang membuat orang bingung harus memilih yang mana, di satu sisi, CDMA dikenal karena biaya operasional (bacaulsa) yang lebih murah, namun disisi lain GSM punya keunggulan jangkauan yang lebih luas.

Trik ini sebenarnya sudah lama, tapi mungkin hanya sedikit yang tahu dan biasanya paling cuma orang-orang counter HP saja. Tapi karena trik ini sebenarnya bukanlah suatu rahasia besar (TOP SECRET) yang hanya orang tertentu saja yang boleh tahu, maka aq akan mengungkapkannya disini.

Manfaat yang bisa didapatkan dengan menyisipkan nomor CDMA ke nomor GSM antara lain:
HP GSM akan memiliki 2 nomor sekaligus dalam satu Handphone.
HP anda akan dapat dihubungi secara lokal bahkan lewat telepon koin pun bisa.
Nomor CDMA lokal anda masih dapat dihubungi sekalipun berada diluar daerah.
Nggak perlu beli HP CDMA untuk menggunakan nomor CDMA.
Tapi ini bukannya tanpa kelemahan maupun keterbatasan :
Nomor CDMA lokal anda hanya dapat digunakan untuk menerima telepon saja, sedangkan fungsi untuk menelpon, mengirim dan menerima SMS tetap ditangani oleh nomor GSM.
Bagaimanapun juga pulsa nomor CDMA tetap harus diisi sekalipun tidak digunakan, karena nomor CDMA bisa tidak berfungsi kalau pulsa hangus atau kosong.
Dikenakan biaya airtime yang dipotong langsung dari pulsa CDMAnya walaupun cuma terima telepon saja.
Tapi paling nggak Trik ini bisa dimanfaatin bagi anda yang sibuk dan harus mobile ke luar daerah, ataupun untuk tetap keep in touch pada saat pulang kampung ataupun liburan.

Yang harus disiapkan yaitu:
HP GSM dan nomor GSM tentunya untuk ditambahkan nomor CDMA.
HP CDMA sebaiknya dengan Fasilitas Ruim Dual Band yang menggunakan kartu dan bukan yang di injek) seperti : Nokia 2115, 6015, 6016, 6585, dll. Dan nggak perlu beli, karena cuma dipakai sebentar aja, bisa pinjem sama saudara, temen, tetangga ataupun tempat dimana beli nomor CDMA nya.
Kartu Perdana CDMA, pilih yang sesuai untuk di sisipkan ke nomor GSM anda.
Star One untuk : Mentari, IM3, dan Matrix
Flexy untuk : Simpati, Kartu AS, Kartu Hallo
Esia untuk : Simpati, Kartu AS, Kartu Hallo dan XL
Pemilihan kartu harus benar-benar sesuai, jika tidak maka trik ini nggak akan berhasil.

Cara Menyisipkannya:
Masukkan kartu perdana CDMA yang telah dibeli kedalam HP CDMA .
Lakukan Pengaktifan
1. Untuk Star One :
Tekan *92 + Nomor HP anda (No. HP GSM yang ingin disisipi) misalnya: *92081512345678
Tekan OK/Yes.. lalu dengarkan
Setelah selesai tutup HP CDMA nya
Di test dengan menelpon ke No. CDMA, jika yang berdering adalah HP GSM berarti anda telah berhasil !!
2. Untuk Flexy :
Tekan *71 + Nomor HP anda (No. HP GSM yang ingin disisipi) misalnya: *7108125712345
Tekan OK/Yes dan dengarkan...
Setelah selesai tutup HP CDMA nya
Di test dengan menelpon ke No.CDMA, jika HP GSM anda berdering, maka anda telah berhasil !!
3. Untuk Esia :
Tekan *12 + Nomor HP anda (No. HP GSM yang ingin disisipi) misalnya: *12081612345678
Tekan OK/Yes dan dengarkan...
Setelah selesai tutuh HP CDMA nya
Di test kembali dengan menelpon ke No.CDMA, jika HP GSM anda yang berdering, maka anda telah berhasil !!
Nggak sulit kan, kurang lebih seperti mengisikan pulsa dari voucher yang kita beli saja.

Suatu saat mungkin kita ingin mengembalikan nomor CDMA kedalam kartu asalnya agar bisa digunakan di HP CDMA, berikut cara-cara untuk mengembalikannya.
1. Untuk Star One
Tekan *920
Tekan OK/Yes dan dengarkan...
Setelah selesai tutup
Di test dengan menelpon ke nomor CDMA, jika HP CDMA berdering, maka nomor telah kembali ke kartu asalnya.
2. Untuk Flexy
Tekan *710
Tekan OK/Yes dan dengarkan...
Setelah selesai tutup
Di test dengan menelpon ke nomor CDMA, jika HP CDMA berdering, maka nomor telah kembali ke kartu asalnya.
3. Untuk Esia
Tekan *120
Tekan OK/Yes dan dengarkan...
Setelah selesai tutup
Di test dengan menelpon ke nomor CDMA, jika HP CDMA berdering, maka nomor telah kembali ke kartu asalnya.

http://paper-makalah.blogspot.com/2011/01/trik-memasukkan-nomor-cdma-ke-nomer-gsm.html

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2001
TENTANG
PATEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian internasional, perkembangan teknologi, industri, dan perdagangan yang semakin pesat, diperlukan adanya Undang-undang Paten yang dapat memberikan perlindungan yang wajar bagi Inventor;
b. bahwa hal tersebut pada butir a juga diperlukan dalam rangka menciptakan iklim persaingan usaha yang jujur serta memperhatikan kepentingan masyarakat pada umumnya;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut dalam huruf a dan b serta memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-undang Paten yang ada, dipandang perlu untuk menetapkan Undang-undang Paten yang baru menggantikan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten;

Mengingat:   1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2) dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564);

Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:  UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
2. Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
3. Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi.
4. Pemohon adalah pihak yang mengajukan Permohonan Paten.
5. Permohonan adalah permohonan Paten yang diajukan kepada Direktorat Jenderal.
6. Pemegang Paten adalah Inventor sebagai pemilik Paten atau pihak yang menerima hak tersebut dari pemilik Paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut, yang terdaftar dalam Daftar Umum Paten.
7. Kuasa adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual
8. Pemeriksa adalah seseorang yang karena keahliannya diangkat dengan Keputusan Menteri sebagai pejabat fungsional Pemeriksa Paten dan ditugasi untuk melakukan pemeriksaan substantif terhadap Permohonan.
9. Menteri adalah menteri yang membawahkan departemen yang salah satu tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan di bidang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk Paten.
10. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.
11. Tanggal Penerimaan adalah tanggal penerimaan Permohonan yang telah memenuhi persyaratan administratif.
12. Hak Prioritas adalah hak Pemohon untuk mengajukan Permohonan yang berasal dari negara yang tergabung dalam Paris Convention for the protection of Industrial Property atau Agreement Establishing the World Trade Organization untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal penerimaan di negara asal merupakan tanggal prioritas di negara tujuan yang juga anggota salah satu dari kedua perjanjian itu selama pengajuan tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan Paris Convention tersebut
13. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Paten kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu Paten yang diberi perlindungan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.
14. Hari adalah hari kerja.
BAB II
LINGKUP PATEN

Bagian Pertama
Invensi yang Dapat Diberi Paten

Pasal 2
(1) Paten diberikan untuk Invensi yang baru dan mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri.
(2) Suatu Invensi mengandung langkah inventif jika Invensi tersebut bagi seseorang yang mempunyai keahlian tertentu di bidang teknik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya.
(3) Penilaian bahwa suatu Invensi merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya harus dilakukan dengan memperhatikan keahlian yang ada pada saat Permohonan diajukan atau yang telah ada pada saat diajukan permohonan pertama dalam hal Permohonan itu diajukan dengan Hak Prioritas.

Pasal 3
(1) Suatu Invensi dianggap baru jika pada Tanggal Penerimaan, Invensi tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya.
(2) Teknologi yang diungkapkan sebelumnya, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah teknologi yang telah diumumkan di Indonesia atau di luar Indonesia dalam suatu tulisan, uraian lisan atau melalui peragaan, atau dengan cara lain yang memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan Invensi tersebut sebelum:
a. Tanggal Penerimaan; atau
b. tanggal prioritas.
(3) Teknologi yang diungkapkan sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup dokumen Permohonan yang diajukan di Indonesia yang dipublikasikan pada atau setelah Tanggal Penerimaan yang pemeriksaan substantifnya sedang dilakukan, tetapi Tanggal Penerimaan tersebut lebih awal daripada Tanggal Penerimaan atau tanggal prioritas Permohonan.

Pasal 4
(1) Suatu Invensi tidak dianggap telah diumumkan jika dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum Tanggal Penerimaan:
a. Invensi tersebut telah dipertunjukkan dalam suatu pameran internasional di Indonesia atau di luar negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi atau dalam suatu pameran nasional di Indonesia yang resmi atau diakui sebagai resmi;
b. Invensi tersebut telah digunakan di Indonesia oleh Inventornya dalam rangka percobaan dengan tujuan penelitian dan pengembangan.
(2) Invensi juga tidak dianggap telah diumumkan apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebelum Tanggal Penerimaan, ternyata ada pihak lain yang mengumumkan dengan cara melanggar kewajiban untuk menjaga kerahasiaan Invensi tersebut.

Pasal 5
Suatu Invensi dapat diterapkan dalam industri jika Invensi tersebut dapat dilaksanakan dalam industri sebagaimana yang diuraikan dalam Permohonan.
Pasal 6
Setiap Invensi berupa produk atau alat yang baru dan mempunyai nilai kegunaan praktis disebabkan oleh bentuk, konfigurasi, konstruksi, atau komponennya dapat memperoleh perlindungan hukum dalam bentuk Paten Sederhana.
Pasal 7
Paten tidak diberikan untuk Invensi tentang:
a. proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum, atau kesusilaan;
b. metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan;
c. teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika; atau
d. i. semua makhluk hidup, kecuali jasad renik;
ii. proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis atau proses mikrobiologis.

Bagian Kedua
Jangka Waktu Paten

Pasal 8
(1) Paten diberikan untuk jangka waktu selama 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang.
(2) Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu Paten dicatat dan diumumkan.
Pasal 9
Paten Sederhana diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang.
Bagian Ketiga
Subjek Paten

Pasal 10
(1) Yang berhak memperoleh Paten adalah Inventor atau yang menerima lebih lanjut hak Inventor yang bersangkutan.
(2) Jika suatu Invensi dihasilkan oleh beberapa orang secara bersama-sama, hak atas Invensi tersebut dimiliki secara bersama-sama oleh para inventor yang bersangkutan.

