Wednesday, July 13, 2011

Tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

UU KEPAILITAN & PKPU

BAB II

TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN
PEMBAYARAN UTANG

Bagian 1

Pemberian Penangguhan Pembayaran dan Akibat-Akibatnya Pasal 212 Debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pambayaran utang, dengan maksud pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren. Pasal 213 (1) Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sebagaimana dimaksud Pasal 212 harus diajukan debitur kepada Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dengan ditandatangani olehnya dan oleh penasihat hukumnya, dan disertai daftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93, beserta surat-surat bukti selayaknya.

(2) Pada surat permohonan tersebut diatas dapat dilampirkan rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 212.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal 6 ayat (5) berlaku mutatis mutandis sebagai tata cara pengajuan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 214 (1) Surat permohonan berikut lampirannya, harus disediakan di kepaniteraan, agar dapat diperiksa tanpa biaya oleh umum terutama pihak yang berkepentingan.

(2) Pengadilan harus segera mengabulkan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang dan harus menunjuk seorang Hakim Pengawas dari Hakim Pengadilan serta mengangkat 1 (satu) atau lebih pengurus yang bersama dengan debitur mengurus harta debitur.

(3) Segera setelah ditetapkan putusan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang, Pengadilan melalui pengurus wajib memanggil debitur dan kreditur yang dikenal dengan surat tercatat atau melalui kurir, untuk menghadap dalam sidang yang diselenggarakan paling lambat pada hari ke 45 (empat puluh lima) terhitung setelah putusan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang ditetapkan. Pasal 215 (1) Pengurus wajib segera mengumumkan putusan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang dalam Berita Negara dan dalam 1 (satu) atau lebih surat kabar harian yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas dan pengumuman itu juga harus memuat undangan untuk hadir pada persidangan yang merupakan rapat permusyawaratan hakim berikut, tanggal, tempat dan waktu sidang tersebut, nama Hakim Pengawas dan nama serta alamat pengurus.

(2) Apabila pada surat permohonan dilampirkan rencana perdamaian, maka hal ini harus disebutkan dalam pengumuman tersebut, dan pengumuman itu harus dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sebelum tanggal sidang yang direncanakan. Pasal 216 Putusan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang berlaku sejak tanggal penundaan kewajiban pambayaran utang tersebut ditetapkan dan berlangsung sampai dengan tanggal sidang yang dimaksudkan dalam Pasal 215 ayat (1) diselenggarakan. Pasal 217 (1) Pada hari sidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 215 ayat (1), Pengadilan harus memeriksa debitur, Hakim Pengawas, pengurus dan para kreditur yang hadir atau wakilnya yang ditunjuk berdasarkan surat kuasa, dan setiap kreditur berhak untuk hadir dalam sidang tersebut sekalipun yang bersangkutan tidak menerima panggilan untuk itu.

(2) Apabila rencana perdamaian dilampirkan pada permohonan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 213 atau telah disampaikan oleh debitur sebelum sidang, maka pemungutan suara tentang rencana perdamaian dapat dilakukan, jika ketentuan dalam Pasal 252 telah dipenuhi.

(3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dipenuhi, atau jika kreditur konkuren belum dapat memberikan suara mereka mengenai rencana perdamaian maka atas permintaan debitur harus menentukan pemberian atau penolakan penundaan kewajiban pembayaran utang secara yeyap dengan maksud untuk memungkinkan debitur, pengurus dan para kreditur untuk mempertimbangkan dan menyetujui perdamaian pada rapat atau sidang yang diadakan selanjutnya.

(4) Apabila penundaan kewajiban pembayaran utang secara tetap sebagaimana dimaksud ayat (3) disetujui, maka penundaan tersebut berikut perpenjangannya tidak boleh melebihi 270 (dua ratus tujuh puluh) hari terhitung sejak putusan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang ditetapkan.

