Friday, May 25, 2012

Perjanjian Yang Ideal



A.          PENDAHULUAN

Pada hakekatnya sebuah perjanjian adalah sebuah tulisan atau dokumentasi yang berisi dan mengakomodir para pihak yang untuk mencapai tujuan atau prestasi tertentu. Semakin berkembangnya jaman dan kebutuhan tiap-tiap subjek hukum dan berimplikasi terhadap perjanjian-perjanjian dan bentuk-bentuknya yang semakin dinamis yang mengiringi kemajuan jaman yang pesat.
Perjanjian pada umumnya cenderung diartikan sama dengan perikatan. Hal ini dikarenakan adanya kemiripan konsep dan batasan definisi pada kata perikatan dan perjanjian.
Perjanjian pada dasarnya adalah peristiwa dimana seseorang mengucapkan janji kepada pihak lain atau adanya dua pihak atau lebih yang saling berjanji satu sama lain untuk adanya sebuah tujuan. Perjanjian adalah tindakan yang mengikat dua belah pihak yang berjanji untuk menjamin adanya kepastian. Perjanjian tersebut bisa dibuat melalui lisan maupun tulisan. Kekuatan perjanjian lisan sangatlah lemah, sehingga bila terjadi sengketa diantara pihak-pihak yang berjanji, maka akan lebih sulit dibuktikan kebenarannya. Untuk hal-hal yang sangat penting, orang lebih suka menggunakan surat perjanjian sebagai bukti hitam diatas putih demi keamanan. Sedangkan, perikatan adalah dua pihak yang melakukan suatu hubungan hukum, hubungan yang memberikan hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak  untuk memberikan atau memenuhi tuntutan tersebut. Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik sebuah benang merah bahwa sebuah perjanjian akan menimbulkan perikatan.
Artinya tidak ada kesepakatan yang mengikat seseorang jika tidak ada perjanjian tertentu yang disepakati (perjanjian menerbitkan perikatan, perjanjian juga merupakan sumber perikatan). Namun dilain pihak sebuah perikatan tidak hanya dapat terjadi karena adanya perjanjian sebab timbulnya perikatan juga dapat terjadi karena adanya perintah undang-undang tertentu yang mengaturnya.
Pada tulisan ini untuk selanjutnya akan dibahas lebih lanjut tentang definisi, asas, hingga syarat sahnya sebuah perjanjian, agar sebuah perjanjian dapat  dikategorikan sebagai sebuah perjanjian yang ideal.

B.           PENGERTIAN
Perikatan[1]:
Perikatan[2] artinya hal yang mengikat antara orang yang satu dan orang yang lain. Hal yang mengikat itu adalah peristiwa hukum yang dapat berupa:
1.      Perbuatan, misalnya, jual-beli, utang-piutang, hibah.
2.      Kejadian, misalnya, kelahiran, kematian, pohon tumbang.
3.  Keadaan, misalnya, pekarangan berdampingan, rumah susun, kemiringan tanah pekarangan.
Perikatan lebih lanjut dijelaskan dalam Buku III KUHPerdata. Adapun bagian umumnya meliputi aturan dalam Bab I, Bab II, Bab III (Pasal 1352 dan 1353), Bab IV KUHPerdata yang berlaku bagi perikatan umum.
Perjanjian[3]:
Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang yang lain atau lebih.

C.           ASAS DALAM PERJANJIAN

1.      Asas Terbuka[4]; Hukum Perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar UU, ketertiban umum dan kesusilaan.
2.      Asas Konsensualitas; Pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan.
3.      Asas “pacta sunt servanda”; Perjanjian yang sudah disepakati oleh para pihak, berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang menyelenggarakan[5].



D.          SYARAT-SYARAT SAHNYA SUATU PERJANJIAN

Untuk sahnya suatu perjanjian ada 4 syarat yang harus dipenuhi sebagaimana diatur dalam ketentuan KUHPerdata Pasal 1320 yaitu:
1.      Syarat Subyektif:
a.      Sepakat untuk mengikatkan dirinya; dan
b.      Cakap untuk membuat suatu perjanjian.
2.      Syarat Obyektif :
a.      Mengenai suatu hal tertentu; dan
b.      Suatu sebab yang halal.