Pasal 11
Kecuali terbukti lain, yang dianggap sebagai Inventor adalah seorang atau beberapa orang yang untuk pertama kali dinyatakan sebagai Inventor dalam Permohonan.
Pasal 12
(1) Pihak yang berhak memperoleh Paten atas suatu Invensi yang dihasilkan dalam suatu hubungan kerja adalah pihak yang memberikan pekerjaan tersebut, kecuali diperjanjikan lain.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku terhadap Invensi yang dihasilkan baik oleh karyawan maupun pekerja yang menggunakan data dan/atau sarana yang tersedia dalam pekerjaannya sekalipun perjanjian tersebut tidak mengharuskannya untuk menghasilkan Invensi.
(3) Inventor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berhak mendapatkan imbalan yang layak dengan memperhatikan manfaat ekonomi yang diperoleh dari Invensi tersebut.
(4) Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibayarkan:
a. dalam jumlah tertentu dan sekaligus;
b. persentase;
c. gabungan antara jumlah tertentu dan sekaligus dengan hadiah atau bonus;
d. gabungan antara persentase dan hadiah atau bonus; atau
e. bentuk lain yang disepakati para pihak;
yang besarnya ditetapkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
(5) Dalam hal tidak terdapat kesesuaian mengenai cara perhitungan dan penetapan besarnya imbalan, keputusan untuk itu diberikan oleh Pengadilan Niaga.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) sama sekali tidak menghapuskan hak Inventor untuk tetap dicantumkan namanya dalam Sertifikat Paten.

Pasal 13
(1) Dengan tunduk kepada ketentuan-ketentuan lain dalam Undang-undang ini, pihak yang melaksanakan suatu Invensi pada saat Invensi yang sama dimohonkan Paten tetap berhak melaksanakan Invensi tersebut sebagai pemakai terdahulu sekalipun terhadap Invensi yang sama tersebut kemudian diberi Paten.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku terhadap Permohonan yang diajukan dengan Hak Prioritas.

Pasal 14
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 tidak berlaku apabila pihak yang melaksanakan Invensi sebagai pemakai terdahulu melakukannya dengan menggunakan pengetahuan tentang Invensi tersebut dari uraian, gambar, atau keterangan lainnya dari Invensi yang dimohonkan Paten.
Pasal 15
(1) Pihak yang melaksanakan suatu Invensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 hanya dapat diakui sebagai pemakai terdahulu apabila setelah diberikan Paten terhadap Invensi yang sama, ia mengajukan permohonan untuk itu kepada Direktorat Jenderal.
(2) Permohonan pengakuan sebagai pemakai terdahulu wajib disertai bukti bahwa pelaksanaan Invensi tersebut tidak dilakukan dengan menggunakan uraian, gambar, contoh, atau keterangan lainnya dari Invensi yang dimohonkan Paten.
(3) Pengakuan sebagai pemakai terdahulu diberikan oleh Direktorat Jenderal dalam bentuk surat keterangan pemakai terdahulu dengan membayar biaya.
(4) Surat keterangan pemakai terdahulu berakhir pada saat yang bersamaan dengan saat berakhirnya Paten atas Invensi yang sama tersebut.
(5) Tata cara untuk memperoleh pengakuan pemakai terdahulu diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Pemegang Paten

Pasal 16
(1) Pemegang Paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Paten yang dimilikinya dan melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya:
a. dalam hal Paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi Paten;
b. dalam hal Paten-proses: menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
(2) Dalam hal Paten-proses, larangan terhadap pihak lain yang tanpa persetujuannya melakukan impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku terhadap impor produk yang semata-mata dihasilkan dari penggunaan Paten-proses yang dimilikinya.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) apabila pemakaian Paten tersebut untuk kepentingan pendidikan, penelitian, percobaan, atau analisis sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pemegang Paten.

Pasal 17
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1), Pemegang Paten wajib membuat produk atau menggunakan proses yang diberi Paten di Indonesia.
(2) Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila pembuatan produk atau penggunaan proses tersebut hanya layak dilakukan secara regional.
(3) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat disetujui oleh Direktorat Jenderal apabila Pemegang Paten telah mengajukan permohonan tertulis dengan disertai alasan dan bukti yang diberikan oleh instansi yang berwenang.
(4) Syarat-syarat mengenai pengecualian dan tata-cara pengajuan permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 18
Untuk pengelolaan kelangsungan berlakunya Paten dan pencatatan lisensi, Pemegang Paten atau penerima lisensi suatu Paten wajib membayar biaya tahunan.
Bagian Kelima
Upaya Hukum terhadap Pelanggaran Paten

Pasal 19
Dalam hal suatu produk diimpor ke Indonesia dan proses untuk membuat produk yang bersangkutan telah dilindungi Paten yang berdasarkan Undang-undang ini, Pemegang Paten-proses yang bersangkutan berhak atas dasar ketentuan dalam Pasal 16 ayat (2) melakukan upaya hukum terhadap produk yang diimpor apabila produk tersebut telah dibuat di Indonesia dengan menggunakan proses yang dilindungi Paten.
BAB III
PERMOHONAN PATEN

Bagian Pertama
Umum

Pasal 20
Paten diberikan atas dasar Permohonan.
Pasal 21
Setiap Permohonan hanya dapat diajukan untuk satu Invensi atau beberapa Invensi yang merupakan satu kesatuan Invensi.
Pasal 22
Permohonan diajukan dengan membayar biaya kepada Direktorat Jenderal.
Pasal 23
(1) Apabila Permohonan diajukan oleh Pemohon yang bukan Inventor, Permohonan tersebut harus disertai pernyataan yang dilengkapi bukti yang cukup bahwa ia berhak atas Invensi yang bersangkutan.
(2) Inventor dapat meneliti surat Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang bukan Inventor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan atas biayanya sendiri dapat meminta salinan dokumen Permohonan tersebut.

Pasal 24
(1) Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal.
(2) Permohonan harus memuat:
a. tanggal, bulan, dan tahun Permohonan;
b. alamat lengkap dan alamat jelas Pemohon;
c. nama lengkap dan kewarganegaraan Inventor;
d. nama dan alamat lengkap Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa;
e. surat kuasa khusus, dalam hal Permohonan diajukan oleh Kuasa;
f. pernyataan permohonan untuk dapat diberi Paten;
g. judul Invensi;
h. klaim yang terkandung dalam Invensi;
i. deskripsi tentang Invensi, yang secara lengkap memuat keterangan tentang cara melaksanakan Invensi;
j. gambar yang disebutkan dalam deskripsi yang diperlukan
k. untuk memperjelas Invensi; dan
l. abstrak Invensi.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pengajuan Permohonan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Konsultan Hak Kekayaan Intelektual

Pasal 25
(1) Permohonan dapat diajukan oleh Pemohon atau Kuasanya.
(2) Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal.
(3) Terhitung sejak tanggal penerimaan kuasanya, Kuasa wajib menjaga kerahasiaan Invensi dan seluruh dokumen Permohonan sampai dengan tanggal diumumkannya Permohonan yang bersangkutan.
(4) Ketentuan mengenai syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur dengan Keputusan Presiden.

Pasal 26
(1) Permohonan yang diajukan oleh Inventor atau Pemohon yang tidak bertempat tinggal atau tidak berkedudukan tetap di wilayah Negara Republik Indonesia harus diajukan melalui Kuasanya di Indonesia.
(2) Inventor atau Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyatakan dan memilih tempat tinggal atau kedudukan hukum di Indonesia untuk kepentingan Permohonan tersebut.

Bagian Ketiga
Permohonan dengan Hak Prioritas

Pasal 27
(1) Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas sebagaimana diatur dalam Paris Convention for the Protection of Industrial Property harus diajukan paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan Paten yang pertama kali diterima di negara mana pun yang juga ikut serta dalam konvensi tersebut atau yang menjadi anggota Agreement Establishing the World Trade Organization.
(2) Dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam Undang-undang ini mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam Permohonan, Permohonan dengan Hak Prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi dokumen prioritas yang disahkan oleh pejabat yang berwenang di negara yang bersangkutan paling lama 16 (enam belas) bulan terhitung sejak tanggal prioritas.
(3) Apabila syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dipenuhi, Permohonan tidak dapat diajukan dengan menggunakan Hak Prioritas.

Pasal 28
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 berlaku secara mutatis mutandis terhadap Permohonan yang menggunakan Hak Prioritas.
(2) Direktorat Jenderal dapat meminta agar Permohonan yang diajukan dengan menggunakan Hak Prioritas tersebut dilengkapi:
a. salinan sah surat-surat yang berkaitan dengan hasil
b. pemeriksaan substantif yang dilakukan terhadap permohonan Paten yang pertama kali di luar negeri; salinan sah dokumen Paten yang telah diberikan sehubungan dengan permohonan Paten yang pertama kali di luar negeri;
c. salinan sah keputusan mengenai penolakan atas permohonan Paten yang pertama kali di luar negeri bilamana permohonan Paten tersebut ditolak;
d. salinan sah keputusan pembatalan Paten yang bersangkutan yang pernah dikeluarkan di luar negeri bilamana Paten tersebut pernah dibatalkan;
e. dokumen lain yang diperlukan untuk mempermudah penilaian bahwa Invensi yang dimintakan Paten memang merupakan Invensi baru dan benar-benar mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri.
(3) Penyampaian salinan dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disertai tambahan penjelasan secara terpisah oleh Pemohon.

Pasal 29
Ketentuan lebih lanjut mengenai permohonan bukti Hak Prioritas dari Direktorat Jenderal dan Permohonan yang diajukan dengan Hak Prioritas diatur dengan Keputusan Presiden.
Bagian Keempat
Waktu Penerimaan Permohonan

Pasal 30
(1) Tanggal Penerimaan adalah tanggal Direktorat Jenderal menerima surat Permohonan yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) huruf a, huruf b, huruf f, huruf h, dan huruf i, serta huruf j jika Permohonan tersebut dilampiri gambar, serta setelah dibayarnya biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
(2) Dalam hal deskripsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf h dan huruf i ditulis dalam bahasa Inggris, deskripsi tersebut harus dilengkapi dengan terjemahannya dalam bahasa Indonesia dan harus disampaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Tanggal Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Apabila terjemahan dalam bahasa Indonesia tidak diserahkan dalam jangka waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Permohonan tersebut dianggap ditarik kembali.
(3) Tanggal Penerimaan dicatat oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 31
Dalam hal terdapat kekurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan Pasal 30 ayat (2), Tanggal Penerimaan adalah tanggal diterimanya seluruh persyaratan minimum tersebut oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 32
(1) Apabila ternyata syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 telah dipenuhi, tetapi ketentuan-ketentuan lain dalam Pasal 24 belum dipenuhi, Direktorat Jenderal meminta agar kelengkapan tersebut dipenuhi paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman permintaan pemenuhan seluruh persyaratan tersebut oleh Direktorat Jenderal.
(2) Berdasarkan alasan yang disetujui oleh Direktorat Jenderal, jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang paling lama 2 (dua) bulan atas permintaan Pemohon.
(3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) bulan setelah berakhirnya jangka waktu tersebut dengan ketentuan bahwa Pemohon dikenai biaya.