(5) Pemberian penundaan kewajiban pembayaran utang secara tetap berikut perpanjangannya ditetapkan oleh Pengadilan berdasarkan persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) kreditur konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau yang sementara diakui dari kreditur konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut, dan perselisihan yang timbul antara pengurus dan para kreditur konkuren tentang hak suara kreditur tersebut diputuskan oleh Hakim Pengawas.

(6) Apabila permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang diperiksa pada saat yang bersamaan, maka permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang harus diputuskan terlebih dahulu. Pasal 217 A (1) Jika jangka waktu penundaan sementara kewajiban pembayaran utang berakhir karena kreditur konkuren tidak menyetujui pemberian penundaan kewajiban pembayaran utang secara bertahap atau perpanjangannya sudah diberikan, tetapi sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 ayat (4) belum tercapai persetujuan terhadap rencana perdamaian, maka pengurus pada hari berakhirnya wajib memberitahukan Pengadilan, yang harus menyertakan debitur pailit selambat-lambatnya pada hari berikutnya.

(2) Pengurus wajib mengumumkan hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam surat kabar harian di mana permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang diumumkan berdasarkan Pasal 215. Pasal 217 B (1) Pengadilan harus mengangkat Panitia Kreditur apabila :

a. permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang meliputi utang dalam jumlah besar atau bersifat rumit; atau

b. pengangkatan tersebut dikehendaki oleh kreditur konkuren yang mewakili paling sedikit-(satu perdua) bagian dari seluruh tagihan yang diakui.

(2) Pengurus dalam menjalankan jabatannya wajib menerima serta mempertimbangkan rekomendasi Panitia Kreditur. Pasal 217 C (1) Panitera Pengadilan wajib mengadakan daftar umum dengan mencantumkan untuk setiap penundaan kewajiban pembayaran utang :

a. tanggal diberikan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang dan tanggal-tanggal diberikan penundaan kewajiban pembayaran utang secara tetap berikut perpanjangannya;

b. kutipan putusan Pengadilan yang menetapkan penundaan kewajiban pembayaran utang yang bersifat sementara maupun yang tetap dan perpanjangannya;

c. nama Hakim Pengawas dan pengurus yang diangkat;

d. ringkasan isi perdamaian dan pengesahan perdamaian tersebut oleh Pengadilan;

e. pengakhiran perdamaian.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan isi daftar umum tersebut ditetapkan oleh Mahkamah Agung.

(4) Panitera Pengadilan wajib menyediakan daftar umum yang dapat diperiksa oleh siapapun tanpa dipungut biaya. Pasal 217 D (1) Jika diminta oleh pengurus, Hakim Pengawas dapat mendengar saksi atau memerintahkan pemeriksaan oleh ahli untuk menjelaskan keadaan yang menyangkut penundaan kewajiban pembayaran utang, dan saksi-saksi tersebut dipanggil sesuai dengan ketentuan dalam hukum acara perdata.

(2) Dalam hal saksi tidak hadir atau menolak untuk mengangkat sumpah atau memberi keterangan, maka berlaku ketentuan dalam hukum acara perdata terhadap hal tersebut.

(3) Suami/isteri atau mantan suami/isteri, anak-anak dan keturunan selanjutnya, orang tua, kakek-nenek debitur dapat menggunakan hak mereka untuk dibebaskan dari kewajiban memberi kesaksian. Pasal 217 E (1) Dalam putusan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 214, diangkat pengurus.

(2) Pengurus yang diangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus independen dan tidak memiliki benturan kepentingan dengan debitur atau kreditur.

(3) Yang dapat menjadi pengurus sebagaimana dimaksud dalam ayat 91, adalah:

a. perorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus harta debitur;

b. telah terdaftar pada Departemen Kehakiman. (4) Pengurus bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan yang menyebabkan kerugian terhadap harta debitur. (5) Dalam putusan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang harus dicantumkan besarnya biaya pengurusan harta debitur termasuk imbalan jasa bagi pengurus berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Departemen Kehakiman.
Pasal 218, Pasal 219 dan Pasal 221 dihapus. Pasal 220 (1) Ketetapan penangguhan pembayaran yang telah dilakukan secara tetap dapat dijalankan terkebih dahulu, walaupun terhadapnya diajukan permohonan banding.