E.            SUBJEK DALAM PERJANJIAN

Pelaku perjanjian dapat terdiri dari manusia pribadi dan dapat juga badan hukum atau persekutuan. Setiap subjek hukum yang melakukan atau membuat perjanjian harus[6]:
1.      Ada kebebasan menyatakan kehendaknya sendiri;
2.      Tidak dalam keadaan terpaksa;
3.      Tidak ada penipuan dari salah satu pihak; dan
4.      Tidak ada kekhilafan pihak-pihak yang bersangkutan.
Terkait masalah kehendak melakukan atau kewenangan berbuat, setiap pihak dalam perjanjian harus disetujui oleh para pihak karena adanya kewenangan yang syarat-syaratnya menurut hukum sudah ditentukan oleh undang-undang sbb[7]:
1.      Sudah dewasa, artinya sudah berumur 21 tahun penuh;
2.      Walaupun belum dewasa, tetapi sudah pernah menikah;
3.      Dalam keadaan sehat akal;
4.      Tidak berada di bawah pengampuan; dan
5.      Memiliki surat kuasa jika mewakili pihak lain.

F.            OBJEK PERJANJIAN

Dalam lingkup perjanjian perdata umumnya adalah benda, yaitu setiap barang dan hak halal yang dapat dimiliki dan dinikmati orang. Dapat dimiliki dan dinikmati orang maksudnya memberi manfaat atau mendatangkan keuntungan secara halal bagi orang yang memilikinya.
         Benda yang diperjanjikan haruslah benda yang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan masyarakat.
Apabila benda dijadikan objek perjanjian, maka benda tersebut harus memenuhi syarat yang ditetapkan oleh undang-undang yaitu:
1.      benda dalam perdagangan;
2.      benda tertentu atau dapat ditentukan;
3.      benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud;
4.      benda itu tidak dilarang oleh undang-undang;
5.      benda itu ada pemiliknya dan dalam penguasaan pemiliknya;
6.      benda itu dapat diserahkan oleh pemiliknya;
7.      benda itu dalam penguasaan pihak lain berdasarkan alas hak sah.
Dan dalam konsepsi modern dewasa ini, pengertian benda termasuk juga modal, piutang, keuntungan , dan jasa.

G.          ASAS-ASAS PERJANJIAN

Hukum perjanjian mengenal beberapa asas penting yang merupakan dasar kehendak para pihak dalam mencapai tujuannya. Asas-asas yang terdapat dalam hukum antara lain sebagai berikut:

a.      Asas Kebebasan Berkontrak
         Dengan adanya asas ini dalam hukum perjanjian maka setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian apapun baik yang sudah diatur, maupun yang belum diatur dalam undang-undang. Ketentuan mengenai asas ini dicantumkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi "Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya". Asas kebebasan berkontrak dalam hal ini bukan berarti tidak ada batasannya sama sekali, melainkan kebebasan seseorang dalam membuat perjanjian tersebut hanya sejauh perjanjian yang dibuatnya tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum dan undang-undang.



b.      Asas Konsensuil
Konsensuil berasal dari bahasa latin yaitu consensus yang berarti sepakat. Menurut asas ini, perjanjian itu terjadi sejak saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai pokok perjanjian. Sejak itu perjanjian mengikat dan mempunyai akibat hukum.

c.       Asas Itikad Baik
Perjanjian ini dijelaskan baik dapat dibedakan obyektif. Itikad baik, hal ini dijelaskan dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata. Itikad baik dapat dibedakan antara itikad baik subyektif dan obyektif. Itikad baik subyektif dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang dalam melakukan suatu perbuatan hukum yaitu yang terletak pada sikap batin seseorang pada waktu dilakukan perbuatan hukum. Sedangkan itikad baik obyektif artinya pelaksanaan suatu perjanjian harus didasarkan pada norma kepatutan atau apa saja yang dirasakan sesuai dengan nilai kepatutan dalam masyarakat.

d.      Asas Obligator
         Asas ini mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, bukan memindahkan Hak Milik. Hak Milik baru dapat berpindah bila dilakukan dengan perjanjian yang bersifat kebendaan.