Pasal 33
Apabila seluruh persyaratan dengan batas jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 tidak dipenuhi, Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon bahwa Permohonan dianggap ditarik kembali.
Pasal 34
(1) Apabila untuk satu Invensi yang sama ternyata diajukan lebih dari satu Permohonan oleh Pemohon yang berbeda, Permohonan yang diajukan pertama yang dapat diterima.
(2) Apabila beberapa Permohonan untuk Invensi yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan pada tanggal yang sama, Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada para Pemohon untuk berunding guna memutuskan Permohonan mana yang diajukan dan menyampaikan hasil keputusan itu kepada Direktorat Jenderal paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman pemberitahuan tersebut.
(3) Apabila tidak tercapai persetujuan atau keputusan di antara para Pemohon, tidak dimungkinkan dilakukannya perundingan, atau hasil perundingan tidak disampaikan kepada Direktorat Jenderal dalam waktu yang ditentukan pada ayat (2), Permohonan itu ditolak dan Direktorat Jenderal memberitahukan penolakan tersebut secara tertulis kepada para Pemohon.

Bagian Kelima
Perubahan Permohonan

Pasal 35
Permohonan dapat diubah dengan cara mengubah deskripsi dan/atau klaim dengan ketentuan bahwa perubahan tersebut tidak memperluas lingkup Invensi yang telah diajukan dalam Permohonan semula.
Pasal 36
(1) Pemohon dapat mengajukan pemecahan Permohonan semula apabila suatu Permohonan terdiri atas beberapa Invensi yang tidak merupakan satu kesatuan Invensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
(2) Permohonan pemecahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan secara terpisah dalam satu Permohonan atau lebih dengan ketentuan bahwa lingkup perlindungan yang dimohonkan dalam setiap Permohonan tersebut tidak memperluas lingkup perlindungan yang telah diajukan dalam Permohonan semula.
(3) Permohonan pemecahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan paling lama sebelum Permohonan semula tersebut diberi keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) atau Pasal 56 ayat (1).
(4) Permohonan pemecahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 24, dianggap diajukan pada tanggal yang sama dengan Tanggal Penerimaan semula.
(5) Dalam hal Pemohon tidak mengajukan Permohonan pemecahan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemeriksaan substantif atas Permohonan hanya dilakukan terhadap Invensi sebagaimana dinyatakan dalam urutan klaim yang pertama dalam Permohonan semula.

Pasal 37
Permohonan dapat diubah dari Paten menjadi Paten Sederhana atau sebaliknya oleh Pemohon dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam Undang-undang ini.
Pasal 38
Ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37 diatur dengan Keputusan Presiden.
Bagian Keenam
Penarikan Kembali Permohonan

Pasal 39
(1) Permohonan dapat ditarik kembali oleh Pemohon dengan mengajukannya secara tertulis kepada Direktorat Jenderal.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penarikan kembali Permohonan diatur dengan Keputusan Presiden.

Bagian Ketujuh
Larangan Mengajukan Permohonan dan
Kewajiban Menjaga Kerahasiaan

Pasal 40
Selama masih terikat dinas aktif hingga selama satu tahun sesudah pensiun atau sesudah berhenti karena alasan apa pun dari Direktorat Jenderal, pegawai Direktorat Jenderal atau orang yang karena tugasnya bekerja untuk dan atas nama Direktorat Jenderal, dilarang mengajukan Permohonan, memperoleh Paten, atau dengan cara apa pun memperoleh hak atau memegang hak yang berkaitan dengan Paten, kecuali apabila pemilikan Paten itu diperoleh karena pewarisan.
Pasal 41
Terhitung sejak Tanggal Penerimaan, seluruh aparat Direktorat Jenderal atau orang yang karena tugasnya terkait dengan tugas Direktorat Jenderal wajib menjaga kerahasiaan Invensi dan seluruh dokumen Permohonan sampai dengan tanggal diumumkannya Permohonan yang bersangkutan.
BAB IV
PENGUMUMAN DAN PEMERIKSAAN SUBSTANTIF

Bagian Pertama
Pengumuman Permohonan

Pasal 42
(1) Direktorat Jenderal mengumumkan Permohonan yang telah memenuhi ketentuan Pasal 24.
(2) Pengumuman dilakukan:
a. dalam hal Paten, segera setelah 18 (delapan belas) bulan sejak Tanggal Penerimaan atau segera setelah 18 (delapan belas) bulan sejak tanggal prioritas apabila Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas; atau
b. dalam hal Paten Sederhana, segera setelah 3 (tiga) bulan sejak Tanggal Penerimaan.
(3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat dilakukan lebih awal atas permintaan Pemohon dengan dikenai biaya.

Pasal 43
(1) Pengumuman dilakukan dengan:
a. menempatkannya dalam Berita Resmi Paten yang diterbitkan secara berkala oleh Direktorat Jenderal; dan/atau
b. menempatkannya pada sarana khusus yang disediakan oleh Direktorat Jenderal yang dengan mudah serta jelas dapat dilihat oleh masyarakat.
(2) Tanggal mulai diumumkannya Permohonan dicatat oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 44
(1) Pengumuman dilaksanakan selama:
a. 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diumumkannya Permohonan Paten;
b. 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diumumkannya Permohonan Paten Sederhana.
(2) Pengumuman dilakukan dengan mencantumkan:
a. nama dan kewarganegaraan Inventor;
b. nama dan alamat lengkap Pemohon dan Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa;
c. judul Invensi;
d. Tanggal Penerimaan; dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas, tanggal prioritas, nomor, dan negara tempat Permohonan yang pertama kali diajukan;
e. abstrak;
f. klasifikasi Invensi;
g. gambar, jika ada;
h. nomor pengumuman; dan
i. nomor Permohonan.

Pasal 45
(1) Setiap pihak dapat melihat pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dan dapat mengajukan secara tertulis pandangan dan/atau keberatannya atas Permohonan yang bersangkutan dengan mencantumkan alasannya.
(2) Dalam hal terdapat pandangan dan/atau keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal segera mengirimkan salinan surat yang berisikan pandangan dan/atau keberatan tersebut kepada Pemohon.
(3) Pemohon berhak mengajukan secara tertulis sanggahan dan penjelasan terhadap pandangan dan/atau keberatan tersebut kepada Direktorat Jenderal.
(4) Direktorat Jenderal menggunakan pandangan dan/atau keberatan, sanggahan, dan/atau penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) sebagai tambahan bahan pertimbangan dalam tahap pemeriksaan substantif.

Pasal 46
(1) Setelah berkonsultasi dengan instansi Pemerintah yang tugas dan wewenangnya berkaitan dengan pertahanan dan keamanan Negara, apabila diperlukan, Direktorat Jenderal dengan persetujuan Menteri dapat menetapkan untuk tidak mengumumkan Permohonan apabila menurut pertimbangannya, pengumuman Invensi tersebut diperkirakan akan dapat mengganggu atau bertentangan dengan kepentingan pertahanan keamanan Negara.
(2) Ketetapan untuk tidak mengumumkan Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis oleh Direktorat Jenderal kepada Pemohon atau Kuasanya.
(3) Konsultasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk penyampaian informasi mengenai Invensi yang dimohonkan yang kemudian berakhir dengan ketetapan tidak diumumkannya Permohonan, tidak dianggap sebagai pelanggaran kewajiban untuk menjaga kerahasiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dan Pasal 41.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tetap mewajibkan instansi Pemerintah yang bersangkutan beserta aparatnya untuk tetap menjaga kerahasiaan Invensi dan dokumen Permohonan yang dikonsultasikan kepadanya terhadap pihak ketiga.

Pasal 47
(1) Terhadap Permohonan yang tidak diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dilakukan pemeriksaan substantif setelah 6 (enam) bulan sejak tanggal penetapan Direktorat Jenderal mengenai tidak diumumkannya Permohonan yang bersangkutan.
(2) Pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenai biaya.

Bagian Kedua
Pemeriksaan Substantif

Pasal 48
(1) Permohonan pemeriksaan substantif diajukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya.
(2) Tata cara dan syarat-syarat permohonan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 49
(1) Permohonan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) diajukan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan terhitung sejak Tanggal Penerimaan.
(2) Apabila permohonan pemeriksaan substantif tidak diajukan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau biaya untuk itu tidak dibayar, Permohonan dianggap ditarik kembali.
(3) Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis Permohonan yang dianggap ditarik kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Pemohon atau Kuasanya.
(4) Apabila permohonan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu pengumuman yang dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), pemeriksaan itu dilakukan setelah berakhirnya jangka waktu pengumuman.
(5) Apabila permohonan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan setelah berakhirnya jangka waktu pengumuman yang dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), pemeriksaan substantif dilakukan setelah tanggal diterimanya permohonan pemeriksaan substantif tersebut.

Pasal 50
(1) Untuk keperluan pemeriksaan substantif, Direktorat Jenderal dapat meminta bantuan ahli dan/atau menggunakan fasilitas yang diperlukan dari instansi Pemerintah terkait atau Pemeriksa Paten dari kantor Paten negara lain.
(2) Penggunaan bantuan ahli, fasilitas, atau Pemeriksa Paten dari kantor Paten negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap dilakukan dengan memperhatikan ketentuan mengenai kewajiban untuk menjaga kerahasiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dan Pasal 41.

Pasal 51
(1) Pemeriksaan substantif dilaksanakan oleh Pemeriksa.
(2) Pemeriksa pada Direktorat Jenderal berkedudukan sebagai pejabat fungsional yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Kepada Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan jenjang dan tunjangan fungsional di samping hak-hak lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 52
(1) Apabila Pemeriksa melaporkan bahwa Invensi yang dimintakan Paten terdapat ketidakjelasan atau kekurangan lain yang dinilai penting, Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis adanya ketidakjelasan atau kekurangan tersebut kepada Pemohon atau Kuasanya guna meminta tanggapan atau kelengkapan atas kekurangan tersebut.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus jelas dan rinci serta mencantumkan hal yang dinilai tidak jelas atau kekurangan lain yang dinilai penting dengan disertai alasan dan acuan yang digunakan dalam pemeriksaan substantif, berikut jangka waktu pemenuhannya.

Pasal 53
Apabila setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) Pemohon tidak memberikan tanggapan, atau tidak memenuhi kelengkapan persyaratan, atau tidak melakukan perbaikan terhadap Permohonan yang telah diajukannya dalam waktu yang telah ditentukan Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2), Permohonan tersebut dianggap ditarik kembali dan diberitahukan secara tertulis kepada Pemohon.
Bagian Ketiga
Persetujuan atau Penolakan Permohonan

Pasal 54
Direktorat Jenderal berkewajiban memberikan keputusan untuk menyetujui atau menolak Permohonan:
a. Paten, paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat permohonan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 atau terhitung sejak berakhirnya jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) apabila permohonan pemeriksaan itu diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu pengumuman tersebut.
b. Paten Sederhana, paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak Tanggal Penerimaan.