(2) Ketetapan tersebut harus diiklankan dengan cara yang ditetapkan menurut Pasal 215. Pasal 222 (1) Apabila diangkat lebih dari satu pengurus, maka untuk melakukan tindakan yang sah dan mengikat, para pengurus memerlukan persetujuan lebih dari - (satu perdua) jumlah para pengurus.

(2) Apabila suara setuju dan tidak setuju sama banyaknya, tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memperoleh persetujuan Hakim Pengawas.

(3) Pengurus yang diangkat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 214 ayat (2) dapat diganti atau ditambah oleh Hakim Pengawas atas permintaan kreditur konkuren, dan permintaan tersebut hanya dapat diajukan apabila didasarkan atas persetujuan kreditur tersebut dalam rapat kreditur dengan suara terbanyak biasa. Pasal 223 (1) Dalam putusan yang memberikan penundaan kewajiban pembayaran utang, Pengadilan dapat memasukkan ketentuan-ketentuan yang dianggap perlu untuk kepentingan para kreditur.

(2) Hakim Pengawas dapat melakukan hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setiap waktu selama adanya penundaan kewajiban pembayaran utang, berdasarkan:

a. prakarsa Hakim Pengawas;
b. permintaan pengurus; atau
c. permintaan satu atau lebih kreditur. Pasal 224 (1) Jika penundaan kewajiban pembayaran utang telah diberikan, Hakim Pengawas dapat mengangkat satu atau lebih ahli untuk melakukan pemeriksaan dan menyusun laporan tentang keadaan harta debitur dalam jangka waktu tertentu berikut perpanjangannya yang ditetapkan oleh Hakim Pengawas.

(2) Laporan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memuat pendapat yang disertai alasan yang lengkap tentang keadaan harta debitur dan dokumen yang telah diserahkan oleh debitur serta tingkat kesanggupan atau kemampuan debitur dapat memenuhi kewajibannya kepada para kreditur, dan laporan tersebut harus sedapat mungkin menunjukkan tindakan-tindakan yang harus diambil untuk dapat memenuhi tuntutan para kreditur.

(3) Para ahli harus menyediakan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) di kantor Panitera agar dapat diperiksa umum tanpa biaya, dan tiada biaya dipungut untuk menyediakan laporan tersebut.

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222 berlaku pula bagi para ahli. Pasal 225 Setiap 3 (tiga) bulan pengurus wajib melaporkan keadaan debitur, dan laporan tersebut harus disediakan pula di kantor Panitera sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 ayat (3).
Jangka waktu pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperpanjang oleh Hakim Pengawas. Pasal 226 (1) Selama penundaan kewajiban pembayaran utang, tanpa diberi kewenangan oleh pengurus, maka debitur tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau pemindahan hak atas sesuatu bagian dari hartanya, dan jika debitur melanggar ketentuan ini, pengurus berhak untuk melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa harta debitur tidak dirugikan karena tindakan debitur tersebut.

(2) Kewajiban-kewajiban debitur yang dilakukan tanpa mendapatkan kewenangan dari pengurus yang timbul setelah dimulainya penundaan kewajiban pembayaran utang, hanya dapat dibebankan kepada harta debitur sepanjang hal itu menguntungkan para kreditur.

(3) Atas dasar kewenangan yang diberikan oleh pengurus, debitur dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga semata-mata dalam rangka meningkatkan nilai harta debitur.

(4) Apabila dalam melakukan pinjaman sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) perlu diberikan agunan, debitur dapat membebani hartanya dengan hak tanggungan, gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya, sepanjang pinjaman tersebut telah memperoleh persetujuan Hakim Pengawas.