H.          PRESTASI & WANPRESTASI

Prestasi[8] adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perjanjian. Prestasi adalah objek perjanjian dan menurut Pasal 1234 KUHPerdata umumnya ada tiga kemungkinan wujud prestasi yaitu:
1.      memberikan sesuatu[9];
2.      melakukan sesuatu;
3.      tidak melakukan sesuatu.
Prestasi sebagai objek perjanjian untuk dapat dipenuhi, maka perlu diketahui sifat-sifatnya yaitu:
1.      Prestasi harus sudah tertentu atau dapat ditentukan;
2.      Prestasi tersebut harus mungkin untuk dipenuhi;
3.      Prestasi harus halal;
4.      Prestasi harus bermanfaat bagi kreditor;
5.      Prestasi terdiri atas satu perbuatan atau serentetan perbuatan.

Wanprestasi, berarti tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam perjanjian. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur karena dua kemungkinan yaitu:
1.      karena kesalahan debitur, baik karena sengaja maupun lalai;
2.  karena keadaan memaksa (force majeur)[10], diluar kemampuan debitur. Jadi, debitur tidak bersalah.

Dalam hal menentukan seorang debitur bersalah atau tidak perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana debitur wanprestasi dan dalam hal ini terdapat tiga keadaan[11], yaitu:
1.      debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali;
2.      debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru;
3.      debitur memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktu atau terlambat[12].

I.             SURAT PERJANJIAN

Surat perjanjian adalah surat kesepakatan mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak yang saling mengikatkan diri untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Definisi itu menunjukkan ciri khas surat perjanjian sebagai surat yang dibuat oleh dua pihak secara bersama, bahkan seringkali melibatkan pihak ketiga sebagai penguat.
Surat perjanjian ada dua macam, yaitu:
1.      Perjanjian autentik, yaitu perjanjian yang disaksikan oleh pejabat pemerintah.
2.      Perjanjian dibawah tangan, yaitu perjanjian yang tidak disaksikan oleh pejabat pemerintah.
Penggolongan diatas tidak ada hubungannya dengan keabsahan surat perjanjian. Surat perjanjian tanpa notaris, misalnya sah saja asal memenuhi syarat tertentu seperti yang akan dirinci dibawah ini. Selain mencantumkan persetujuan mengenai batas-batas hak dan kewajiban masing-masing pihak, surat tersebut juga menyatakan jalan keluar yang bagaimana, yang akan ditempuh, seandainya salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya. Jalan keluar disini bisa pemberian sanksi, ganti rugi, tindakan administrasi, atau gugatan ke pengadilan.

J.             GUNA SURAT PERJANJIAN

1.   Untuk menciptakan ketenangan bagi kedua belah pihak yang berjanji karena terdapatnya kepastian didalam surat perjanjian.
2.      Untuk mengetahui secara jelas batas hak dan kewajiban pihak yang berjanji.
3.      Untuk menghindari terjadinya perselisihan.
4.  Untuk bahan penyelesaian perselisihan atau perkara yang mungkin timbul akibat suatu perjanjian.
         Sehubungan dengan guna surat perjanjian pada butir 3 diatas, dalam setiap surat perjanjian harus tercantum pasal arbitrase yang berisi kesepakatan bersama yang menetapkan pengadilan negeri tertentu sebagai tempat untuk menyelesaikan perkara, jika timbul.

K.          SYARAT SURAT PERJANJIAN

Adapun syarat sahnya perjanjian adalah sebagai berikut:
1.      Surat perjanjian harus ditulis diatas kertas segel atau kertas biasa yang dibubuhi materai.
2.      Pembuatan surat perjanjian harus atas rasa ikhlas, rela, tanpa paksaan.
3.      Isi perjanjian harus disetujui oleh kedua belah pihak yang berjanji.
4.      Pihak yang berjanji harus sudah dewasa dan dalam keadaan waras dan sadar.
5.      Isi perjanjian harus jelas dan tidak mempunyai peluang untuk ditafsirkan secara berbeda.
6.      Isi surat perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan norma susila yang berlaku.