Pasal 55
(1) Apabila hasil pemeriksaan substantif yang dilaporkan oleh Pemeriksa menyimpulkan bahwa Invensi tersebut memenuhi ketentuan dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5, dan ketentuan lain dalam Undang-undang ini, Direktorat Jenderal memberikan Sertifikat Paten kepada Pemohon atau Kuasanya.
(2) Apabila hasil pemeriksaan substantif yang dilaporkan oleh Pemeriksa menyimpulkan bahwa Invensi tersebut memenuhi ketentuan dalam Pasal 3, Pasal 5, Pasal 6, dan ketentuan lain dalam Undang-undang ini, Direktorat Jenderal memberikan Sertifikat Paten Sederhana kepada Pemohon atau Kuasanya.
(3) Paten yang telah diberikan dicatat dan diumumkan, kecuali Paten yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan Negara.
(4) Direktorat Jenderal dapat memberikan salinan dokumen Paten kepada pihak yang memerlukannya dengan membayar biaya, kecuali Paten yang tidak diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46.

Pasal 56
(1) Apabila hasil pemeriksaan substantif yang dilaporkan oleh Pemeriksa menunjukkan bahwa Invensi yang dimohonkan Paten tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 35, Pasal 52 ayat (1), Pasal 52 ayat (2), atau yang dikecualikan berdasarkan ketentuan dalam Pasal 7, Direktorat Jenderal menolak Permohonan tersebut dan memberitahukan penolakan itu secara tertulis kepada Pemohon atau Kuasanya.
(2) Direktorat Jenderal juga dapat menolak Permohonan yang dipecah jika pemecahan tersebut memperluas lingkup Invensi atau diajukan setelah lewat batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) atau Pasal 36 ayat (3).
(3) Apabila hasil pemeriksaan substantif yang dilakukan oleh Pemeriksa menunjukkan bahwa Invensi yang dimohonkan Paten tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 36 ayat (2), Direktorat Jenderal menolak sebagian dari Permohonan tersebut dan memberitahukannya secara tertulis kepada Pemohon atau Kuasanya.
(4) Surat pemberitahuan penolakan Permohonan harus dengan jelas mencantumkan alasan dan pertimbangan yang menjadi dasar penolakan.

Pasal 57
(1) Sertifikat Paten merupakan bukti hak atas Paten.
(2) Surat penolakan dicatat oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 58
Paten mulai berlaku pada tanggal diberikan Sertifikat Paten dan berlaku surut sejak Tanggal Penerimaan.
Pasal 59
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Sertifikat Paten, bentuk dan isinya, dan ketentuan lain mengenai pencatatan serta Permohonan salinan dokumen Paten diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Permohonan Banding

Pasal 60
(1) Permohonan banding dapat diajukan terhadap penolakan Permohonan yang berkaitan dengan alasan dan dasar pertimbangan mengenai hal-hal yang bersifat substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) atau Pasal 56 ayat (3).
(2) Permohonan banding diajukan secara tertulis oleh Pemohon atau Kuasanya kepada Komisi Banding Paten dengan tembusan yang disampaikan kepada Direktorat Jenderal.
(3) Permohonan banding diajukan dengan menguraikan secara lengkap keberatan serta alasannya terhadap penolakan Permohonan sebagai hasil pemeriksaan substantif.
(4) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak merupakan alasan atau penjelasan baru sehingga memperluas lingkup Invensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35.

Pasal 61
(1) Permohonan banding diajukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat pemberitahuan penolakan Permohonan.
(2) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat tanpa adanya permohonan banding, penolakan Permohonan dianggap diterima oleh Pemohon.
(3) Dalam hal penolakan Permohonan telah dianggap diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Jenderal mencatat dan mengumumkannya.

Pasal 62
(1) Banding mulai diperiksa oleh Komisi Banding paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerimaan permohonan banding.
(2) Keputusan Komisi Banding ditetapkan paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal Komisi Banding menerima dan menyetujui permohonan banding, Direktorat Jenderal wajib melaksanakan keputusan Komisi Banding.
(4) Dalam hal Komisi Banding menolak permohonan banding, Pemohon atau Kuasanya dapat mengajukan gugatan atas keputusan tersebut ke Pengadilan Niaga dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya keputusan penolakan tersebut.
(5) Terhadap putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), hanya dapat diajukan kasasi.

Pasal 63
Tata cara permohonan, pemeriksaan, serta penyelesaian banding diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Bagian Kelima
Komisi Banding Paten

Pasal 64
(1) Komisi Banding Paten adalah badan khusus yang independen dan berada di lingkungan departemen yang membidangi Hak Kekayaan Intelektual.
(2) Komisi Banding Paten terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dan anggota yang terdiri atas beberapa ahli di bidang yang diperlukan serta Pemeriksa senior.
(3) Anggota Komisi Banding Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun.
(4) Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh para anggota Komisi Banding Paten.
(5) Untuk memeriksa permohonan banding, Komisi Banding Paten membentuk majelis yang berjumlah ganjil sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang, satu di antaranya adalah seorang Pemeriksa senior yang tidak melakukan pemeriksaan substantif terhadap Permohonan.

Pasal 65
Susunan organisasi, tugas dan fungsi Komisi Banding Paten diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
PENGALIHAN DAN LISENSI PATEN

Bagian Pertama
Pengalihan

Pasal 66
(1) Paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena:
a. pewarisan;
b. hibah;
c. wasiat;
d. perjanjian tertulis; atau
e. sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
(2) Pengalihan Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, harus disertai dokumen asli Paten berikut hak lain yang berkaitan dengan Paten itu.
(3) Segala bentuk pengalihan Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dicatat dan diumumkan dengan dikenai biaya.
(4) Pengalihan Paten yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal ini tidak sah dan batal demi hukum.
(5) Syarat dan tata cara pencatatan pengalihan Paten diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 67
(1) Kecuali dalam hal pewarisan, hak sebagai pemakai terdahulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 tidak dapat dialihkan.
(2) Pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dicatat dan diumumkan dengan dikenai biaya.

Pasal 68
Pengalihan hak tidak menghapus hak Inventor untuk tetap dicantumkan nama dan identitasnya dalam Paten yang bersangkutan.
Bagian Kedua
Lisensi

Pasal 69
(1) Pemegang Paten berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian Lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.
(2) Kecuali jika diperjanjikan lain, lingkup Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 berlangsung selama jangka waktu Lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.

Pasal 70
Kecuali diperjanjikan lain, Pemegang Paten tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.
Pasal 71
(1) Perjanjian Lisensi tidak boleh memuat ketentuan, baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya dan yang berkaitan dengan Invensi yang diberi Paten tersebut pada khususnya.
(2) Permohonan pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditolak oleh Direktorat Jenderal.

Pasal 72
(1) Perjanjian Lisensi harus dicatat dan diumumkan dengan dikenai biaya.
(2) Dalam hal perjanjian Lisensi tidak dicatat di Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian Lisensi tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga.

Pasal 73
Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian Lisensi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Lisensi-wajib

Pasal 74
Lisensi-wajib adalah Lisensi untuk melaksanakan Paten yang diberikan berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal atas dasar permohonan.
Pasal 75
(1) Setiap pihak dapat mengajukan permohonan lisensi-wajib kepada Direktorat Jenderal untuk melaksanakan Paten yang bersangkutan setelah lewat jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan terhitung sejak tanggal pemberian Paten dengan membayar biaya.
(2) Permohonan lisensi-wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan dengan alasan bahwa Paten yang bersangkutan tidak dilaksanakan atau dilaksanakan tidak sepenuhnya di Indonesia oleh Pemegang Paten.
(3) Permohonan lisensi-wajib dapat pula diajukan setiap saat setelah Paten diberikan atas alasan bahwa Paten telah dilaksanakan oleh Pemegang Paten atau Penerima Lisensi dalam bentuk dan dengan cara yang merugikan kepentingan masyarakat.

Pasal 76
(1) Selain kebenaran alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2), lisensi-wajib hanya dapat diberikan apabila:
a. Pemohon dapat menunjukkan bukti yang meyakinkan bahwa ia:
1. mempunyai kemampuan untuk melaksanakan sendiri Paten yang bersangkutan secara penuh;
2. mempunyai sendiri fasilitas untuk melaksanakan Paten yang bersangkutan dengan secepatnya; dan
3. telah berusaha mengambil langkah-langkah dalam jangka waktu yang cukup untuk mendapatkan Lisensi dari Pemegang Paten atas dasar persyaratan dan kondisi yang wajar, tetapi tidak memperoleh hasil; dan
b. Direktorat Jenderal berpendapat bahwa Paten tersebut dapat dilaksanakan di Indonesia dalam skala ekonomi yang layak dan dapat memberikan manfaat kepada sebagian besar masyarakat.
(2) Pemeriksaan atas permohonan lisensi-wajib dilakukan oleh Direktorat Jenderal dengan mendengarkan pula pendapat dari instansi dan pihak-pihak terkait, serta Pemegang Paten bersangkutan.
(3) Lisensi-wajib diberikan untuk jangka waktu yang tidak lebih lama daripada jangka waktu perlindungan Paten.

Pasal 77
Apabila berdasarkan bukti serta pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 Direktorat Jenderal memperoleh keyakinan bahwa jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) belum cukup bagi Pemegang Paten untuk melaksanakannya secara komersial di Indonesia atau dalam lingkup wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), Direktorat Jenderal dapat menunda keputusan pemberian lisensi-wajib tersebut untuk sementara waktu atau menolaknya.
Pasal 78
(1) Pelaksanaan lisensi-wajib disertai pembayaran royalti oleh penerima lisensi-wajib kepada Pemegang Paten.
(2) Besarnya royalti yang harus dibayarkan dan cara pembayarannya ditetapkan oleh Direktorat Jenderal.
(3) Penetapan besarnya royalti dilakukan dengan memperhatikan tata cara yang lazim digunakan dalam perjanjian Lisensi Paten atau perjanjian lain yang sejenis.

Pasal 79
Keputusan Direktorat Jenderal mengenai pemberian lisensi-wajib, memuat hal-hal sebagai berikut:
a. lisensi-wajib bersifat non-eksklusif;
b. alasan pemberian lisensi-wajib;
c. bukti, termasuk keterangan atau penjelasan yang diyakini untuk dijadikan dasar pemberian lisensi-wajib;
d. jangka waktu lisensi-wajib;
e. besarnya royalti yang harus dibayarkan penerima lisensi-wajib kepada Pemegang Paten dan cara pembayarannya;
f. syarat berakhirnya lisensi-wajib dan hal yang dapat membatalkannya;
g. lisensi-wajib terutama digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar di dalam negeri; dan
h. lain-lain yang diperlukan untuk menjaga kepentingan para pihak yang bersangkutan secara adil.