(5) Pembebanan harta pailit dengan hak tanggungan, gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), hanya dapat dilakukan terhadap bagian harta debitur yang belum dijadikan jaminan utang. Pasal 227 (1) Bila debitur telah kawin dengan persatuan harta, maka yang termasuk harta kekayaan debitur ialah segala kekayaan dan beban dari persatuan harta tersebut.

(2) Dalam hal ini berlaku Pasal 60 dan Pasal 61. Pasal 228 (1) Selama berlangsungnya penundaan kewajiban pembayaran utang, debitur tidak dapat dipaksa membayar utang-utangnya sebagaimana dimaksud dalamn Pasal 231 dan semua tindakan eksekusi yang telah dimulai guna mendapatkan pelunasan utang, harus ditangguhkan.

(2) Kecuali telah ditetapkan tanggal yang lebih awal oleh Pengadilan berdasarkan permintaan pengurus, semua sitaan yang telah dipasang berakhir segera setelah ditetapkannya putusan penundaan kewajiban pembayaran utang secara tetap atau setelah persetujuan atas perdamaian telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, dan atas permintaan pengurus atau Hakim Pengawas, Pengadilan, jika masih diperlukan, wajib menetapkan pengangkatan sitaan yang telah dipasang atas barang-barang yang termasuk harta debitur.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berlaku pula terhadap eksekusi dan sitaan yang telah dimulai atas barang yang tidak dibebani agunan sekalipun eksekusi dan sitaan tersebut berkenaan dengan tagihan kreditur yang dijamin dengan hak tanggungan, gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya atau dengan hak yang harus diistimewakan berkaitan dengan kekayaan tertentu berdasarkan Undang-undang. Pasal 229 (1) Penangguhan pembayaran tidak menghentikan perkara yang sudah mulai diperiksa ataupun menghalangi pengajuan perkara yang baru.

(2) Walaupun demikian, dalam hal perkara yang semata-mata mengenai tuntutan pembayaran suatu piutang yang telah diakui oleh debitur itu sendiri, akan tetapi kreditur tidak mempunyai kepentingan untuk mendapatkan suatu putusan guna melaksanakan haknya terhadap pihak ketiga, setelah tentang pengakuan tersebut di atas dicatat, maka hakim dapat menangguhkan pengambilan putusan menganai hal itu sampai akhir penangguhan pembayaran itu.

(3) Debitur tidak boleh menjadi penggugat maupun tergugat dalam perkara-perkara mengenai hak dan kewajiban yang menyangkut harta kekayaannya, tanpa bantuan pihak pengurus. Pasal 230 (1) Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 231 A, penundaan kewajiban pembayaran utang tidak berlaku terhadap:

a. tagihan-tagihan yang dijamin dengan gadai, hak tanggungan, hak agunan atas kebendaanlainnya, atau tagihan yang diistimewakan terhadap barang-barang tertentu milik debitur;

b. tagihan biaya pemeliharaan, pengawasan atau pendidikan yang harus dibayar, dan Hakim Pengawas harus menentukan jumlah tagihan tersebut yang terkumpul sebelum penundaan kewajiban pembayaran utang yang bukan merupakan tagihan dengan hak untuk diistimewakan. (2) Dalam hal kekayaan yang diagunkan dengan hak gadai, hak tanggungan, dan hak agunan atas kebendaan lainnya tidak mencukupi untuk menjamin tagihan, maka para kreditur yang dijamin dengan agunan tersebut mendapatkan hak sebagai kreditur komkuren, termasuk mendapatkan hak untuk mengeluarkan suara selama penundaan kewajiban pembayaran utang berlaku. Pasal 231 Pembayaran semua utang lainnya yang sudaj ada sebelum pemberian penangguhan pembayaran, selama berlangsungnya penangguhan pembayaran ini, tidak boleh dilakukan selain berdasarkan perimbangan utangnya masing-masing dari semua kreditur tanpa mengurangi berlakunya kekuatan Pasal 171 ayat (3). Pasal 231 A Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 A berlaku mutatis mutandis terhadap pelaksanaan hak kreditur yang diistimewakan, dengan ketentuan bahwa penangguhan berlaku selama berlangsungnya penundaan kewajiban pembayaran utang. Pasal 232 (1) Barang siapa mempunyai utang dan piutang kepada debitur berdasarkan harta kekayaan debitur, boleh mengadakan perhitungan utang-piutang untuk pengurusannya, bila utang atau piutangnya itu telah terjadi sebelum mulai berlakunya penangguhan pembayaran itu.

