Syarat suatu kejadian dalam penerbangan dikatakan
mengalami keterlambatan dapat kita jumpai dalam ketentuan Pasal 1 angka 13 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (“UU Penerbangan”) yang memberikan
definisi keterlambatan, yakni:
“Keterlambatan
adalah terjadinya perbedaan waktu antara waktu keberangkatan atau kedatangan
yang dijadwalkan dengan realisasi waktu keberangkatan atau kedatangan.”
Di dalam peberbangan, keterlambatan angkutan udara
merupakan salah satu kerugian yang diderita oleh penumpang yang wajib
dipertanggungjawabkan oleh pengangkut (badan usaha yang melakukan kegiatan
angkutan udara) yang mengoperasikan pesawat udara. Demikian ketentuan Pasal
2 huruf e Peraturan Menteri Perhubungan No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung
Jawab Pengangkut Angkutan Udara (“Permenhub 77/2011”).
Kewajiban pengangkut untuk bertanggung jawab atas
kerugian karena keterlambatan juga disebut dalam Pasal 146 UU Penerbangan
yang berbunyi:
“Pengangkut
bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada
angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat
membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan
teknis operasional.”
Di dalam Penjelasan Pasal 146 UU Penerbangan dijelaskan
bahwa yang dimaksud dengan "faktor cuaca" adalah hujan lebat,
petir, badai, kabut, asap, jarak pandang di bawah standar minimal, atau
kecepatan angin yang melampaui standar maksimal yang mengganggu keselamatan
penerbangan. Adapun, yang dimaksud dengan "teknis operasional"
antara lain:
a. bandar
udara untuk keberangkatan dan tujuan tidak dapat digunakan operasional pesawat
udara;
b. lingkungan
menuju bandar udara atau landasan terganggu fungsinya misalnya retak, banjir,
ataukebakaran
c. terjadinya
antrian pesawat udara lepas landas (take off), mendarat (landing),
atau alokasi waktu keberangkatan (departure slot time) di bandar udara
atau
d.
keterlambatan
pengisian bahan bakar (refuelling)
Sedangkan,
yang tidak termasuk dengan "teknis operasional" antara lain:
a. keterlambatan
pilot, co pilot, dan awak kabin
b.
keterlambatan
jasa boga (catering)
c.
keterlambatan
penanganan di darat
d. menunggu
penumpang, baik yang baru melapor (check in), pindah pesawat (transfer)
atau penerbangan lanjutan (connecting flight) dan
e. ketidaksiapan
pesawat udara
Hal tersebut juga diatur dalam Pasal
13 ayat (2) dan ayat (3) Permenhub 77/2011.
Mengenai ruang lingkup keterlambatan dalam
penerbangan, hal ini disebutkan dalam Pasal 9 Permenhub 77/2011 yang
berbunyi:
“Keterlambatan
angkutan udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e terdiri dari:
a. keterlambatan penerbangan (flight delayed)
b. tidak terangkutnya penumpang dengan alasan
kapasitas pesawat udara (denied boarding passanger) dan
c.
pembatalan penerbangan (cancelation of
flight)”
Dasar
hukum:
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
- Peraturan Menteri Perhubungan No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara
No comments:
Post a Comment
No SARA please..