Pasal 80
(1) Direktorat Jenderal mencatat dan mengumumkan pemberian lisensi-wajib.
(2) Pelaksanaan lisensi-wajib dianggap sebagai pelaksanaan Paten.
Pasal 81
Keputusan pemberian lisensi-wajib dilakukan oleh Direktorat Jenderal paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak diajukannya permohonan lisensi-wajib yang bersangkutan.
Pasal 82
(1) Lisensi-wajib dapat pula sewaktu-waktu dimintakan oleh Pemegang Paten atas alasan bahwa pelaksanaan Patennya tidak mungkin dapat dilakukan tanpa melanggar Paten lain yang telah ada.
(2) Permohonan lisensi-wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dipertimbangkan apabila Paten yang akan dilaksanakan benar-benar mengandung unsur pembaharuan yang nyata-nyata lebih maju dari pada Paten yang telah ada tersebut.
(3) Dalam hal lisensi-wajib diajukan atas dasar alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2):
a. Pemegang Paten berhak untuk saling memberikan Lisensi untuk menggunakan Paten pihak lainnya berdasarkan persyaratan yang wajar.
b. Penggunaan Paten oleh penerima Lisensi tidak dapat dialihkan kecuali bila dialihkan bersama-sama dengan Paten lain.
(4) Untuk pengajuan permohonan lisensi-wajib kepada Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku ketentuan Bab V Bagian Ketiga Undang-undang ini, kecuali ketentuan mengenai jangka waktu pengajuan permohonan lisensi-wajib sebagaimana diatur dalam Pasal 75 ayat (1).

Pasal 83
(1) Atas permohonan Pemegang Paten, Direktorat Jenderal dapat membatalkan keputusan pemberian lisensi-wajib sebagaimana dimaksud dalam Bab V Bagian Ketiga Undang-undang ini apabila:
a. alasan yang dijadikan dasar bagi pemberian lisensi-wajib tidak ada lagi;
b. penerima lisensi-wajib ternyata tidak melaksanakan lisensi-wajib tersebut atau tidak melakukan usaha persiapan yang sepantasnya untuk segera melaksanakannya;
c. penerima lisensi-wajib tidak lagi mentaati syarat dan ketentuan lainnya termasuk pembayaran royalti yang ditetapkan dalam pemberian lisensi-wajib.
(2) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dan diumumkan.
Pasal 84
(1) Dalam hal lisensi-wajib berakhir karena selesainya jangka waktu yang ditetapkan atau karena pembatalan, penerima lisensi-wajib menyerahkan kembali lisensi yang diperolehnya.
(2) Direktorat Jenderal mencatat dan mengumumkan lisensi-wajib yang telah berakhir.

Pasal 85
Berakhirnya lisensi-wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 atau Pasal 84 berakibat pulihnya hak Pemegang atas Paten yang bersangkutan terhitung sejak tanggal pencatatannya.
Pasal 86
(1) Lisensi-wajib tidak dapat dialihkan, kecuali karena pewarisan.
(2) Lisensi-wajib yang beralih karena pewarisan tetap terikat oleh syarat pemberiannya dan ketentuan lain terutama mengenai jangka waktu, dan harus dilaporkan kepada Direktorat Jenderal untuk dicatat dan diumumkan.

Pasal 87
Ketentuan lebih lanjut mengenai lisensi-wajib diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
PEMBATALAN PATEN

Bagian Pertama
Batal Demi Hukum

Pasal 88
Paten dinyatakan batal demi hukum apabila Pemegang Paten tidak memenuhi kewajiban membayar biaya tahunan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Undang-undang ini.
Pasal 89
(1) Paten yang batal demi hukum diberitahukan secara tertulis oleh Direktorat Jenderal kepada Pemegang Paten serta penerima Lisensi dan mulai berlaku sejak tanggal pemberitahuan tersebut.
(2) Paten yang dinyatakan batal dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 dicatat dan diumumkan.

Bagian Kedua
Batal atas Permohonan Pemegang Paten

Pasal 90
(1) Paten dapat dibatalkan oleh Direktorat Jenderal untuk seluruh atau sebagian atas permohonan Pemegang Paten yang diajukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal.
(2) Pembatalan Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan jika penerima Lisensi tidak memberikan persetujuan secara tertulis yang dilampirkan pada permohonan pembatalan tersebut.
(3) Keputusan pembatalan Paten diberitahukan secara tertulis oleh Direktorat Jenderal kepada penerima Lisensi.
(4) Keputusan pembatalan Paten karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dan diumumkan.
(5) Pembatalan Paten berlaku sejak tanggal ditetapkannya keputusan Direktorat Jenderal mengenai pembatalan tersebut.

Bagian Ketiga
Batal Berdasarkan Gugatan

Pasal 91
(1) Gugatan pembatalan Paten dapat dilakukan apabila:
a. Paten tersebut menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 6, atau Pasal 7 seharusnya tidak diberikan;
b. Paten tersebut sama dengan Paten lain yang telah diberikan kepada pihak lain untuk Invensi yang sama berdasarkan Undang-undang ini;
c. pemberian lisensi-wajib ternyata tidak mampu mencegah berlangsungnya pelaksanaan Paten dalam bentuk dan cara yang merugikan kepentingan masyarakat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal pemberian lisensi-wajib yang bersangkutan atau sejak tanggal pemberian lisensi-wajib pertama dalam hal diberikan beberapa lisensi-wajib.
(2) Gugatan pembatalan karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diajukan oleh pihak ketiga kepada Pemegang Paten melalui Pengadilan Niaga.
(3) Gugatan pembatalan karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diajukan oleh Pemegang Paten atau penerima Lisensi kepada Pengadilan Niaga agar Paten lain yang sama dengan Patennya dibatalkan.
(4) Gugatan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat diajukan oleh jaksa terhadap Pemegang Paten atau penerima lisensi-wajib kepada Pengadilan Niaga.

Pasal 92
Jika gugatan pembatalan Paten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 hanya mengenai satu atau beberapa klaim atau bagian dari klaim, pembatalan dilakukan hanya terhadap klaim yang pembatalannya digugat.
Pasal 93
(1) Isi putusan Pengadilan Niaga tentang pembatalan Paten disampaikan ke Direktorat Jenderal paling lama 14 (empat belas) hari sejak putusan diucapkan.
(2) Direktorat Jenderal mencatat dan mengumumkan putusan tentang pembatalan Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 94
Tata cara gugatan sebagaimana dimaksud dalam Bab XII Undang-undang ini berlaku secara mutatis mutandis terhadap Pasal 91 dan Pasal 92.
Bagian Keempat
Akibat Pembatalan Paten

Pasal 95
Pembatalan Paten menghapuskan segala akibat hukum yang berkaitan dengan Paten dan hal-hal lain yang berasal dari Paten tersebut.
Pasal 96
Kecuali jika ditentukan lain dalam putusan Pengadilan Niaga, Paten batal untuk seluruh atau sebagian sejak tanggal putusan pembatalan tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pasal 97
(1) Penerima Lisensi dari Paten yang dibatalkan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf b tetap berhak melaksanakan Lisensi yang dimilikinya sampai dengan berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian Lisensi.
(2) Penerima Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak wajib meneruskan pembayaran royalti yang seharusnya masih wajib dilakukan kepada Pemegang Paten yang Patennya dibatalkan, tetapi mengalihkan pembayaran royalti untuk sisa jangka waktu Lisensi yang dimilikinya kepada Pemegang Paten yang berhak.
(3) Dalam hal Pemegang Paten sudah menerima sekaligus royalti dari penerima Lisensi, Pemegang Paten tersebut wajib mengembalikan jumlah royalti yang sesuai dengan sisa jangka waktu penggunaan Lisensi kepada Pemegang Paten yang berhak.

Pasal 98
(1) Lisensi dari Paten yang dinyatakan batal oleh sebab-sebab sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf b yang diperoleh dengan iktikad baik, sebelum diajukan gugatan pembatalan atas Paten yang bersangkutan, tetap berlaku terhadap Paten lain.
(2) Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap berlaku dengan ketentuan bahwa penerima Lisensi tersebut untuk selanjutnya tetap wajib membayar royalti kepada Pemegang Paten yang tidak dibatalkan, yang besarnya sama dengan jumlah yang dijanjikan sebelumnya kepada Pemegang Paten yang Patennya dibatalkan.

BAB VII
PELAKSANAAN PATEN OLEH PEMERINTAH

Pasal 99
(1) Apabila Pemerintah berpendapat bahwa suatu Paten di Indonesia sangat penting artinya bagi pertahanan keamanan Negara dan kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat, Pemerintah dapat melaksanakan sendiri Paten yang bersangkutan.
(2) Keputusan untuk melaksanakan sendiri suatu Paten ditetapkan dengan Keputusan Presiden setelah Presiden mendengarkan pertimbangan Menteri dan menteri atau pimpinan instansi yang bertanggung jawab di bidang terkait.

Pasal 100
(1) Ketentuan Pasal 99 berlaku secara mutatis mutandis bagi Invensi yang dimohonkan Paten, tetapi tidak diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46.
(2) Dalam hal Pemerintah tidak atau belum bermaksud untuk melaksanakan sendiri Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan Paten serupa itu hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Pemerintah.
(3) Pemegang Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebaskan dari kewajiban pembayaran biaya tahunan sampai dengan Paten tersebut dapat dilaksanakan.

Pasal 101
(1) Dalam hal Pemerintah bermaksud melaksanakan suatu Paten yang penting artinya bagi pertahanan keamanan Negara dan bagi kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat, Pemerintah memberitahukan secara tertulis hal tersebut kepada Pemegang Paten dengan mencantumkan:
a. Paten yang dimaksudkan disertai nama Pemegang Paten dan nomornya;
b. alasan;
c. jangka waktu pelaksanaan;
d. hal-hal lain yang dipandang penting.
(2) Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah dilakukan dengan pemberian imbalan yang wajar kepada Pemegang Paten.

Pasal 102
(1) Keputusan Pemerintah bahwa suatu Paten akan dilaksanakan sendiri oleh Pemerintah bersifat final.
(2) Dalam hal Pemegang Paten tidak setuju terhadap besarnya imbalan yang ditetapkan oleh Pemerintah, ketidaksetujuan tersebut dapat diajukan dalam bentuk gugatan kepada Pengadilan Niaga.
(3) Proses pemeriksaan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghentikan pelaksanaan Paten oleh Pemerintah.