(2) Tagihan yang ditujukan kepada Debitur, bila dianggap perlu, diselesaikan berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 258 dan Pasal 259. Pasal 233 (1) Seorang yang telah mengambil alih utang atau piutang dari harta kekayaan tersebut, sebelum mulai berlakunya penangguhan pembayaran, tidak boleh minta agar dilakukan perhitungan utang-piutang, bila sewaktu mengadakan pengambilalihan itu tidak dilakukan demi itikad baik.

(2) Sekali-kali tidak dapat dilakukan perhitungan utang-piutang yang pengambilalihannya terjadi kemudian sesudah ada penangguhan pembayaran.

(3) Dalam hal ini berlaku Pasal 54 dan Pasal 55. Pasal 234 (1) Dalam hal pada saat putusan penundaan kewajiban pembayaran utan ditetapkan terdapat perjanjian timbal-balik yang belum atau baru sebagian dipenuhi, maka pihak dengan siapa debitur mengadakan perjanjian dapat meminta kepada pengurus untuk memberikan kepastian mengenai kelanjutan pelaksanaan perjanjian yang bersangkutan dalam jangka waktu yang disepakati oleh pengurus dan pihak tersebut.

(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan mengenai jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Hakim Pengawas menetapkan jangka waktu tersebut.

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) pengurus tidak memberikan jawaban atau tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan perjanjian tersebut, maka perjanjian berakhir dan pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat menuntut ganti rugi sebagai kreditur konkuren.

(4) Apabila pengurus menyatakan kesanggupannya, maka pengurus memberikan jaminan atas kesanggupannya untuk melaksanakan perjanjian tersebut.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) tidak berlaku terhadap perjanjian yang mewajibkan debitur melakukan sendiri perbuatan yang diperjanjikan. Pasal 235 Bila dalam hal yang dimaksud dalam pasal yang lalu, telah diadakan perjanjian untuk menyerahkan barang-barang dagangan yang diperdagangkan di bursa dengan penyebutan tenggang waktunya, dan penyerahan itu akan dilakukan menjelang suatu saat atau dalam tenggang waktu yang ditentukan, sedangkan saat itu tiba atau tenggang waktu itu berakhir sesudah mulai berlakunya penangguhan pembayaran, maka hapuslah perjanjian itu dengan pemberian penangguhan pembayaran yang masih sementara dan pihal lawan boleh dengan begitu saja mengajukan tuntutan ganti rugi menurut ketentuan dalam Pasal 231. Jika karena terhapusnya perjanjian tersebut, harta kekayaan debitur menderita kerugian, maka pihak lawan wajib mengganti kerugiannya itu. Pasal 236 (1) segera setelah penangguhan pembayaran dimulai, debitur yang menjadi penyewa suatu barang dengan mengindahkan ketentuan dalam Pasal 226, dapat megakhiri sewa tersebut untuk sementara, asalkan pemberitahuan untuk menghentikan sewa itu dilakukan menjelang suatu waktu persetujuan itu akan berakhir menurut kelaziman setempat. Selain itu, pada waktu pemberitahuan penghentian itu harus diindahkan pula tenggang waktu yang telah diperjanjikan menurut persetujuan atau menurut kelaziman setempat, dalam pengertian bahwa sedikit-dikitnya suatu tenggang waktu selama tiga bulan sudah dianggap cukup untuk itu. Bila uang sewa telah dibayar sebelumnya, maka sewa tersebut tidak boleh dihentikan sampai menjelang hari akhir waktu untuk mana pembayaran uang muka itu telah dilakukan.