L.            ANEKA SURAT PERJANJIAN

Dalam kehidupan modern banyak sekali aktivitas yang perlu dituangkan ke dalam surat perjanjian untuk memperoleh kepastian dan kekuatan hubungan antara surat perjanjian terpenting, berikut ini akan diuraikan secara singkat tentang perjanjian jual beli, sewa beli (angsuran), sewa-menyewa, borongan pekerjaan, pinjam-meminjam, dan perjanjian kerja.

1.      Perjanjian Jual Beli
Dalam surat ini disebutkan bahwa pihak penjual diwajibkan menyerahkan suatu barang kepada pihak pembeli. Sebaliknya, pihak pembeli diwajibkan menyerahkan sejumlah uang (sebesar harga barang tersebut) kepada pihak penjual sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Setelah penandatanganan surat tersebut, kedua belah pihak terikat untuk menyelesaikan kewajiban masing masing. Setiap pelanggaran atau kelainan dalam memenuhi kewajiban akan mendatangkan konsekuensi hokum karena pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan atau klaim.

2.      Perjanjian Sewa Beli (angsuran)
      Surat ini boleh dinyatakan sama dengan surat jual beli. Bedanya harga barang yang di bayarkan oleh pihak pembeli dilakukan dengan cara mengangsur. Barangnya diserahkan kepada pihak pembeli setelah surat perjanjian sewa beli ditandatangani. Namun hak kepemilikan atas barang tersebut masih berada di tangan pihak penjual. Jadi sebelum pembayaran atas barang tersebut masih di angsur, pihak pembeli masih berstatus sebagai penyewa. Dan selama itu pihak pembeli tidak berhak menjual barang yang disebutkan dalam perjanjian sewa beli tersebut. Selanjutnya hak milik segera jatuh ke tangan pembeli saat pembayaran angsuran/cicilan terakhir dilunasi.

3.      Perjanjian Sewa Menyewa
Perjanjian ini merupakan suatu persetujuan antara pihak yang menyewakan dan pihak yang menyewa., dimana pihak yang menyewa (pihak 1) berjanji menyerahkan suatu barang (tanah, bangunan, dll) kepada pihak penyewa (pihak II) selama jangka waktu yang di tentukan kedua belah pihak. Sementara itu pihak penyewa di wajibkan membayar sejumlah uang tertentu atas pemakaian barang tersebut.
4.      Perjanjian Borongan
Perjanjian ini dibuat antara pihak pemilik proyek dan pihak pemborong, dimana pihak pemborong setuju untuk melaksanakan pekerjaan borongan sesuai dengan syarat syarat/spesifikasi serta waktu yang di tetapkan/disepakati oleh kedua belah pihak. Untuk itu pihak pemilik proyek wajib memebayar sejumlah uang tertentu (harga pekerjaan borongan) yang telah di sepakati kedua belah pihak kepada pihak pemborong.

5.      Perjanjian Meminjam Uang
Surat perjanjian ini merupakan persetujuan antara pihak piutang dengan pihak berhutang untuk menyerahkan sejumlah uang. Pihak yang berpiutang meminjamkan sejumlah uang kepada pihak yang meminjam, dan pihak peminjam wajib membayar kembali hutang tersebut ditambah dengan buang yang biasanya dinyatakan dalam persen dari pokok pinjaman, dalam jangka waktu yang telah disepakati.

6.      Perjanjian Kerja
Pada dasarnya surat perjanjian kerja dan perjanjian jual beli adalah sama. Yang membedakan adalah obyek perjanjiannya. Bila dalam surat perjanjian jual beli objeknya adalah barang atau benda, maka objek dalam surta perjanjian kerja adalah jasa kerja dan pelayanan Para pihak dalam surat perjanjian kerja adalah majikan (pemilik usaha) dan pekerja (penyedia jasa).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat surat perjanjian kerja adalah:
(a)   Lama masa kerja;
(b)   Jenis pekerjaan;
(c)    Besarnya upah atau gaji beserta tunjangan. Pihak majikan biasanya telah mempunyai suatu pegangan atau standar gaji untuk menentukan gaji yang layak untuk suatu tingkat keahlian kerja;
(d)   Jam kerja per hari, jaminan sosial, hak cuti, dan kemungkinan untuk memperpanjang perjanjian tersebut.