Pasal 103
Tata cara pelaksanaan Paten oleh Pemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
PATEN SEDERHANA

Pasal 104
Semua ketentuan yang diatur di dalam Undang-undang ini berlaku secara mutatis mutandis untuk Paten Sederhana, kecuali yang secara tegas tidak berkaitan dengan Paten Sederhana.
Pasal 105
(1) Paten Sederhana hanya diberikan untuk satu Invensi.
(2) Permohonan pemeriksaan substantif atas Paten Sederhana dapat dilakukan bersamaan dengan pengajuan Permohonan atau paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Tanggal Penerimaan dengan dikenai biaya.
(3) Apabila permohonan pemeriksaan substantif tidak dilakukan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau biaya untuk itu tidak dibayar, Permohonan dianggap ditarik kembali.
(4) Terhadap Permohonan Paten Sederhana, pemeriksaan substantif dilakukan setelah berakhir jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf b.

Pasal 106
(1) Paten Sederhana yang diberikan oleh Direktorat Jenderal dicatat dan diumumkan.
(2) Sebagai bukti hak, kepada Pemegang Paten Sederhana diberikan Sertifikat Paten Sederhana.

Pasal 107
Paten Sederhana tidak dapat dimintakan lisensi-wajib.
Pasal 108
Ketentuan lebih lanjut mengenai Paten Sederhana diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
PERMOHONAN MELALUI PATENT COOPERATION TREATY
(TRAKTAT KERJA SAMA PATEN)

Pasal 109
(1) Permohonan dapat diajukan melalui Patent Cooperation Treaty.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB X
ADMINISTRASI PATEN

Pasal 110
Penyelenggaraan administrasi Paten sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal dengan memperhatikan kewenangan instansi lain sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
Pasal 111
Direktorat Jenderal menyelenggarakan dokumentasi dan pelayanan informasi Paten dengan membentuk suatu sistem dokumentasi dan jaringan informasi Paten yang bersifat nasional sehingga mampu menyediakan informasi seluas mungkin kepada masyarakat mengenai teknologi yang diberi Paten.
Pasal 112
Dalam melaksanakan administrasi Paten, Direktorat Jenderal memperoleh pembinaan dari dan bertanggung jawab kepada Menteri.
BAB XI
B I A Y A

Pasal 113
(1) Semua biaya yang wajib dibayar dalam Undang-undang ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat, jangka waktu, dan tata cara pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden.
(3) Direktorat Jenderal dengan persetujuan Menteri dan Menteri Keuangan dapat menggunakan penerimaan yang berasal dari biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 114
(1) Pembayaran biaya tahunan untuk pertama kali harus dilakukan paling lambat setahun terhitung sejak tanggal pemberian Paten.
(2) Untuk pembayaran tahun-tahun berikutnya, selama Paten itu berlaku harus dilakukan paling lambat pada tanggal yang sama dengan tanggal pemberian Paten atau pencatatan Lisensi yang bersangkutan.
(3) Pembayaran biaya tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak tahun pertama Permohonan.

Pasal 115
(1) Apabila selama 3 (tiga) tahun berturut-turut Pemegang Paten tidak membayar biaya tahunan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 18 dan Pasal 114, Paten dinyatakan batal demi hukum terhitung sejak tanggal akhir batas waktu kewajiban pembayaran untuk tahun ketiga tersebut.
(2) Apabila kewajiban pembayaran biaya tahunan tersebut berkaitan dengan kewajiban pembayaran biaya tahunan untuk tahun kedelapan belas dan untuk tahun-tahun berikutnya tidak dipenuhi, Paten dianggap batal demi hukum pada akhir batas waktu kewajiban pembayaran biaya tahunan untuk tahun tersebut.
(3) Batalnya Paten karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dicatat dan diumumkan.

Pasal 116
(1) Kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (3) dan Pasal 115 ayat (2), atas keterlambatan pembayaran biaya tahunan dari batas waktu yang ditentukan dalam Undang-undang ini dikenai biaya tambahan sebesar 2,5% (dua setengah perseratus) untuk setiap bulan dari biaya tahunan pada tahun keterlambatan.
(2) Keterlambatan pembayaran biaya tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis oleh Direktorat Jenderal kepada Pemegang Paten yang bersangkutan paling lama 7 (tujuh) hari setelah lewat batas waktu yang ditentukan.
(3) Tidak diterimanya surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh yang bersangkutan tidak mengurangi berlakunya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

BAB XII
PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 117
(1) Jika suatu Paten diberikan kepada pihak lain selain dari yang berhak berdasarkan Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, pihak yang berhak atas Paten tersebut dapat menggugat kepada Pengadilan Niaga.
(2) Hak menggugat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku surut sejak Tanggal Penerimaan.
(3) Pemberitahuan isi putusan atas gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada para pihak oleh Pengadilan Niaga paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan.
(3) Isi putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicatat dan diumumkan oleh Direktorat Jenderal.

Pasal 118
(1) Pemegang Paten atau penerima Lisensi berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga setempat terhadap siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.
(2) Gugatan ganti rugi yang diajukan terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diterima apabila produk atau proses itu terbukti dibuat dengan menggunakan Invensi yang telah diberi Paten.
(3) Isi putusan Pengadilan Niaga tentang gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktorat Jenderal paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal putusan diucapkan untuk dicatat dan diumumkan.

Pasal 119
(1) Dalam hal pemeriksaan gugatan terhadap Paten-proses, kewajiban pembuktian bahwa suatu produk tidak dihasilkan dengan menggunakan Paten-proses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b dibebankan kepada pihak tergugat apabila:
a. produk yang dihasilkan melalui Paten-proses tersebut merupakan produk baru;
b. produk tersebut diduga merupakan hasil dari Paten-proses dan sekalipun telah dilakukan upaya pembuktian yang cukup untuk itu, Pemegang Paten tetap tidak dapat menentukan proses apa yang digunakan untuk menghasilkan produk tersebut.
(2) Untuk kepentingan pemeriksaan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengadilan berwenang:
a. memerintahkan kepada Pemegang Paten untuk terlebih dahulu menyampaikan salinan Sertifikat Paten bagi proses yang bersangkutan dan bukti awal yang menjadi dasar gugatannya; dan
b. memerintahkan kepada pihak tergugat untuk membuktikan bahwa produk yang dihasilkannya tidak menggunakan Paten-proses tersebut.
(3) Dalam pemeriksaan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pengadilan wajib mempertimbangkan kepentingan tergugat untuk memperoleh perlindungan terhadap rahasia proses yang telah diuraikannya dalam rangka pembuktian di persidangan.

Pasal 120
(1) Gugatan didaftarkan kepada Pengadilan Niaga dengan membayar biaya gugatan.
(2) Dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah pendaftaran gugatan, Pengadilan Niaga menetapkan hari sidang.
(3) Sidang pemeriksaan atas gugatan dimulai dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak pendaftaran gugatan.

Pasal 121
(1) Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 14 (empat belas) hari sebelum sidang pemeriksaan pertama diselenggarakan.
(2) Putusan atas gugatan harus diucapkan paling lambat 180 (seratus delapan puluh) hari setelah tanggal gugatan didaftarkan.
(3) Putusan atas gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
(4) Pengadilan Niaga wajib menyampaikan isi putusan kepada para pihak yang tidak hadir paling lambat 14 (empat belas) hari sejak putusan diucapkan dalam sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum.

Pasal 122
Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (3) hanya dapat diajukan kasasi.
Pasal 123
(1) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 diajukan paling lama 14 (empat belas) hari setelah tanggal diucapkan atau diterimanya putusan yang dimohonkan kasasi dengan mendaftarkan kepada pengadilan yang telah memutus gugatan tersebut.
(2) Panitera mendaftarkan permohonan kasasi pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan dan kepada pemohon kasasi diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh panitera pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran.
(3) Pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi kepada panitera dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Panitera wajib memberitahukan permohonan kasasi dan memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pihak termohon kasasi paling lama 2 (dua) hari setelah memori kasasi diterima oleh panitera.
(5) Termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi kepada panitera paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal termohon kasasi menerima memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan panitera wajib menyampaikan kontra memori kasasi kepada pemohon kasasi paling lama 2 (dua) hari setelah kontra memori kasasi diterimanya.
(6) Panitera wajib mengirimkan berkas perkara kasasi yang bersangkutan kepada Mahkamah Agung paling lama 7 (tujuh) hari setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Mahkamah Agung wajib mempelajari berkas perkara kasasi dan menetapkan hari sidang paling lama 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
(8) Sidang pemeriksaan atas berkas perkara kasasi dimulai dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah tanggal berkas perkara kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
(9) Putusan kasasi harus diucapkan paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari setelah tanggal berkas perkara kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
(10) Putusan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
(11) Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan isi putusan kasasi kepada panitera Pengadilan Niaga paling lama 3 (tiga) hari setelah tanggal putusan kasasi itu diucapkan.
(12) Juru sita wajib menyampaikan isi putusan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (11) kepada pemohon kasasi dan termohon kasasi paling lama 2 (dua) hari setelah putusan kasasi diterima.
(13) Isi putusan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (11) disampaikan pula kepada Direktorat Jenderal paling lama 2 (dua) hari sejak isi putusan kasasi diterima oleh Pengadilan Niaga untuk dicatat dan diumumkan.

Pasal 124
Selain penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa.
BAB XIII
PENETAPAN SEMENTARA PENGADILAN

Pasal 125
Atas permintaan pihak yang merasa dirugikan karena pelaksanaan Paten, Pengadilan Niaga dapat menerbitkan surat penetapan yang segera dan efektif untuk:
a. mencegah berlanjutnya pelanggaran Paten dan hak yang berkaitan dengan Paten, khususnya mencegah masuknya barang yang diduga melanggar Paten dan hak yang berkaitan dengan Paten ke dalam jalur perdagangan termasuk tindakan importasi;
b. menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran Paten dan hak yang berkaitan dengan Paten tersebut guna menghindari terjadinya penghilangan barang bukti;
c. meminta kepada pihak yang merasa dirugikan agar memberikan bukti yang menyatakan bahwa pihak tersebut memang berhak atas Paten dan hak yang berkaitan dengan Paten, serta hak Pemohon tersebut memang sedang dilanggar.