(2) Sejak dimulai penangguhan pembayaran, uang sewa menjadi utang harta kekayaan. Pasal 237 (1) Segera setelah penundaan kewajiban pembayaran utang dimulai, maka debitur berhak untuk memutuskan hubungan kerja dengan karyawannya, dengan mengindahkan ketentuan Pasal 226 dan tenggang waktu yang telah disetujui atau yang diisyaratkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan pengertian bahwa bagaimanapun juga hubungan kerja itu boleh diakhiri dengan pemberitahuan penghentian hubungan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan yang berlaku.

(2) Sejak mulai berlakunya penundaan kewajiban pembayaran utang, maka gaji serta biaya lain yang timbul dalam hubungan kerja tersebut menjadi utang harta debitur. Pasal 238 (1) Pembayaran kepada debitur yang kepadanya telah diberikan penangguhan pembayaran sementara akan tetapi hal ini belum diberitahukan atau diumumkan, untuk memenuhi perikatan yang diterbitkan sebelum adanya penangguhan pembayaran kepada debitur, membebaskan pelakunya dari harta kekayaan selama ia dapat membuktikan bahwa ia tidak tahu tentang adanya penangguhan pembayaran sementara itu.

(2) Pembayaran seperti dimaksudkan pada ayat yang lalu dan yang dilakukan sesudah adanya pengumuman tentang penangguhan pembayaran itu, tidak membebaskan harta kekayaan, kecuali bila pelakunya dapat membuktikan bahwa pengumuman penangguhan pembayaran yang telah dilakukan menurut perundang-undangan yang berlaku itu, tidak dapat diketahui di tempat tinggalnya; hal demikian ini tidak mengurangi hak para pengurus untuk membuktikan bahwa pengumuman demikian sesungguhnya dapat diketahuinya.

(3) Bagaimanapun segala pembayaran yang dilakukan kepada debitur membebaskan pelakunya terhadap harta kekayaan, sekedar yang dibayarkan membawa keuntungan bagi harta kekayaan itu. Pasal 239 Penangguhan pembayaran tidak berlaku untuk keuntungan para peserta debitur dan para penanggung. Pasal 240 (1) Setelah penundaan kewajiban pembayaran utang itu dapat diakhiri, baik atas permintaan Hakim Pengawas, atau atas permohonan pengurus atau satu atau lebih kreditur , atau atas prakarsa Pengadilan sendiri, dalam hal:

a. debitur, selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang, bertindak dengan itikad buruk dalam melakukan pengurusan terhadap hartanya;

b. debitur mencoba merugikan para krediturnya;

c. debitur melakukan pelanggaran ketentuan Pasal 226 ayat (1);

d. debitur lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diwajibkan kepadanya oleh Pengadilan pada saat atau setelah penundaan kewajiban pembayaran utang diberikan, atau lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diisyaratkan oleh para pengurus demi kepentingan harta debitur;

e. selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang, keadaan harta debitur ternyata tidak lagi memungkinkan dilanjutkannya penundaan kewajiban pembayaran utang; atau

f. keadaan debitur tidak dapat diharapkan untuk memenuhi kewajibannya terhadap para kreditur pada waktunya. (2) Dalam keadaan sebagaimana tersebut dalam ayat (1) huruf a dan e, pengurus wajib mengajukan permohonan pengakhiran penundaan kewajiban pembayaran utang.

(3) Pemohon, Debitur dan Pengurus harus didengar atau dipanggil sebagaimana mestinya, dan panggilan dikeluarkan oleh Panitera pada tanggal yang ditetapkan oleh pengadilan.

(4) Putusan Pengadilan harus memuat alasan-alasan yang menjadi dasar putusan tersebut.