M.         TAHAPAN PENYUSUNAN SUATU PERJANJIAN

Untuk membuat suatu perjanjian yang baik serta mencegah terjadinya masalah hukum di kemudian hari, maka perjanjian sebaiknya di bauat dengan tahapan tertentu mulai dari persiapan, sampai pada pelaksanaan perjanjian. Adapun tahap – tahap itu sebagai berikut:

1. Negosiasi
Sebuah perjanjian tidak muncul tiba tiba, tetapi terlebih dahulu dulakukan negosiasi. Pada proses ini terjadi tawar menawar untuk kemudian di tuangkan dalam perjanjian.

2. Memorandum Of Understanding (MoU)
Setelah pada tahap negosiasi tercapai kesepakatan, tahap selanjutnya membuat MoU. Isi MoU hanya butir butir kesepakatan negosiasi. MoU bukan sebuah perjanjian tapi merupakan pegangan sementara bagi para pihak sebelum masuk pada tahap penyusunan perjanjian.

3. Penyusunan Perjanjian
Penyusunan perjanjian dimulaid dengan membuat draft perjanjian. Draft perjanjian ini kemudian dikoreksi oleh masing masing pihak untuk kemudian ditandatangani. Yang dibutuhakn dalam proses penulisna naskah perjanjian adalah kejelian dalam menangkap berbagai keinginan para pihak, memahami aspek hukum, dan menguasai bahasa perjanjian denagn rumusan yang tepat, singkat, jelas dan sistematis. Sebuah perjanjian pada umumnya mengikuti kerangka sbb:
a) Judul perjanjian
b) Pembukaan
c) Identifiaksi Para Pihak
d) Latar belakang kesepakatan (recital)
e) Isi
f) Penutup

4. Pelaksanaan Perjanjian
Sebuah perjanjian yang ideal mestinya dapat dilaksanakan oleh para pihak. Artinya, hak dan kewajiban masing masing pihak dijalankan sepenuhnya sesuai dengan isi perjanjian.
Namun dalam pelaksaannya bisa jadi para pihak punya penafisran yang berbeda terhadap pasal pasal tertentu. Bahkan tidak tertutup kemungkinan terjadi persengketaan. Itulah sebabnya dalam perjanjian para pihak juga memasukkan pasal yang mengatur tentang pilihan hukum dan prosedur penyelesaian sengketa.

*Tugas Kolektif Mata Kuliah Kapita Selekta Hukum Perdata-Program Magister Ilmu Hukum Univ.Kristen Indonesia, Dosen Pengajar Dr.Fulgensius Jimmy, S.H.,M.H.,M.M


[1] Lihat ketentuan umum Pasal 1233, 1234 KUHPerdata
[2] Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H., Hukum Perdata Indonesia, Penerbit P.T. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2010. Hal.229.
[3] Pasal 1313 KUHPerdata
[4] Sistem terbuka, disimpulkan dalam Pasal 1338 (1) KUHPerdata: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya
[5] Lihat Pasal 1320 KUHPerdata
[6] Abdulkadir Muhammad, Op.cit hal.233
[7] Abdulkadir Muhammad, Op.cit hal.234
[8] Abdulkadir Muhammad, Op.cit hal.239
[9] Lihat Pasal 1235 ayat (1) KUHPerdata
[10] Unsur-unsur keadaan memaksa adalah tidak dipenuhinya prestasi (1) karena terjadi peristiwa yang membinasakanatau memusnahkan benda objek perjanjian; atau (2) karena terjadi peristiwa yang menghalangi perbuatan debitur; dan (3) peristiwa tersebut tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu membuat perjanjian.
[11]  Abdulkadir Muhammad, Op.cit hal.242.
[12] Bila dalam perjanjian ditentukan mengenai tenggang waktu pemenuhan prestasi, menurut Pasal 1238  KUHPerdata, debitur dianggap lalai dengan lewatnya tenggang waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian.

No comments:

Post a Comment

No SARA please..