Pasal 126
Dalam hal penetapan sementara tersebut telah dilakukan, para pihak harus segera diberi tahu mengenai hal itu, termasuk mengenai hak untuk didengar bagi pihak yang dikenai penetapan sementara tersebut.
Pasal 127
Dalam hal Pengadilan Niaga menerbitkan penetapan sementara, Pengadilan Niaga harus memutuskan apakah mengubah, membatalkan, atau menguatkan surat penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak dikeluarkannya penetapan sementara tersebut.
Pasal 128
Dalam hal penetapan sementara dibatalkan, pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut ganti rugi kepada pihak yang meminta penetapan sementara atas segala kerugian yang ditimbulkan oleh penetapan tersebut.
BAB XIV
PENYIDIKAN

Pasal 129
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang Hak Kekayaan Intelektual diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Paten.
(2) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran aduan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Paten;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Paten berdasarkan aduan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. meminta keterangan dan barang bukti dari pihak yang terkait sehubungan dengan tindak pidana di bidang Paten;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan dan dokumen lainnya yang berkenaan dengan tindak pidana di bidang Paten;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti, pembukuan, catatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Paten; dan
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Paten.
(3) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dengan mengingat ketentuan Pasal 107 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XV
KETENTUAN PIDANA

Pasal 130
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak Pemegang Paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 131
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak Pemegang Paten Sederhana dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 132
Barangsiapa dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3), Pasal 40, dan Pasal 41 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.
Pasal 133
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130, Pasal 131, dan Pasal 132 merupakan delik aduan.
Pasal 134
Dalam hal terbukti adanya pelanggaran Paten, hakim dapat memerintahkan agar barang-barang hasil pelanggaran Paten tersebut disita oleh Negara untuk dimusnahkan.
Pasal 135
Dikecualikan dari ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini adalah:
a. mengimpor suatu produk farmasi yang dilindungi Paten di Indonesia dan produk tersebut telah dimasukkan ke pasar di suatu negara oleh Pemegang Paten yang sah dengan syarat produk itu diimpor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. memproduksi produk farmasi yang dilindungi Paten di Indonesia dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya perlindungan Paten dengan tujuan untuk proses perizinan kemudian melakukan pemasaran setelah perlindungan Paten tersebut berakhir.

BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 136
Dengan berlakunya Undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di bidang Paten yang telah ada pada tanggal berlakunya Undang-undang ini, tetap berlaku selama tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan perundang-undangan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 137
Terhadap Permohonan yang diajukan sebelum diberlakukannya Undang-undang ini, tetap diberlakukan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 138
Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3398) dan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3680) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 139
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 1 Agustus 2001
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Agustus 2001
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

MUHAMMAD M. BASYUNI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2001 NOMOR 109


PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2001
TENTANG
PATEN

I. UMUM
Pengaruh perkembangan teknologi sangat besar terhadap kehidupan sehari-hari dan dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, perkembangan tersebut sangat pesat. Perkembangan itu tidak hanya di bidang teknologi tinggi, seperti komputer, elektro, telekomunikasi, dan bioteknologi, tetapi juga di bidang mekanik, kimia, atau lainnya. Bahkan, sejalan dengan itu, makin tinggi pula kesadaran masyarakat untuk meningkatkan pendayagunaan teknologi yang sederhana.
Bagi Indonesia, sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, pentingnya peranan teknologi merupakan hal yang tidak terbantah. Namun, perkembangan teknologi tersebut belum mencapai sasaran yang diinginkan. Hal ini telah dirumuskan secara jelas dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara, antara lain seperti yang tercantum dalam Bab II yang menyatakan bahwa pengembangan teknologi belum dimanfaatkan secara berarti dalam kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya sehingga belum memperkuat kemampuan Indonesia dalam rangka menghadapi persaingan global.
Untuk meningkatkan perkembangan teknologi, diperlukan adanya suatu sistem yang dapat merangsang perkembangan teknologi dalam wujud perlindungan terhadap karya intelektual, termasuk Paten yang sepadan.
Dalam kaitan itu, walaupun Indonesia telah memiliki Undang-undang Paten, yaitu Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 39)jo. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 30) (selanjutnya disebut Undang-undang Paten-lama) dan pelaksanaan Paten telah berjalan, dipandang perlu melakukan perubahan terhadap Undang-undang Paten-lama itu. Di samping itu, masih ada beberapa aspek dalam Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (selanjutnya disebut Persetujuan TRIPs) yang belum ditampung dalam Undang-undang Paten tersebut. Seperti diketahui, Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing the World Trade Organization (Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), selanjutnya disebut World Trade Organization, dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57) dan Persetujuan TRIPs merupakan salah satu lampiran dari perjanjian ini.
Mengingat lingkup perubahan serta untuk memudahkan penggunaannya oleh masyarakat, Undang-undang Paten ini disusun secara menyeluruh dalam satu naskah (single text) pengganti Undang-undang Paten-lama. Dalam hal ini, ketentuan dalam Undang-undang Paten-lama, yang substansinya tidak diubah dituangkan kembali ke dalam Undang-undang ini. Secara umum perubahan yang dilakukan terhadap Undang-undang Paten-lama meliputi penyempurnaan, penambahan, dan penghapusan. Di antara perubahan-perubahan yang menonjo. l dalam Undang-undang ini, dibandingkan dengan Undang-undang Paten-lama adalah sebagai berikut:

1. Penyempurnaan
a. Terminologi
i. Istilah Invensi digunakan untuk Penemuan dan istilah Inventor digunakan untuk Penemu.
Istilah penemuan diubah menjadi Invensi, dengan alasan istilah invensi berasal dari invention yang secara khusus dipergunakan dalam kaitannya dengan Paten.
Dengan ungkapan lain, istilah Invensi jauh lebih tepat dibandingkan penemuan sebab kata penemuan memiliki aneka pengertian. Termasuk dalam pengertian penemuan, misalnya menemukan benda yang tercecer, sedangkan istilah Invensi dalam kaitannya dengan Paten adalah hasil serangkaian kegiatan sehingga terciptakan sesuatu yang baru atau tadinya belum ada (tentu dalam kaitan hubungan antarmanusia, dengan kesadaran bahwa semuanya tercipta karena Tuhan). Dalam bahasa Inggris juga dikenal antara lain kata-kata to discover, to find, dan to get. Kata-kata itu secara tajam berbeda artinya dari to invent dalam kaitannya dengan Paten.
Istilah Invensi sudah terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, terbitan Balai Pustaka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, edisi kedua tahun 1999, halaman 386. Secara praktis pun istilah Indonesia yang merupakan konversi dari bahasa asing yang sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia, seperti Invensi ini banyak kita temukan antara lain kata eksklusif (dari exclusive), kata investasi (investment), kata reformasi (reform atau reformation), atau kata riset (research) yang sudah dipergunakan secara umum atau resmi. Bahkan, beberapa kata-kata tersebut merupakan bagian nama instansi Pemerintah, seperti Kantor Menteri Negara Investasi, atau Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi. Sejalan dengan itu, kata penemu menjadi Inventor.
ii. Invensi tidak mencakup:
(1) kreasi estetika;
(2) skema;
(3) aturan dan metode untuk melakukan kegiatan:
a. yang melibatkan kegiatan mental,
b. permainan,
c. bisnis;
(4) aturan dan metode mengenai program komputer;
(5) presentasi mengenai suatu informasi.
iii. Nama Kantor Paten yang dinyatakan dalam Undang-undang Paten-lama diubah menjadi Direktorat Jenderal, perubahan istilah ini dimaksudkan untuk menegaskan dan memperjelas institusi hak kekayaan intelektual sebagai satu kesatuan sistem.
b. Paten Sederhana Dalam Undang-undang ini objek Paten Sederhana tidak mencakup proses, penggunaan, komposisi, dan produk yang merupakan product by process. Objek Paten Sederhana hanya dibatasi pada hal-hal yang bersifat kasat mata (tangible), bukan yang tidak kasat mata (intangible).
Di beberapa negara, seperti di Jepang, Amerika Serikat, Filipina, dan Thailand, pengertian Paten Sederhana disebut utility model, petty patent, atau simple patent, yang khusus ditujukan untuk benda (article) atau alat (device).
Berbeda dari Undang-undang Paten-lama, dalam Undang-undang ini perlindungan Paten Sederhana dimulai sejak Tanggal Penerimaan karena Paten Sederhana yang semula tidak diumumkan sebelum pemeriksaan substantif diubah menjadi diumumkan. Permohonan Paten Sederhana diumumkan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak Tanggal Penerimaan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat luas guna mengetahui adanya Permohonan atas suatu Invensi serta menyampaikan pendapatnya mengenai hal tersebut. Selain itu dengan pengumuman tersebut, dokumen Permohonan yang telah diumumkan tersebut segera dapat digunakan sebagai dokumen pembanding, jika diperlukan dalam pemeriksaan substantif tanpa harus melanggar kerahasiaan Invensi.
Di samping itu, konsep perlindungan bagi Paten Sederhana yang diubah menjadi sejak Tanggal Penerimaan, bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada Pemegang Paten Sederhana mengajukan gugatan ganti rugi akibat pelanggaran terhitung sejak Tanggal Penerimaan. Gugatan ganti rugi baru dapat diajukan setelah Paten Sederhana diberikan.
Sifat baru dari Paten Sederhana dalam Undang-undang Paten-lama tidak begitu jelas. Dalam Undang-undang ini ditegaskan kebaruan bersifat universal. Di samping tidak jelas, ketentuan dalam Undang-undang Paten-lama memberikan kemungkinan banyaknya terjadi peniruan Invensi dari luar negeri untuk dimintakan Paten Sederhana.
Jangka waktu pemeriksaan substantif atas Paten Sederhana yang semula sama dengan Paten, yakni dari 36 (tiga puluh enam) bulan diubah menjadi 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak Tanggal Penerimaan. Hal itu dimaksudkan untuk mempersingkat jangka waktu pemeriksaan substantif agar sejalan dengan konsep Paten dalam rangka meningkatkan layanan kepada masyarakat.
c. Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden Terdapat beberapa pengaturan yang dalam Undang-undang Paten-lama ditetapkan dengan Keputusan Menteri, di dalam Undang-undang ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden dan yang di dalam Undang-undang Paten-lama ditetapkan dengan Keputusan Presiden, di dalam Undang-undang ini diubah dengan Peraturan Pemerintah, atau sebaliknya.
d. Pemberdayaan Pengadilan Niaga Mengingat bidang Paten sangat terkait erat dengan perekonomian dan perdagangan, penyelesaian perkara perdata yang berkaitan dengan Paten harus dilakukan secara cepat dan segera. Hal itu berbeda dari Undang-undang Paten-lama yang penyelesaian perdata di bidang Paten dilakukan di Pengadilan Negeri.
e. Lisensi-wajib Dengan Undang-undang ini, instansi yang ditugasi untuk memberikan lisensi-wajib adalah Direktorat Jenderal.
Berbeda dari Undang-undang Paten-lama yang menugaskan pemberian lisensi-wajib kepada Pengadilan Negeri. Hal itu dimaksudkan untuk penyederhanaan prosedur dan meningkatkan layanan kepada masyarakat, serta sejalan dengan yang dilakukan di berbagai negara, seperti Thailand, Filipina, Brazil, dan Cina.