(5) Jika penundaan kewajiban pembayaran utang diakhiri berdasarkan ketentuan Pasal ini, debitur harus dinyatakan pailit dalam putusan yang sama.

(6) Permohonan pengakhiran penundaan kewajiban pembayaran uatang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus selesai diperiksa dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari terhitung sejak pengajuan permohonan tersebut dan putusan Pengadilan harus diberikan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari sejak selesainya pemeriksaan. Pasal 241 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11 berlaku mutatis mutandis terhadap putusan pengakhiran penundaan kewajiban pembayaran utang. Pasal 242 Segera setelah ketetapan pencabutan penangguhan pembayaran itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti, ketetapan tersebut harus diiklankan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 215. Pasal 243 (1) Jika Pengadilan menganggap bahwa sidang permohonan pengakhiran penundaan kewajiban pembayaran utang tidak dapat diselesaikan sebelum tanggal para kreditur didengar sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 214 ayat (3), Pengadilan wajib memerintahkan agar para kreditur diberitahu secara tertulis, bahwa mereka tidak dapat didengar pada tanggal tersebut.

(2) Jika diperlukan, Pengadilan kemudian akan menetapkan selekasnya tanggal lain untuk sidang dan dalam hal demikian para kreditur wajib dipanggil oleh pengurus. Pasal 244 (1) Setiap waktu debitur berhak memohon kepada Pengadilan agar dicabut penangguhan pembayaran dengan alasan bahwa keadaan harta kini sudah sedemikian rupa, hingga ia dapat melakukan pembayaran-pembayaran lagi. Keterangan para pengurs dan para kreditur dalam hal pemberian penangguhan pembayaran secara tetap, akan didengar atau mereka dipanggil secara layak.

(2) Panggilan ini dilakukan dengan surat dinas tercatat oleh panitera menjelang hari yang telah ditetapkan oleh pengadilan. Pasal 245 (1) selama penangguh pembayaran, tidak boleh diajukan permohonan pernyataan pailit dengan begitu saja.

(2) Bila berdasarkan salah satu ketentuan dalam bab ini pernyataan pailit itu ditetapkan, maka berlaku pasal 13; bila berdasarkan ketentuan tersebut pernyataan pailit dibatalkan, berlaku pasal 12 dan pasal 14 (Rfv 217-5, 240-4, 274 dan seterusnya). Pasal 246 (1) Jika kepailitan dinyatakan sesuai dengan ketentuan bab ini, atau dalam waktu 2 (dua) bulan setelah pengakhiran suatu penundaan kewajiban pembayaran utang, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:

a. jangka waktu tersebut dalam pasal 24 dan pasal 44 harus dihitung telah dimulai sejak permulaan berlakunya penundaan kewajiban pembayaran utang;

b. kurator mempunyai kewenangan yang diberikan kepada pengurus sesuai pasal 226 ayat (1);

c. perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur, setelah diberi kewenangan oleh pengurus untuk melakukannya harus dianggap sebagai perbuatan hukum yang dialkukan oleh kurator, dan utang harta debitur yang terjadi selama berlangsungnya penundaan kewajiban pembayaran utang merupakan utang harta pailit;

d. kewajiban debitur yang timbul selama jangka waktu penundaan kewajiban pembayaran utang tanpa adanya pemberian kewenangan oleh pengurus tidak dapat dibebankan terhadap harta debitur, kecuali hal tersebut membawa akibat yang menguntungkan bagi harta debitur. (3) Apabila permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang diajukan dalam waktu 2 (dua) bulan setelah berakhirnya penundaan kewajiban pembayaran utang sebelumnya, maka ketentuan ayat (1) berlaku pula bagi jangka waktu penundaan kewajiban pembayaran utang berikutnya.

Mulai Maret 2011, Permohonan Kasasi/PK Harus Disertai Dokumen Elektronik

Upaya percepatan penyelesaian perkara terus menerus dilakukan oleh Mahkamah Agung. Kali ini, pendekatan yang tempuh MA melalui pengaturan prosedur kelengkapan berkas permohonan kasasi dan peninjauan kembali. Melalui SEMA No 14 Tahun 2010, MA mewajibkan pengadilan untuk menyertakan dokumen elektronik dalam berkas permohonan kasasi dan peninjauan kembali. Pengabaian ketentuan ini akan berakibat dikembalikannya berkas tersebut ke pengadilan pengaju, atau dengan kata lain berkas dinyatakan tidak lengkap. Ketentuan ini akan mulai berlaku 1 Maret 2010.
Lahirnya SEMA yang bertitel Dokumen Elektronik Sebagai Kelengkapan Permohonan Kasasi dan Peninjauan Kembali tersebut dilatarbelakangi pada alasan meningkatkan efisiensi proses minutasi perkara. Berdasarkan data pada kepaniteraan MA, rata-rata waktu penyelesaian berkas setelah diputus masih memerlukan waktu diatas 3 (tiga) bulan. Hal ini terjadi karena dalam penyusunan putusan, dilakukan pengetikan kembali dakwaan, memori kasasi, gugatan, dll yang jumlahnya bisa berpuluh bahwa ratusan halaman.
Beberapa poin penting dari SEMA Nomor 14 Tahun 2010 tertanggal 30 Desember 2010, adalah sebagai berikut:

Terhitung mulai tanggal 1 Maret 2011 seluruh berkas kasasi/peninjauan kembali yang diajukan ke Mahkamah Agung harus menyertakan dokumen elektronik (compact disc, flash disc, e-mail, dll) sebagai berikut:

Dokumen elektronik untuk permohonan kasasi/peninjauan kembali perkara perdata/perdata khusus/ perdata agama/tata usaha negara/pajak, meliputi: putusan pengadilan tingkat pertama, dan putusan pengadilan tingkat banding.

Dokumen elektronik untuk permohonan kasasi/peninjauan kembali perkara pidana/ pidana khusus/ militer, meliputi: putusan pengadilan tingkat pertama putusan pengadilan tingkat banding, dan surat dakwaan jaksa.

Keberadaan dokumen elektronik tersebut menjadi kelengkapan dari bundel B, sehingga apabila dokumen elektronik tersebut tidak disertakan dalam berkas, Mahkamah Agung akan menyatakan berkas tersebut tidak lengkap dan dikembalikan ke pengadilan pengaju;

Selain itu, mengingat pentingnya naskah memori kasasi/Peninjauan Kembali dalam upaya meningkatkan efisiensi proses pemberkasan, maka setiap Ketua Pengadilan diharapkan bisa mendorong agar para pihak dapat menyerahkan juga softcopy memori Kasasi/Peninjauan Kembali bersamaan dengan penyerahan berkas (hard copy) memori Kasasi/Peninjauan Kembali.

Untuk itu diperintahkan kepada seluruh Ketua Pengadilan tingkat pertama dan banding dari empat lingkungan peradilan untuk memastikan bahwa unit kerja yang berada di bawah kewenangan pembinaannya sebagai berikut:

• secara teratur menyelenggarakan pengelolaan naskah elektronik putusan pengadilannya sebagai bagian dari pengelolaan pengarsipan.

• memastikan kepatuhan pengiriman dokumen elektronik pada berkas Kasasi/ Peninjauan Kembali.

• melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi terhadap kepatuhan dan kelancaran proses pengelolaan dan pengiriman naskah elektronik di pengadilan.

Untuk detail teknis pelaksanaan prosedur pengiriman, Panitera Mahkamah Agung Republik Indonesia akan mengatur prosedur dan tata kelola naskah elektronik dan secara berkala meninjau dan mengatur ulang prosedur tersebut pada tingkat pengadilan tingkat pertama, banding dan Mahkamah Agung.

sumber ; http://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id