2. Penambahan
a. Penegasan mengenai istilah hari Mengingat bahwa istilah hari dapat mengandung beberapa pengertian, dalam Undang-undang ini ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah hari adalah hari kerja.
b. Invensi yang Tidak Dapat Diberi Paten Penambahan Pasal 7 huruf d dimaksudkan untuk mengakomodasi usulan masyarakat agar bagi Invensi tentang makhluk hidup (yang mencakup manusia, hewan, atau tanaman) tidak dapat diberi Paten. Sikap tidak dapat dipatenkannya Invensi tentang manusia karena hal itu bertentangan dengan moralitas agama, etika, atau kesusilaan. Di samping itu, makhluk hidup mempunyai sifat dapat mereplikasi dirinya sendiri. Pengaturan di berbagai negara sangat dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan teknologi masing-masing. Persetujuan TRIPs hanya meletakkan persyaratan minimum pengaturan mengenai kegiatan-kegiatan yang boleh atau tidak boleh dipatenkan.
Paten diberikan terhadap Invensi mengenai jasad renik atau proses non-biologis serta proses mikro-biologis untuk memproduksi tanaman atau hewan dengan pertimbangan bahwa perkembangan bioteknologi yang pesat dalam beberapa dasawarsa terakhir ini telah secara nyata menghasilkan berbagai Invensi yang cukup besar manfaatnya bagi masyarakat. Dengan demikian perlindungan hak kekayaan intelektual dalam bidang Paten diperlukan sebagai penghargaan (rewards) terhadap berbagai Invensi tersebut.
c. Penetapan Sementara Pengadilan Penambahan Bab XIII tentang Penetapan Sementara Pengadilan dimaksudkan sebagai upaya awal untuk mencegah kerugian yang lebih besar akibat pelaksanaan Paten oleh pihak yang tidak berhak.
d. Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak Berbeda dari Undang-undang Paten-lama, dalam Undang-undang ini diatur ketentuan mengenai kemungkinan menggunakan sebagian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) oleh Direktorat Jenderal yang berasal dari semua biaya yang berhubungan dengan Paten.
Yang dimaksud dengan menggunakan adalah menggunakan PNBP berdasarkan sistem dan mekanisme yang berlaku.
Dalam hal ini, seluruh PNBP disetorkan langsung ke kas negara sebagai PNBP. Kemudian, Direktorat Jenderal mengajukan permohonan melalui Menteri kepada Menteri Keuangan untuk diizinkan menggunakan sebagian PNBP sesuai dengan keperluan yang dibenarkan oleh undang-undang, yang saat ini hal itu diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 43) yang mengatur penggunaan PNBP.
e. Penyelesaian sengketa di luar Pengadilan Penyelesaian sengketa melalui proses pengadilan pada umumnya akan memakan waktu yang lama dan biaya yang besar. Mengingat sengketa Paten akan berkaitan erat dengan masalah perekonomian dan perdagangan yang harus tetap berjalan, penyelesaian sengketa di luar pengadilan, seperti Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa yang dimungkinkan dalam Undang-undang ini, selain relatif lebih cepat, biayanya pun lebih ringan.
f. Pengecualian dari Ketentuan Pidana Undang-undang ini mengatur hal-hal yang tidak dikategorikan tindak pidana, yaitu hal yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan masyarakat. Pengaturan semacam ini terdapat dalam legislasi di berbagai negara.

3. Penghapusan Di samping penyempurnaan dan penambahan seperti tersebut di atas, dengan Undang-undang ini, dilakukan penghapusan terhadap beberapa ketentuan dalam Undang-undang Paten-lama yang dinilai tidak sejalan dengan Persetujuan TRIPs, misalnya ketentuan yang berkaitan dengan penundaan pemberian Paten dan lingkup hak eksklusif Pemegang Paten.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan permohonan pertama dalam hal Permohonan itu diajukan dengan Hak Prioritas adalah Permohonan yang telah diajukan untuk pertama kali di negara lain yang merupakan anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property atau anggota World Trade Organization. Indonesia meratifikasi Paris Convention sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1997.

Pasal 3
Ayat (1)
Padanan istilah teknologi yang diungkapkan sebelumnya adalah state of the art atau prior art, yang mencakup baik berupa literatur Paten maupun bukan literatur Paten.
Yang dimaksud dengan tidak sama pada ayat ini adalah bukan sekadar beda, tetapi harus dilihat sama atau tidak samanya fungsi ciri teknis (features) Invensi tersebut dengan ciri teknis Invensi sebelumnya.
Ayat (2)
Dalam Undang-undang ini, ketentuan mengenai uraian lisan atau melalui peragaan atau dengan cara lain tidak hanya dilakukan di Indonesia, tetapi juga terhadap hal-hal tersebut yang dilakukan di luar negeri dengan ketentuan bahwa bukti tertulis harus tetap pula disampaikan.
Ayat (3)
Dalam Undang-undang Paten-lama, kelompok kata merupakan bagian Invensi terdahulu dapat menimbulkan salah tafsir sehingga dalam Undang-undang ini kelompok kata tersebut dihilangkan.
Yang dimaksud dengan pemeriksaan substantif pada ayat ini dan dalam pasal-pasal selanjutnya adalah pemeriksaan terhadap Invensi yang dinyatakan dalam Permohonan, dalam rangka menilai pemenuhan atas syarat:
baru, langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri, serta memenuhi ketentuan kesatuan Invensi, diungkapkan secara jelas, dan tidak termasuk dalam kategori Invensi yang tidak dapat diberi Paten.
Yang dimaksud dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya pada ayat ini mencakup dokumen Permohonan yang diajukan di Indonesia dan dipublikasikan pada atau setelah Tanggal Penerimaan atau tanggal prioritas dari Permohonan yang sedang diperiksa substantifnya. Tanggal Penerimaan atau tanggal prioritas dokumen yang dipublikasikan tersebut lebih awal dari pada Tanggal Penerimaan atau tanggal prioritas dari Permohonan yang substantifnya sedang diperiksa.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan yang muncul akibat adanya invensi yang sama yang diajukan oleh Pemohon lain dalam waktu yang tidak bersamaan (conflicting application).

Pasal 4
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan pameran yang resmi adalah pameran yang diselenggarakan oleh Pemerintah;
sedangkan pameran yang diakui sebagai pameran resmi adalah pameran yang diselenggarakan oleh masyarakat tetapi diakui atau memperoleh persetujuan Pemerintah.
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 5
Jika Invensi tersebut dimaksudkan sebagai produk, produk tersebut harus mampu dibuat secara berulang-ulang (secara massal) dengan kualitas yang sama, sedangkan jika Invensi berupa proses, proses tersebut harus mampu dijalankan atau digunakan dalam praktik.

Pasal 6
Paten sederhana hanya diberikan untuk Invensi yang berupa alat atau produk yang bukan sekadar berbeda ciri teknis-nya, tetapi harus memiliki fungsi/kegunaan yang lebih praktis daripada Invensi sebelumnya dan bersifat kasat mata atau berwujud (tangible).
Adapun Invensi yang sifatnya tidak kasat mata (intangible), seperti metode atau proses, tidak dapat diberikan perlindungan sebagai Paten Sederhana.

Pasal 7
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Dalam hal pemeriksaan, perawatan, pengobatan, dan pembedahan tersebut menggunakan peralatan kesehatan, ketentuan ini hanya berlaku bagi Invensi metodenya saja, sedangkan peralatan kesehatan termasuk alat, bahan, maupun obat, tidak termasuk dalam ketentuan ini.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d butir i
Yang dimaksud dengan makhluk hidup dalam huruf d butir i ini mencakup manusia, hewan, atau tanaman, sedangkan yang dimaksud dengan jasad renik adalah makhluk hidup yang berukuran sangat kecil dan tidak dapat dilihat secara kasat mata melainkan harus dengan bantuan mikroskop, misalnya amuba, ragi, virus, dan bakteri.
Huruf d butir ii
Yang dimaksud dengan proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan dalam butir ii adalah proses penyilangan yang bersifat konvensional atau alami, misalnya melalui teknik stek, cangkok, atau penyerbukan yang bersifat alami, sedangkan proses non-biologis atau proses mikrobiologis untuk memproduksi tanaman atau hewan adalah proses memproduksi tanaman atau hewan yang biasanya bersifat transgenik/rekayasa genetika yang dilakukan dengan menyertakan proses kimiawi, fisika, penggunaan jasad renik, atau bentuk rekayasa genetika lainnya.

Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan dicatat dan diumumkan pada ayat ini dan dalam ketentuan-ketentuan selanjutnya dalam Undang-undang ini adalah dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten.
Yang dimaksud dengan Daftar Umum Paten adalah suatu daftar yang berisi data mengenai bibliografi dan status Permohonan dan Paten yang dicatat oleh Direktorat Jenderal dan dapat dilihat oleh masyarakat umum.
Yang dimaksud dengan Berita Resmi Paten adalah bentuk pengumuman yang berisi informasi mengenai status Permohonan dan Paten yang dapat dilihat oleh masyarakat umum yang dapat digunakan untuk memantau kegiatan Direktorat Jenderal.
Materi Permohonan dan Paten yang akan diumumkan mencakup informasi tentang bibliografi, spesifikasi, pengalihan, lisensi, pelanggaran, perubahan alamat Pemohon atau Pemegang Paten yang diterbitkan secara berkala oleh Direktorat Jenderal.
Berita Resmi Paten dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk antara lain dalam bentuk buku (saat ini) dan pada masa yang akan datang dibuat dalam format digital.

Pasal 9
Secara umum produk atau alat yang dilindungi, diperoleh dalam waktu yang relatif singkat, dengan cara yang sederhana, dengan biaya yang relatif murah, dan secara teknologi juga bersifat sederhana sehingga jangka waktu perlindungan selama 10 (sepuluh) tahun dinilai cukup untuk memperoleh manfaat ekonomi yang wajar.

Pasal 10
Cukup jelas

Pasal 11
Cukup jelas

Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Pencantuman nama Inventor dalam sertifikat pada dasarnya adalah lazim. Hal itu dikenal sebagai hak moral (moral right).

Pasal 13
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada pemakai terdahulu yang beriktikad baik, tetapi tidak mengajukan Permohonan.
Dalam hal ini, kegiatan yang dilakukannya dan merupakan pelaksanaan Invensi tersebut tetap dapat dilaksanakan olehnya sebagai pemakai terdahulu sampai dengan batas masa perlindungan Paten.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 14
Cukup jelas

Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Invensi tersebut harus benar-benar merupakan hasil kegiatan yang dilakukan dengan iktikad baik oleh orang yang pertama kali memakai Invensi tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 16
Ayat (1)
Hak eksklusif artinya hak yang hanya diberikan kepada Pemegang Paten untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan sendiri secara komersial atau memberikan hak lebih lanjut untuk itu kepada orang lain. Dengan demikian, orang lain dilarang melaksanakan Paten tersebut tanpa persetujuan Pemegang Paten.
Yang dimaksud dengan produk mencakup alat, mesin, komposisi, formula, product by process, sistem, dan lain-lain. Contohnya adalah alat tulis, penghapus, komposisi obat, dan tinta.
Yang dimaksud dengan proses mencakup proses, metode atau penggunaan. Contohnya adalah proses membuat tinta, dan proses membuat tisu.
Yang dimaksud dengan pihak adalah orang, beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum yang disesuaikan dengan konteks naskah masing-masing.
Ayat (2)
Cukup jelas